GBIA SEMARANG Headline Animator

omakase

IMAN

IMAN TIMBUL DARI PENDENGARAN, DAN PENDENGARAN AKAN FIRMAN ALLAH. TANPA IMAN YANG BENAR, MAKA MANUSIA AKAN MELAYANI ALLAH TANPA PENGERTIAN YANG BENAR. DAN HAL ITU SAMA SEKALI TIDAK MENYENANGKAN ALLAH (ROMA 10:1-3, 17)

Wednesday, 5 August 2009

Irresistible of Grace-1

Irresistible of Grace-1

Point ke-4 Kalvinis ini menyatakan bahwa kasih karunia or grace Allah tidak bisa ditolak. Ini konsekuensi logis dari TULIP. Di dalam konsep ini juga sangat dipengaruhi oleh Augustine. Boettner mengatakan, “This cardinal truth of Christianity (I.G) was firt clearly seen by Augustine.” [Lorainne Boettner, The Reformed Doctrine of Predestination, 1932, hal. 365]. Sproul menambahkan, “Augustinianism is presently called Calvinism or Reformed Theology.” [Sproul, The Holiness of God, (Tyndale House Pub. 1993), hal. 273). Padahal Augustine adalah seorang yang percaya akan konsep Purgatory, Asketikisme, dan dipertanyakan kelahiran barunya. Lalu bagaimanakah bisa dikatakan bahwa konsep Augustine alkitabiah?

Jika kita mempelajari konsep I. G. ini secara seksama maka kita akan melihat bahwa konsep ini sesungguhnya seperti oxymoral. Sebab bagaimana dikatakan anugerah, jika itu dilakukan dengan paksaan! Hal ini tidak ada ubahnya dengan si buta bermata elang. Tentu orang yang buta tidak akan memiliki penglihatan seperti elang, karena ia memang buta. Ini adalah pernyataan yang tidak logis. Kalau anugerah itu tidak bisa ditolak, maka itu sama dengan si buta bermata elang yang mampu melihat benda yang jauh yang tidak bisa dilihat mata biasa. Bila keselamatan itu adalah Anugerah, maka ia bisa ditolak, dan kalau tidak bisa ditolak itu bukanlah Anugerah, tetapi pemaksaan kehendak.

Sebuah konsep yang sangat tidak alkitabiah. Kata “grace” muncul 170 kali dalam 159 ayat, dimana ditekankan bahwa kasih/anugerah berasal dari Allah (Allah yang menganugerahkan) namun tidak satu kalipun dikatakan bahwa anugerah yang Allah berikan itu tidak dapat ditolak.

Untuk menjawab ini, Kalvinis akan menyatakan bahwa kalau kasih karunia bisa ditolak, maka kasih karunia Allah menjadi tidak efektif lagi. Kalvinis banyak memakai terminologi-terminologi menurut defenisi mereka sendiri, bukan seperti defenisi umum.

Seperti kata “semua” mereka bisa mengatakan, bahwa semua di sini bukanlah semua orang tetapi hanya orang pilihan saja. Dan pengertian “dunia” hanyalah dunia orang-orang pilihan. Misalnya, dalam Yoh 1:29, kata ‘dunia’ di ayat ini jelas mengacu kepada seluruh dunia bukan hanya dunia orang-orang pilihan saja.

Filosofi yang mendasari konsep Irresitible of Grace

1. Kehendak Allah tidak dapat dilawan
Sekilas tampak benar, tetapi bila salah diaplikasikan, maka ini bisa salah total. Pengertian dari Kalvinis, bahwa segala sesuatu yang terjadi sesuai dengan kehendak Tuhan. Oleh karena itu, bila Allah memberi grace, maka tidak bisa dilawan atau tidak bisa ditolak. Karena dalam sistem Kalvinis, manusia itu Innability, tidak dapat merespon dan tidak dapat percaya, maka untuk menyelamatkan manusia, Allah harus memberikan kasih karunia yang tidak dapat ditolak. Itulah sebabnya Allah yang mengubah manusia untuk percaya dan menerima kasih karunia.

Dalam hal ini kita dapat melihat dengan jelas bahwa Kalvinis tidak bisa membedakan antara:
1. Kehendak Allah yang tidak bisa dilawan, yakni “keputusanNya”
2. sesuatu yang bisa ditolak manusia, yaitu “keinginanNya”

Untuk memahami hal ini mau tidak mau kita harus dapat membedakan antara keputusan Allah dengan keinginan Allah. Sebab jika tidak, maka kita akan terjebak dalam konsep yang sesat ini.

Contoh keputusan Allah:
1. Dosa harus dihukum
2. Memberikan juruselamat bagi manusia.
3. Iblis dan antek-anteknya akan dihukum.
4. Orang percaya akan masuk Surga dll.

Contoh keinginan Allah:
1. Supaya manusia percaya kepadaNya.
2. Supaya manusia percaya dan bergantung kepadaNya.
3. Supaya manusia selamat masuk Surga.

Allah sering menyatakan keinginanNya kepada manusia supaya manusia itu taat, tetapi kenyataannya manusia banyak yang membelakangi Allah, bahkan memberontak kepadaNya. Allah ingin menyelamatkan semua manusia, tetapi manusia itu menolaknya. Seperti dalam 1 Timotius 2:3,4 “Itulah yang baik dan yang berkenan kepada Allah, Juruselamat kita, yang menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran.”

Allah menghendaki semua manusia selamat, tetapi kenyataannya manusia itu menolak. Menghendaki dalam ayat di sini adalah “keinginan Allah” Harus diketahui, bahwa di dalam kehendak Allah ada keinginan dan keputusan. Keinginan Allah dapat dilawan atau ditolak, tetapi keputusanNya tidak dapat ditolak.

Kalvinis: Bila keinginan Allah bisa ditentang, maka Ia seperti manusia dan keinginan-keinginanNya itu tidak tercapai atau gagal, maka Allah tidak berbeda dengan manusia yang bisa gagal.

Keinginan Allah bisa dilawan kerena Ia sudah putuskan dari semula, bahwa keinginanNya bisa diterima dan bisa ditolak. Bila Ia dari semula telah tetapkan, bahwa keinginanNya tidak bisa ditolak, maka tidak ada manusia yang bisa menolak keinginanNya. Ini mengembalikan posisi manusia menjadi robot yang hanya bisa pasrah dan ujung-ujungnya menyudutkan posisi Allah sebagai penyebab dosa. Bila manusia itu ibarat robot dan tidak bisa menolak keinginan Allah, lalu siapa yang memasukkan dosa ke dalam dunia? Bukankah manusia itu tidak bisa berkehendak dan kehendak Allah supaya manusia tidak memakan buah itu? Bila kehendak Allah tidak bisa dilawan sesuai dengan konsep Kalvinis, maka Allah adalah penyebab dosa dan Allahlah yang bertanggungjawab atas dosa, artinya Allahlah yang harus masuk Neraka bukan manusia, karena Allah adalah ‘biang kerok’ dari semua ini.

Berikut adalah kutipan pernyataan beberapa tokoh Kalvinis:
“That fornication and unthankfulness are actually part of God’s secret will should come as no surprise in light of . . . the Calvinistic concept of God’s all encompassing decree” [Laurence M. Vance, The Other Side of Calvinism (Vance Pub., Pensacola, 1999), hal. 481.]
“We are back to the repulsive doctrine that everything that happens – including all evil – is according to God’s will.” [Arthur Pink, The Sovereignty of God (Baker Book House, 1986), hal. 243.]
“Because God’s will is always done, the will of every creature must conform to the sovereign will of God.” [Steven R. Houck, The Bondage of the Will (Peace Protestant Reformed Church), hal. 3]

Padahal jika kita mau membuka hati untuk kebenaran dan mempelajari firmanNya, kita akan mengetahui bahwa Allah tidak pernah berkeinginan supaya manusia memakan buah terlarang, tetapi melarang Adam dan Hawa untuk memakannya. Adalah kehendak Allah supaya mereka tidak makan buah itu, tetapi kehendak Allah itu tidak tercapai karena mereka memakan buah itu.

Kalau demikian statement Kalvinis yang menyatakan bahwa kehendak Allah tidak bisa dilawan adalah sesuatu yang tidak Alkitabiah dan tentu tidak logis. Kesimpulannya adalah manusia bisa menolak keinginan Allah karena Allah mengijinkannya, tetapi selalu ada konsekuensinya. Berikut adalah ayat-ayat yang membuktikan manusia dapat menolak keinginan Allah:

1. Matius 23:37 “Yerusalem,Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan yang melempari orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau. Ayat ini bertentangan dengan Irrestible Grace. Ayat ini membuktikan, bahwa apa yang Allah rindukan manusia bisa menolaknya. Ini adalah keputusan Allah, menciptakan manusia yang memiliki kehendak bebas, yang bebas juga menolak dan melawan keinginanNya.
2. Ulangan 5:29 “Kiranya hati mereka selalu begitu, yakni takut akan Daku dan berpegang pada segala perintahKu, supaya baik keadaan mereka dan anak-anak mereka untuk selama-lamanya!” dalam bahasa asli “kiranya” adalah “cobalah”hati mereka selalu seperti itu.
Amsal 1:24,25 “oleh karena kamu menolak ketika aku memanggil, dan tidak ada orang yang menghiraukan ketika aku mengulurkan tanganku, bahkan kamu mengabaikan nasehatku, dan tidak mau mendengarkan teguranku. Ayat ini adalah personifikasi dari hikmat Allah.
Readmore...