GBIA SEMARANG Headline Animator

omakase

IMAN

IMAN TIMBUL DARI PENDENGARAN, DAN PENDENGARAN AKAN FIRMAN ALLAH. TANPA IMAN YANG BENAR, MAKA MANUSIA AKAN MELAYANI ALLAH TANPA PENGERTIAN YANG BENAR. DAN HAL ITU SAMA SEKALI TIDAK MENYENANGKAN ALLAH (ROMA 10:1-3, 17)

Monday 29 December 2008

Bab 11

Pandangan Medis Atas Kesembuhan Mujizat

Oleh Profesor Verna Wright MD FRCP


 


Sebagai seorang dokter, bidang utama saya adalah rheumatology, yang berhubungan dengan suatu penyakit kronis yang banyak penderitanya, dan saya memiliki banyak pasien yang telah saya rawat selama bertahun-tahun. Saya juga seorang Kristen yang percaya keabsolutan Alkitab dan percaya kepada pribadi dan pekerjaan Roh Kudus. Pekerjaan saya menyebabkan saya banyak berkeliling ke luar negeri, dan saya telah berusaha memeriksa subyek kesembuhan illahi dimanapun saya pergi. Ketika kita bicara tentang kesembuhan illahi dalam konteks masa kini, kita berbicara tentang hal yang biasanya dinamakan mujizat. Kamus The Shorter Oxford English mengatakan bahwa sebuah mujizat adalah sebuah kejadian ajaib yang melampaui kuasa alam yang diketahui, sehingga dianggap sebagai campur-tangan khusus dari Allah atau sesuatu perantara supranatural. Dalam hal kesembuhan, suatu mujizat didefinisikan sebagai sebuah peristiwa yang menunjukkan penguasaan atas hukum alam dan membuktikan bahwa perantara tersebut berasal dari Allah atau didukung secara khusus oleh Allah.


Jelas tidak diragukan bahwa Allah dapat menyembuhkan dengan cara ajaib, dan juga tidak diragukan bahwa Allah memang menyembuhkan dengan cara yang ajaib pada masa Alkitab. Saya sama sekali tidak meragukan bahwa orang yang lumpuh tangannya dipulihkan secara sempurna atas perintah Tuhan Yesus. Apa yang kita perlu tanyakan di dalam diri kita adalah, apakah Allah pada masa kini masih menyembuhkan dengan cara mujizat sebagai sebuah prosedur yang umum? Jawaban yang diserukan ialah, 'Tentu saja! Yesus tidak pernah berubah sejak dahulu, sekarang dan selamanya.' Saya percaya dengan ayat ini, namun saya harus sungguh-sungguh memahami dalam pengertian apa Kristus tidak pernah berubah. Ia tidak berubah di dalam pribadi, tetapi bukan di dalam maksud. Ada suatu masa, ada suatu tempat, dan ada suatu tujuan.


Seandainya saya harus mengangkat tongkat Musa (dan untuk itu saya kira jika saya mendatangi cukup banyak gereja Katolik, maka saya bisa mengumpulkan cukup banyak pusaka keramat) dan seandainya saya harus mengulurkan tongkat ini ke atas Laut Merah dan kemudian berjalan di atasnya, maka ini akan merupakan resep untuk masuk kuburan berair. Ada suatu masa, ada suatu tempat, ada suatu maksud. Bangsa Israel berjalan selama empat puluh tahun di padang gurun, namun pakaian mereka tidak pernah lusuh, mereka tidak memerlukan sepatu baru, makanan mereka tersedia secara ajaib setiap pagi, dan selama mereka berjalan di dalam ketaatan kepada Allah, tidak ada penyakit yang menghampiri mereka. Namun, saya tidak yakin jika pada saat ini saya berjalan selama empat puluh tahun di gurun Sinai, saya tidak memerlukan perlengkapan pakaian, mendatangi tukang sepatu atau menyediakan bekal makanan sehari-hari, atau berpikir bahwa saya tidak akan tersentuh oleh penyakit-penyakit di sekitarnya. Ada suatu masa, ada suatu tempat, ada suatu maksud.


Ada suatu pendirian bahwa segala kesembuhan itu berasal dari Allah. Bagaimana sebuah irisan yang dilakukan oleh seorang ahli bedah bisa menyembuhkan, jika secara fakta hal itu mengabaikan Allah Yang mengendalikan segala hal sedemikian rupa? Saya mengakui dalam suatu pendirian, bahwa segala

kesembuhan berasal dari Allah, tetapi kita harus mempertimbangkan apakah kesembuhan mujizat yang jelas itu merupakan cara penyembuhan Allah yang normal terhadap orang Kristen masa kini. Saya menerima persoalan gawat yang mengesankan bahwa semuanya bisa disembuhkan oleh mujizat, asalkan mereka cukup beriman. Saya ingin menyampaikan bahwa hal ini tidak sesuai dengan Kitab Suci, hal ini tidak sesuai dengan pengalaman dan sangat merusak.


 

Beberapa Pertimbangan Medis


Izinkan saya untuk memberikan sejumlah pendapat dari aspek medis yang penting untuk disadari jika kita harus menguji pernyataan-pernyataan kesembuhan yang terdapat dimana-mana. Faktor pertama adalah bahasa para dokter. Suatu malam setelah saya berkhotbah di dalam sebuah gereja injili di Leeds, seorang wanita mendatangi saya, dan dengan hangat menyalami saya dan berkata, 'Professor, saya datang untuk mendengarkan anda, karena saya adalah pasien anda dan arthritis di tangan saya benar-benar telah hilang. Ini merupakan mujizat.' Demikianlah yang terjadi, dalam arti bahwa Allah telah melakukan proses penyembuhan di dalam kehidupannya, tetapi saya tidak dapat mengatakan bahwa itu adalah mujizat dalam arti bahwa kita telah menentukan – suatu kejadian luar biasa yang melampaui kuasa-kuasa alam yang dikenal, dst. Banyak pasien yang berkonsultasi di ruang praktek saya yang bertambah sehat dengan lebih cepat daripada yang saya perkirakan berdasarkan pengobatan yang diberikan. Dalam keadaan demikian, seorang dokter dapat dengan enteng berkata kepada sang pasien, ' Sayang, ini sebuah mujizat,' namun ia tidak mengartikan hal tersebut dalam pengertian yang baru saja didefinisikan, namun dalam pengertian bahwa kondisi itu menerima pengobatan yang diberikan atau penyakit itu langsung berkurang lebih cepat daripada yang diperkirakan. Sang pasien juga dapat segera pulang dan mengatakan hal yang persis, 'Dokter mengatakan ini adalah sebuah mujizat.' Namun jika sang pasien mengira hal itu merupakan sebuah mujizat dalam pengertian yang sedang kita bahas, maka sang pasien tidak memahami bahasa dokter.


Faktor kedua yang harus kita perhitungkan dalam menguji kesembuhan mujizat adalah bagaimana sang pasien memandang penyakitnya. Saya mengajar mahasiswa medis saya bahwa ada tiga hal yang dikatakan pasien yang tidak boleh dipercayai. Pertama, berapa banyak alkohol yang mereka minum. Kedua, apakah mereka pernah menderita penyakit kelamin, dan ketiga, apa yang dikatakan dokter 'lain'. Anda akan tercengang apa yang dipercayai orang mengenai perkataan dokter. Sebuah penelitian menarik mengenai hal ini dilakukan di London Hospital Rheumatology Clinic dimana wawancara dengan para pasien direkam (atas izin mereka). Setelah itu para pasien langsung ditanya tentang isi wawancara tersebut. Ada seorang pasien yang relatif masih muda yang ditenangkan oleh dokter bahwa gejala penyakit yang dikeluhkannya adalah bukan arthritis yang serius, sehingga harapannya sangat bagus. Ia keluar dari ruang konsultasi dan dalam dua menit diwawancarai, salah satu pertanyaannya adalah, 'Apa yang dikatakan dokter mengenai harapan penyakit itu?' 'Oh,' katanya, 'ia mengatakan bahwa saya akan lumpuh pada saat menginjak usia empat puluh.' Wanita ini masuk ke ruang konsultasi dengan pikiran di dalam benaknya dan tidak ada yang bisa mengubahnya. Ia benar-benar jujur atas apa yang disampaikannya, tetapi ada bukti obyektif bahwa ia sama sekali salah.


Pasien kerapkali tidak bisa memahami sifat atau tingkat keseriusan kondisi mereka. Saya berikan sebuah contoh yang berasal dari sebuah gereja Anglikan yang bisa dijadikan penekanan yang bagus untuk pelayanan penyembuhan. Seorang wanita dari gereja ini yang menderita sakit perut mengatakan kepada kelompok doa gereja itu bahwa ia akan masuk rumah sakit minggu depan untuk pembedahan besar. Tentu saja mereka berdoa untuknya. Ia keluar dari rumah sakit kira-kira empat belas hari kemudian dan menyampaikan kepada kelompok tersebut, bahwa operasi itu mengungkapkan bahwa penyakitnya sama sekali telah hilang, dan mereka memuji Tuhan atas pelepasan besar ini.


Kebetulan ada seorang ahli bedah di dalam jemaat tersebut, yaitu seorang yang sangat bersimpatik kepada gerakan kesembuhan, kalau tidak ia tidak akan berada disitu. Atas izin sang pasien, ia mendapat izin untuk melihat catatan medis itu dan membahasnya dengan ahli bedah yang melakukan pembedahan. Ia mendapatkan bahwa ahli bedah itu sangat enggan melakukan pembedahan dan hanya karena dibujuk dengan penekanan berat dari sang pasien dan dokter umumnya, ia mau melakukannya. Ia membuka daerah perut dan seperti yang telah diperkirakannya, ia tidak menemukan apa-apa kecuali usus besar yang aktif.

Karena itu, ia menjahit kembali perut wanita itu dan sakit perutnya pun menghilang, namun wanita itu segera terserang migrain (sakit kepala) yang semakin parah. Perhatikan perspektif yang berbeda: bagi kelompok kesembuhan, hal ini merupakan sebuah mujizat. Bukankah mereka telah mendengarkan kesaksian dari pasien tersebut? Ia menderita sakit perut dan pembedahan besar diperlukan untuk membereskannya; mereka berdoa untuknya, ahli bedah melakukan operasi, dan tidak ditemukan apa-apa. Tetapi dari perspektif sang ahli bedah muncul cerita yang lain sama sekali, dan kita bisa merasakan signifikansi bahwa gejala penyakit wanita ini segera beralih dari sakit perut ke sakit migrain.


Faktor ketiga yang harus kita pertimbangkan adalah kesulitan untuk mengukur respon di dalam penyembuhan. Saya memimpin sebuah tim riset klinis di University of Leeds, dimana ukuran respon merupakan sebuah bidang yang mendapat perhatian khusus. Bagaimana anda mengukur respon manusia? Jelas terdapat gejala-gejala yang subyektif, tetapi hal tersebut tentu saja sulit untuk diukur, karena hal itu sangat tergantung kepada apa yang dikatakan sang pasien, dan kita harus memikirkan skala analog visualnya agar bisa menguji apa yang dikatakan. Contoh yang tepat adalah sakit, yang merupakan sebuah gejala subyektif, seperti yang direfleksikan dalam syair berikut:


 

There was a faith-healer of Deal, [Ada seorang penyembuh-iman dari Deal

Who said, 'Although pain isn't real, Yang berkata, 'Walau sakit itu tidak nyata,

When I sit on a pin, Ketika aku duduk di atas sebuah jarum

And it punctures my skin, Dan ia menusuk kulitku,

I dislike what I fancy I feel.' Aku tidak suka rasa yang ada di dalam bayanganku.']


 


Itulah yang disebut dengan istilah gejala semi-subyektif, yaitu gejala (tanda) yang mengandung unsur obyektif, namun dipengaruhi oleh faktor-faktor subyektif. Saya secara khusus tertarik pada intensitas angka pengukur tekanan dan telah melakukan penelitian untuk menunjukkan bahwa intensitas penunjuk tekanan pasien rheumatoid sangat lemah pada awal pagi hari dan kemudian meningkat ketika hari makin siang. Menarik untuk mempelajari faktor-faktor subyektif yang mempengaruhi intensitas penunjuk tekanan, karena dengan mudah orang akan mengira bahwa hal ini merupakan suatu ukuran obyektif. Akhirnya si pasien hanya bisa menekan dynamometer pneumatik1, dan memperhatikan kolom air raksa serta melihat hasil ukuran tensinya. Namun ukuran penunjuk tekanan tidak sepenuhnya obyektif, namun semi-obyektif. Sebuah contoh misalnya, ketika atlit angkat-besi Arab sedang mengangkat besi, pada saat tertentu mereka akan berteriak, Allah!' dan terangkatlah besi yang berat itu. Ini bukan hanya sekedar seruan alim, namun hal itu sungguh-sungguh membantu mereka untuk tampil lebih baik. Sebuah eksperimen dilakukan dimana seseorang menekan dynamometer ketika sebuah revolver ditembakkan di belakang mereka, dan sungguh menakjubkan betapa tingginya angka penunjuk meteran yang terjadi!


Demikian juga halnya dengan semua cara obyektif untuk mengukur faktor-faktor medis, tetapi saya ingin menekankan beberapa kesulitan pengukuran obyektif itu. Kita seringkali mengambil contoh perpanjangan-kaki karena kejadian yang ajaib. Ini merupakan bidang ketertarikan saya karena ada sejenis penyakit arthritis yang bisa menyerang anda jika anda mengalami perbedaan panjang kaki, yang kami sebut dengan istilah arthropathy kaki-panjang. Saya mengetahui sebuah gereja dimana ada seseorang yang keluar dengan luapan sukacita, karena sebuah kakinya kelihatan tumbuh setengah inchi. Namun, tidak mungkin mengukur dengan tepat perbedaan setengah inchi pada kaki. Saya telah mencoba bertahun-tahun, dan hal itu tidak bisa dilakukan, meskipun dengan sinar – X. Jadi jika ada orang yang mengatakan, 'Saya melihat kaki yang tumbuh setengah inchi,' apapun yang akan anda katakan kepada mereka, anda boleh menghilangkan hal itu dari pikiran anda. Hal itu tidak mungkin dilakukan secara ilmiah.


Sepanjang mengenai perbedaan panjang kaki, ada sejumlah faktor penyebabnya. Memang benar kaki bisa memendek, dan pemendekan itu memang nyata. Seseorang bisa menderita pemendekan kaki yang

nyata oleh karena kemiringan tulang pinggul, sehingga dalam hal ini kita harus menyadari apa yang akan terjadi dengan pemanjangan kaki hanyalah merupakan masalah tulang pinggul yang berada dalam keadaan seimbang.


Dalam sebuah gereja Baptis yang dihadiri oleh seorang anggota keluarga saya, terdapat seorang wanita yang sakit punggung. Ia pergi ke kebaktian kesembuhan John Wimber dan pulang dengan luapan kegembiraan, karena sakit punggungnya telah disembuhkan. Famili saya menanyakan cara penyembuhan itu dan diberitahu, 'Ya, seseorang menumpangkan tangan ke atas saya dan memberitahukan bahwa sakit punggung saya disebabkan oleh perbedaan panjang kaki saya, dan bahwa jika saya pulang dan mengukur kaki saya, maka saya akan mendapatkan bahwa kaki saya sama panjangnya dan sakit punggung saya akan hilang.' Wanita itu pulang dan, surprises, surprise, ketika ia mengukur kaki-kakinya ternyata sama panjangnya. Saya bisa mengatakan, bahwa itu bukan cara yang buruk untuk mencapai hasil. Tentu saja si pasien tidak menyadari adanya perbedaan yang diperkirakan sebelumnya. Dengan menyesal harus saya katakan bahwa ternyata tiga bulan kemudian terungkap sakitnya kambuh kembali. Kesulitan yang kita hadapi dalam mengukur respon harus dipahami dengan baik, karena hal itu berkaitan dengan pertimbangan medis atas pernyataan tentang kesembuhan, yang saya percaya mayoritasnya adalah palsu.


Faktor keempat yang harus kita pertimbangkan adalah kesalahan diagnosis terhadap penyakit. Anda mungkin pernah membaca tentang seorang wanita yang diberikan ganti rugi sebesar GBP 94,000 (Poundsterling) oleh Pengadilan Tinggi pada tahun 1986, karena operasi mastectomy bilateral yang dilakukan terhadapnya, yaitu kedua buah dadanya diangkat. Penyebabnya adalah karena ia memiliki sebuah tonjolan yang dikira kanker, sehingga operasi dilakukan. Diagnosis itu bukan saja didasarkan kepada pemeriksaan klinis. Sebuah jaringan yang dibekukan telah dipersiapkan dan diperiksa di bawah mikroskop, namun meskipun sebuah diagnosis yang salah telah terjadi, wanita tersebut akhirnya bertambah kaya dengan GBP 94,000.


Kesalahan demikian bisa merupakan hal yang sangat memalukan dokter dan menjadi kesusahan bagi sang pasien. Dua tahun yang lalu saya dikunjungi seorang pria yang sudah berumur enam puluhan yang terjangkit penyakit kuning, seluruh badannya gatal dan sangat kurus. Saya sangat prihatin dan segera membawanya ke rumah sakit. Pemeriksaan kami dengan menggunakan ultrasound terhadap perutnya, menunjukkan bahwa ia menderita kanker liver (hati) stadium dua. Saya ke departemen yang berkaitan untuk memeriksa hasil ini, karena hal tersebut jelas sangat menakutkan dan penting. Namun, saya yakin bahwa dengan teknologi modern, hasil pemeriksaan tersebut sama sekali tidak diragukan. Bayangkan perasaan senang campur malu saya ketika setahun kemudian, sang pasien datang ke klinik saya, semua gejala penyakitnya telah hilang. Kesalahannya terletak pada diagnosis. Kita tidak boleh mengira bahwa dokter itu sempurna.


Alexis Carrel dalam bukunya, Voyage to Lourdes (Perjalanan ke Lourdes) menceritakan tentang bagaimana ia menyaksikan kejadian sebuah tumor perut menghilang di Lourdes. Ia menceriterakan bahwa ia pasti akan sangat terkesan kalau tidak karena fakta bahwa ia telah mendidik di Charing Cross Hospital dimana Mr. Norman Lake, seorang ahli bedah, kerapkali bercerita tentang seorang pasien yang menderita tumor perut yang menyakitkan dan 'sulit dipahami'. Empat kali mereka membawa pasien tersebut ke kamar bedah, dan setiap kali begitu mereka membius sang pasien, tumornya lenyap. Pada kali keempat, mereka memutuskan untuk meneruskan operasi, dan ketika mereka membedah perut tersebut, sang ahli bedah langsung melihat sebuah volvulus usus besar terlepas. Volvulus terjadi ketika suatu organ tubuh terbelit dengan sendirinya. Pria ini pada dasarnya memiliki usus besar yang aktif yang terbelit sendiri, sehingga menyebabkan sakit perut dan menyebabkan bengkak atau tumor. Sang ahli bedah kini jelas mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada kejadian-kejadian sebelumnya – dengan relaksasi yang terjadi karena pembiusan, volvulus tersebut telah terlepas.


Faktor kelima yang harus dicamkan adalah penyakit yang bisa berubah-ubah. Ada kejadian penyakit yang menghilang mendadak secara menyolok yang jarang terjadi, bahkan di antara para penderita kanker, namun peristiwa-peristiwa itu tercatat dengan baik. Saya saat ini sedang menulis sebuah buku dengan dokter yang lain tentang penyakit rheumatik. Saya sangat stress beberapa waktu yang lalu ketika mengetahui bahwa kolega saya tidak bisa menulis pada saat itu, karena terkena serangan multiple sclerosis (pengerasan jaringan sel berganda). Ia mengalami kesulitan berbicara, kesulitan menulis dan sakit yang umum. Sebenarnya, beberapa tahun sebelumnya di Afrika Selatan sudah pernah terjadi tahapan awal yang kemudian sembuh sama sekali, tetapi kini kejadiannya tidak bisa dianggap enteng. Saya benar-benar gembira beberapa bulan kemudian ketika mengetahui bahwa semua gejala penyakit tersebut sekali lagi menghilang dan kolega saya dapat menyampaikan bagian tulisan yang diharapkan dengan jadwal yang hanya terlambat sedikit. Kita harus menyadari tentang adanya sifat alami penyakit yang dapat berubah-ubah.


Keenam, faktor yang sangat signifikan adalah kekuatan psikis. Seringkali pasien berkata kepada saya, 'Apakah itu karena gangguan syaraf saya, dokter?' Saya berhati-hati menjawab pertanyaan itu, karena jika saya menjawab secara sederhana, 'Ya,' maka mereka akan berpikir saya mengatakan bahwa mereka sedang berkhayal. Saya tidak percaya bahwa penyakit itu adalah khayalan. Jika pasien sakit, maka mereka memiliki penyakit. Saya mengajarkan mahasiswa medis saya bahwa setiap orang yang melintasi ambang pintu operasi, berarti ada sesuatu yang tidak beres dengan mereka, meskipun ternyata tidak ada yang salah dengan mereka. Saya tidak percaya bahwa penyakit itu adalah khayalan. Namun, tidak diragukan bahwa jika seseorang 'terkatung-katung' atau tegang, maka ketegangan ini dengan sendirinya akan menimbulkan gejala-gejala fisik. Saya tahu bahwa jika saya dalam tekanan berat, saya akan mengalami sakit di seputar leher. Faktor-faktor psikologis dapat muncul sendiri sebagai penyakit fisik, dan ternyata dalam kebanyakan penyakit fisik terdapat unsur-unsur psikologis.


Sekali lagi, kita ambil contoh rheumatoid arthritis (radang sendi); tidak diragukan bahwa ini merupakan sebuah penyakit sendi yang nyata, fisik, meradang, dan kadang-kadang merusak. Dan meskipun demikian, jika terjadi kehilangan di dalam keluarga atau jika terjadi ketegangan atau gangguan seperti misalnya suami meninggalkan rumah, si pasien sering mengalami gejala-gejala kemarahan yang menambah buruk keadaan.


Atau ambil contoh persoalan asma. Kita mengakui bahwa di dalam penyakit ini seringkali terdapat penyebab yang mempengaruhi, hal itu bisa karena sifat keturunan, namun ada tiga unsur utama penyebabnya: infeksi, alergi dan psikologis. Jadi jika seorang pasien pilek, selanjutnya ia bisa mengalami serangan asma. Dalam musim tertentu, karena ia alergi dengan tepung sari (bunga) tertentu, ia bisa juga terserang asma. Tetapi ada juga yang dikarenakan unsur psikologis. Hal ini diillustrasikan dengan baik oleh sebuah peristiwa yang terjadi di Liverpool, dimana saya dididik. Ada seorang penderita asma yang alergi terhadap bunga mawar dan selalu mengalami serangan asma jika ia mengunjungi sebuah taman mawar. Ia masuk ke ruang praktek utama saya yang secara tidak sengaja terdapat sekuntum bunga mawar di atas meja, dan ia langsung terserang asma. Sebenarnya itu adalah sebuah mawar plastik. Jelaslah bahwa aspek psikologis penyakit tidak boleh diremehkan.


Aspek psikologis merupakan hal yang amat penting jika kita menganalisis apa yang terjadi di dalam kebaktian kesembuhan tertentu. Ketika tim John Wimber mengadakan sebuah kebaktian kesembuhan di Leeds, lima kolega saya (dokter-dokter Kristen) hadir. Mereka sangat marah atas apa yang mereka saksikan, sehingga kemudian menuliskan sebuah laporan atas reaksi mereka itu. Saya akan mengutip apa yang mereka katakan itu.


 

Ada satu jam nyanyian koor yang diulang-ulang mengawali acara itu. Sejumlah orang yang lumayan banyaknya terhuyung-huyung dan menggeliat memulai nyanyian sejak dari awal. Tidak ada waktu untuk pembacaan Alkitab sebagaimana seharusnya. Orang-orang yang berkumpul sama sekali tidak dipanggil untuk berdoa memohon pengampunan dosa dan bertobat. 'Angkatlah tanganmu. Rasakan kehangatan yang datang kepadamu. Kelopak matamu akan menjadi berat. Engkau akan merasa seperti mau jatuh; ada yang akan berseru-seru. Tidak apa-apa. Engkau bisa melihat Roh Kudus memenuhi orang-orang, kuasa Allah memenuhi banyak orang.'

Orang-orang yang dilayani oleh tim pelayanan kesembuhan itu dikumpulkan dari para hadirin oleh seorang anggota tim yang memegang mikrophone untuk menyampaikan kata-kata pengetahuannya. Ia menyampaikan gambaran gejala-gejala sakit atau penyakit yang diderita oleh

orang-orang yang hadir. Mereka yang digambarkan itu diminta untuk maju ke depan. Daftar kondisi itu sudah cukup memenuhi gambaran umum bagi setiap kelompok yang ada di dalam jumlah lima ratus orang atau lebih.

Para sukarelawan dibuat tidak sadar sementara mereka ditumpangi tangan. Mereka tidak sadar dan akan, kami yakin, mendengar apa yang dikatakan kepada mereka. Mereka tetap berada dalam keadaan tersebut selama bermenit-menit dengan beraneka perilaku terguncang-guncang, bergetaran, tersenyum, jatuh, terayun-ayun dan mengoceh. Berbagai ekspresi itu kemudian dipamerkan kepada hadirin. Kami didorong untuk percaya bahwa senyum dan gerakan disana-sini itu merupakan bukti jelas yang dapat dilihat bahwa Roh Kudus telah turun.

Orang-orang lain di dalam seluruh gedung itu ikut-ikutan menjadi tidak sadar. Para pengunjung diberitahu bahwa Roh Kudus akan menuntun beberapa orang untuk berteriak atau menarik nafas dalam-dalam. Ketika seseorang menanti dihipnotis, maka hal-hal tersebut akan langsung terjadi seperti itu. Tertawa yang tak terkendali, menangis, mengerang, tertawa terbahak-bahak dan tersedu-sedu, bercampur dengan bisikan-bisikan dari begitu banyak orang yang ingin turut memberikan penghiburan rohani kepada saudara-saudara yang terkena penyakit, membuat keadaan lebih sulit lagi untuk mengikuti perkembangan acara resminya.

Suara anggota-anggota tim dari pengeras suara menggelegar,

'Keadaan semakin panas dimana-mana. Berikan kami lebih lagi, Tuhan. Hancurkan ikatan itu. Bebaskan hati mereka. Biarkan mereka merdeka. Relaks.'


 


Kelima dokter itu, salah satunya merupakan seorang psikiater terkemuka negeri ini, menggambarkan hal ini sebagai hipnotis. Sang psikiater mengakui bahwa itu memang 'sebuah penampilan yang sangat ahli yang berisikan segala ciri-ciri induksi hipnotis yang ada di dalam buku-buku'. Kesimpulan dari kolega-kolega saya tersebut adalah sebagai berikut:


 

Hipnotis yang disertai sugesti merupakan sebuah alat psikologis yang sangat kuat. Ia mempunyai banyak kegunaan. Penyakit psikosomatik dan gejala-gejala penyakit yang berhubungan dengan syaraf dalam jangka pendek sangat besar kemungkinannya merespon perawatan ini. Menghilangkan sakit pada saat mencabut gigi atau saat melahirkan relatif tidak asing dengan hipnotis. Dalam tim kebaktian Wimber, kami tidak melihat adanya perubahan apapun atas organ tubuh yang disembuhkan dan penyakit fisik yang dikatakan. Perhatian yang diberikan kepada banyak peserta yang digunakan terhadap orang-orang disampingnya mendatangkan sugesti yang sangat besar yang tak diragukan lagi terjadi pada saat berbagai keadaan tidak sadar.

Keadaan terhipnotis, meskipun sadar, bukanlah penguasaan diri, akal-budi Kristus di dalam kita atau pembaharuan akal-budi seperti yang dimaksudkan di dalam Alkitab. Menggambarkan ketidaksadaran tersebut, ciri-cirinya yang dapat dilihat dan didengar, atau kesembuhan apapun yang dialami sebagai hasil legitimasi sempurna hipnotis – atau menggambarkan hal ini sebagai pekerjaan Roh Kudus adalah suatu penipuan. Mendorong teknik yang menghasilkan hipnotis dan histeria dan mengajarkan bahwa seseorang harus mempelajari bagaimana melaksanakan ketetapan kerajaan Allah atas roh-roh jahat, penyakit dan alam adalah sesat; hal tersebut adalah penggambaran yang keliru.


 


Saya tidak bisa menekankan lagi persetujuan saya kepada kesimpulan yang sudah sangat kuat ini.


 

Penelitian Medis Terhadap Kesembuhan Iman


Semua analisis terperinci mengenai klaim kesembuhan selama bertahun-tahun tidak berhasil memberikan bukti bahwa kesembuhan telah dicapai, kecuali untuk jenis penyakit yang dalam dunia medis disebut keadaan fungsional. Masalah ini banyak dibahas di dalam sebuah buku bagus yang diterbitkan oleh Christian Medical Fellowship berjudul Some Thoughts on Faith Healing ("Beberapa Pemikiran tentang Kesembuhan Iman"), yang diedit oleh Edmunds dan Scorer.


Mungkin salah satu penelitian tentang kesembuhan mujizat paling awal yang dilakukan pada abad ini adalah yang dilakukan oleh sebuah komisi Anglikan yang dipimpin oleh sembilan imam Anglikan yang terkenal dan dibantu oleh sebelas dokter. Kesimpulan mereka disampaikan berikut ini. Mereka menyatakan bahwa tidak ada perbedaan fundamental yang tajam dan tegas yang dapat ditarik diantara penyakit organik (dimana terdapat perubahan struktural pada organ tubuh) dan penyakit fungsional (dimana tidak terdapat perubahan struktural, namun penyakit itu mempunyai penyebab psikologis). Namun, mereka terpaksa menyimpulkan bahwa kesembuhan iman dan rohani, seperti juga semua pengobatan yang menggunakan sugesti, bisa efektif secara permanen hanya dalam kasus-kasus yang umumnya disebut penyakit fungsional dan bahwa hal-hal yang dikatakan pengecualian itu masih demikian diperdebatkan, sehingga tidak bisa diperhitungkan.


Pada tahun 1920 Canon Grinstead dari Oxford memeriksa hasil dari dua misi kesembuhan yang dipimpin oleh para imam Anglikan, dan melaporkan bahwa surat-surat yang dikirim ke semua dokter dan imam di daerah yang bersangkutan tidak menghasilkan informasi apapun yang definitif mengenai kasus organik yang disembuhkan, walaupun terdapat banyak sekali bukti kesembuhan penyakit fungsional.


Sekali lagi British Medical Association mengadakan penelitian yang lebih mendalam baru-baru ini. Mereka menggunakan sebuah kuesioner yang diiklankan dengan luas yang dikirimkan kepada sejumlah besar dokter dan organisasi yang berkecimpung dalam pelayanan kesembuhan rohani atau iman, dan mereka membentuk sebuah komisi wawancara yang diketuai oleh seorang konsultan yang sangat dihargai dan sangat terbuka pikirannya. Mereka menyaring semua bukti dan berikut ini adalah kesimpulan laporan mereka:


 

Kami mendapatkan bahwa sementara pasien yang menderita penyakit psikogenik dapat disembuhkan dengan berbagai metode kesembuhan rohani, seperti yang terjadi dengan metode-metode sugesti dan bentuk-bentuk lain dari perawatan psikologis yang digunakan para dokter, kami tidak menemukan bukti bahwa penyakit-penyakit organik yang semata-mata disembuhkan hanya oleh cara-cara demikian.

Bukti menunjukkan bahwa kasus-kasus jenis demikian manapun yang dinyatakan disembuhkan, besar kemungkinan adalah merupakan contoh salah diagnosis, salah perkiraan, remisi, atau kemungkinan sembuh sendiri. Sebaliknya, karena ada berbagai faktor, baik yang berasal dari tubuh maupun pikiran, yang dapat mempercepat suatu penyakit, maka terdapat juga banyak faktor kondusif bagi pemulihan kesehatan. Pelayanan religius apapun latar belakangnya, bisa saja mempunyai pengaruh yang penting terhadap kehidupan emosional dan rohani sang pasien, sehingga menyumbangkan pemulihan.


 


Kita bisa mengutip survey demi survey dengan nada yang sama. Dr. Louis Rose, seorang konsultan psikiatri di Rumah Sakit St. Bartholomew, memperhatikan masalah ini selama lebih duapuluh tahun. Profesor John Dundee, seorang Profesor Anaesthetics di Queen's University, Belfast, baru-baru ini memperhatikan kasus-kasus yang dinyatakan menerima kesembuhan dari Centre for Christian Renewal ('Pusat Pembaharuan Kristen'). Ia memperhatikan total tigapuluh dua kasus dan menyimpulkan: --


 

Sebagai hasil dari survey ini, saya lebih cenderung memberikan pendapat, bukan mengkritik peranan Gereja dalam menyembuhkan semua orang. Saya tidak menemukan bukti yang tegas atau yang tidak perlu dipersoalkan lagi mengenai kesembuhan mujizat, namun saya memang bertemu pasien-pasien yang bertumbuh pikiran dan rohaninya. Dokter yang di dalam pemeliharaan Tuhan dapat menolong tubuh, psikiater dapat menolong pikiran, dan saya percaya dengan konsep bahwa pikiran dapat mempengaruhi perbuatan tubuh di dalam kehidupan ini dan nasib jiwa seseorang untuk selama-lamanya.


Profesor Dundee memandang peran Gereja dalam konteks tersebut, maka demikian juga penelitian-penelitian lain yang telah kita rujuk. Baru-baru ini sahabat saya Duncan Leighton, seorang penginjil, mendapat bea siswa perjalanan ke Afrika dan Amerika dari Kodak. Ia menulis sebuah artikel berjudul, Signs? One Wonders ('Tanda-tanda?, Orang Bertanya'), dimana ia melaporkan sendiri penyelidikannya terhadap kesembuhan mujizat:


 

Pada tahun 1984 di Afrika, saya mengikuti tim Derek Prince menelusuri Zambia dimana mereka menyatakan telah terjadi ribuan kesembuhan mujizat. Kami tidak menemukan satupun. Dr. Eric Rea memeriksa sebuah kasus mujizat bertambah panjangnya kaki dan menyatakan bahwa hal tersebut adalah cerita bohong. Surat saya yang meminta informasi terperinci kepada Derek Prince diteruskan ke bawah sampai akhirnya jatuh ke tangan Brian Bentley yang mengetahui seseorang yang disembuhkan sinusnya.


 


Duncan Leighton kemudian pergi ke California untuk melihat beberapa kelompok kesembuhan disana. Roger Ziegler, seorang chiropractor (orang yang menyembuhkan penyakit dengan pengobatan tulang punggung) California yang merupakan seorang Kristen berkata seusai sebuah kebaktian kesembuhan, 'Hampir setengah dari kasus sakit punggung yang saya tangani disembuhkan di tempat ini.'


Ini merupakan semacam kesaksian yang kami terima dari mereka yang memandang secara obyektif dan simpatik kepada pernyataan kesembuhan yang berlangsung dalam suatu waktu yang lama. Karena itu melalui pertimbangan medis, kita harus mengerti makna yang dimaksud dokter ketika mereka secara terbuka menggambarkan remisi sebagai suatu 'mujizat'. Kita juga harus memahami kemungkinan bahwa pasien bisa salah paham atas apa yang sebenarnya dikatakan mengenai keadaan mereka. Kita harus mengerti kesulitan mengukur respon pengobatan. Kita harus memahami kesalahan yang dilakukan oleh para dokter di dalam diagnosis. Kita harus tahu bahwa penyakit itu bisa berubah-ubah, meski penyakit yang kelihatan paling menakutkan sekalipun, dan kita tidak boleh menganggap remeh kekuatan psikis.


Yesus Kristus adalah sama, dahulu, sekarang dan selama-lamanya di dalam pribadi, namun tidak selalu di dalam maksud, dan bukti yang saya kumpulkan secara pribadi tentu saja menunjukkan bahwa maksudNya pada zaman ini sangat berbeda dengan maksudNya pada masa Alkitab. Tentu saja ada alasan yang baik mengapa pada masa kehadiranNya di dunia, kita membutuhkan pembuktian (otentikasi) siapakah diriNya, demikian juga kita perlu otentikasi para rasul sebagai para pemberita Injil.


 

"Kesembuhan' Yang Mencemarkan Kristus


Saya dapat memastikan bahwa orang yang menyatakan diri memiliki karunia kesembuhan adalah mencemarkan pribadi Kristus, karena jika (dan ini merupakan 'jika' yang berat) ada sembilan puluh sembilan kesuksesan dan hanya satu kegagalan, inipun akan mencemarkan Kristus, karena Dia tidak
pernah gagal. Jika berkata kepada seseorang, 'Di dalam nama Yesus bangkit dan berjalanlah,' tetapi ia masih terbaring di Gerbang Indah Bait Allah, maka itu adalah sebuah kegagalan yang mengacu kepada pribadi dan kuasa Kristus, dan hal ini selalu terjadi.


Di sebuah perguruan tinggi dekat rumah saya terdapat Christian Union dimana pandangan kharismatik semakin berpengaruh di dalamnya. Seorang gadis yang merupakan anggota Christian Union ini patah pergelangan kakinya dan juga terjangkit cacar air. Ia ditempatkan ke bangsal pengasingan (karantina) dimana beberapa anggota komisi membesuknya, berdoa untuknya, memastikan bahwa ia telah disembuhkan, dan menyelundupkan dia keluar lewat jendela bangsal pengasingan itu. Tetapi pada saat ia melewati lapangan menuju tempat tinggalnya, ia begitu sakit sehingga mereka harus mengembalikan dia ke bangsal pengasingan. Apa hubungannya perbuatan demikian dengan perkara Kristus?


Di
departemen saya, karena para kolega saya tahu bahwa saya seorang Kristen, maka ketika pasien datang ke klinik yang menyatakan diri mengalami kesembuhan mujizat, biasanya mereka mengacu kepada

saya dengan mengatakan, 'Kami pikir anda ingin melihat kasus ini, Prof.' Salah satu pasien terakhir yang diacukan kepada saya dengan cara demikian adalah seorang wanita yang mengalami rheumatoid arthritis, yang menceritakan kepada Pendaftar Senior saya bahwa ia telah disembuhkan di Dales Bible Week. Saya berkata kepadanya, 'Wah, itu menarik sekali.' Sebagai dokter, jelas bukan pada tempatnya saya mencurahkan keraguan dan mencemooh masalah ini. Kemudian saya berkata, 'Boleh saya lihat tangan anda?'


Tanpa malu-malu wanita itu menjulurkan tangannya, tetapi tangannya benjol-benjol dan tidak berbentuk, sehingga tidak masuk akal. Beberapa aktivitas penyakit rheumatoidnya telah berkurang, hal tersebut tidak diragukan, tetapi kecacatan dan kerusakannya bisa dilihat semua orang – saya harus mengatakan bahwa itu sungguh berbeda dengan kesembuhan-kesembuhan yang dilakukan Tuhan Yesus. Keadaan menyedihkan ini mengingatkan saya tentang seorang peternak sapi di tempat pemerahan susu, yang terkejut melihat adegan susu yang sudah diperah dituang kembali ke dalam palungan. Ia bertanya kepada pemerah susu apa yang sedang dilakukannya, dan si pemerah susu berkata, 'Wah, sapi ini kelihatan agak lemah, jadi saya pikir saya akan mengembalikan susunya.' Saya merasa wanita malang ini seperti demikian, berpikir bahwa ia dapat dikembalikan seperti semula.


Ketika tim John Wimber mengunjungi Leeds seorang gadis yang menderita masalah psikiatrik berat jatuh berteriak dan ia menyatakan dirinya telah disembuhkan, namun tiga bulan kemudian ia masuk ke sebuah rumah sakit jiwa. Begitu banyak cerita keberhasilan yang kita dengar dari jauh, namun para dokter yang membidanginya melihatnya dengan pandangan lain. Orang yang pernah membaca buku Canon Michael Green, I Believe in the Holy Spirit ('Saya Percaya Roh Kudus') akan tahu bahwa ia mengutip contoh-contoh kesembuhan di Afrika, dari tempat-tempat terjadinya kebaktian kesembuhan besar. Anda akan tertarik mengetahui pandangan dari seorang dokter misi yang telah melayani di daerah tersebut selama bertahun-tahun. Ia menulis:


 

Selama karier saya di negeri ini sejak tahun 1944, terdapat banyak laporan tentang kesembuhan, khususnya di kedua sisi Danau Nyasa, yang kini disebut Danau Malawi. Letupan pada tahun 1973 di daerah Dar es Salaam merupakan kejadian satu-satunya di luar daerah Danau Nyasa yang pernah saya dengar. Semua letupan yang saya temukan disertai pola yang serupa, yaitu popularitas dahsyat yang diawali dengan ribuan orang yang tertarik hadir ke pertemuan, kemudian diikuti dengan semakin berkurangnya hadirin secara bertahap. Ketika popularitas telah surut, maka letupan itu berakhir dan para organisatornya pindah ke daerah yang lain. Kesan saya sendiri adalah bahwa sama sekali tidak ada apa-apa di dalam kesembuhan-kesembuhan tersebut, dan bahwa popularitas awal dari kebaktian-kebaktian tersebut surut sementara hasil aktualnya diketahui. Saya belum pernah menemukan satu kasuspun tentang kesembuhan yang tidak diragukan yang dapat dibuktikan dengan pemeriksaan medis terhadap kondisi klinis tersebut sebelum dan sesudah kejadian yang dinamakan kesembuhan itu.


 


Ini merupakan kesan dari orang yang berada di lapangan, karena itu saya ingin menekankan bahwa pernyataan-pernyataan palsu adalah mendiskreditkan pribadi Kristus. Bukan itu saja, mereka meruntuhkan otoritas Firman Allah. Berapa banyak di antara kita yang merasa sedih oleh kesaksian David Watson yang demikian merusak berdasarkan fakta di dalam siaran radio dimana ia bukan hanya mengatakan satu kali, tetapi dua atau tiga kali, 'Satu hal yang menguatkan saya adalah bahwa di seluruh dunia para nabi mengatakan penyakit ini tidak akan sampai mati.'


Sering kali, dalam pengalaman saya, 'kesembuhan' gerakan kharismatik terikat dengan perkataan nubuatan dan perkataan pengetahuan seperti itu. Saya mengutip dari kebaktian John Wimber di Leeds, 'Engkau menerima suatu kata pengetahuan; Allah ingin engkau menyerukannya. Engkau pernah berbuat salah, tidak apa-apa, carilah yang berikutnya!' Betapa tidak alkitabiahnya dan tidak wajarnya hal itu, namun perkataan-perkataan itu memang diucapkan. Hal ini bukan diucapkan di belakang tim John Wimber, karena hari berikut dari kebaktian yang dipertanyakan itu, ada pertemuan untuk para pemimpin dan pelayan Kristen serta beberapa kolega medis saya hadir juga untuk menyatakan keberatan mereka yang kuat atas

apa yang terjadi. Ketika mereka bertindak demikian, mereka diberitahu bahwa adalah tindakan salah menggunakan akal-sehat untuk menilai permasalahan ini. Apa yang dibutuhkan orang Kristen, katanya, adalah merasakan jamahan (sentuhan) Allah. Namun, kita harus menegaskan bahwa melangkahi akal-sehat dengan cara demikian adalah mendiskreditkan Firman Allah dan meruntuhkan otoritasnya.


Simaklah beberapa perkataan Jonathan Edwards mengenai orang yang menolak roh kepekaan:


 

Mereka menganggap penyelidikan kritikal terhadap perbedaan antara kasih karunia yang sejati dan tiruan, atau setidak-tidaknya yang sangat sibuk dalam penyelidikan demikian dan menghabiskan waktu untuknya, merupakan hal yang tidak sopan dan tidak pada tempatnya; lebih cenderung untuk mengaburkan karya Roh Allah daripada menyebar-luaskannya; membelokkan akal-sehat mereka sendiri dan akal-sehat orang lain, demikian anggapan mereka, dimana dari situ Allah pada waktu yang sedemikian luar biasa secara khusus memanggil mereka hadir. Seruan itu adalah, 'Oh, tidak ada bahaya disesatkan, jika kita hanya giat untuk agama dan penuh dengan Roh Allah serta hidup di dalam iman! Jika kita hanya mengikut Tuhan, maka tidak usah takut akan disesatkan! Mari terus maju, jangan berhenti dan menghalangi pekerjaan baik dengan mempertahankan dan menghabiskan waktu untuk kritik dan pemikiran jasmaniah ini!' Ini merupakan perkataan yang banyak kita dengar, sehingga mereka masuk ke padang gurun, dan terjebak oleh semak dan duri padang gurun.


 


Saya tidak bisa menberikan dukungan yang kuat. Ketika pernyataan mujizat yang tak berdasar tidak dinilai sebagaimana mestinya, maka pribadi Kristus telah didiskreditkan, Firman Allah diruntuhkan, orang Kristen ditipu, dan sekelompok orang percaya yang mudah ditipu lahir. Seumur hidup saya tidak bisa memahami bagaimana bisa timbul sebuah panggung yang mempraktekkan pelayanan kesembuhan, padahal banyak di antara mereka yang terlibat di dalamnya memiliki kacamata (untuk melihat). Smith Wigglesworth, seorang penyembuh terkenal masa lalu, menyebut mereka eye-crutches (menarik mata, enak untuk ditonton), dan memang begitu adanya.


Sekali lagi, sekedar untuk menekankan kerawanan penipuan yang berkaitan dengan kesembuhan kharismatik, saya akan pindah ke peristiwa lain yang terjadi di perguruan tinggi Christian
Union. Ketuanya, yang sangat cenderung pada pandangan ini, suatu ketika hadir dalam studi Alkitab mingguan dalam keadaan flu berat, dan kemudian terserang masuk angin. Anak muda itu jelas sedang sakit berat, tetapi ia meyakinkan semua orang tentang keadaannya dengan mengatakan: 'Saya ingin memberitahukan anda bahwa Allah telah menyembuhkan saya, tetapi si iblis menahan penyakit itu disitu.' Ini sungguh merupakan penipuan yang disodorkan kepada kita, khususnya kepada orang-orang muda Kristen.


Saya ingin mengatakan kepada para penyembuh mujizat demikian, 'Mohon beritahu saya, mengapa anda tidak bisa dijumpai di rumah sakit?' Hal yang serupa juga ingin saya katakan kepada para nabi kemakmuran itu, 'Harap beritahu saya, mengapa anda tidak bisa dijumpai di Ethiopia, di Sudan atau di India dimana saya telah bertemu dengan banyak orang yang miskin harta dunia, namun mempunyai kekayaan rohani yang membuat diri saya merasa kecil?'


 

Kejahatan Kesembuhan Mujizat


Di luar perusakan yang dilakukan gerakan kesembuhan mujizat terhadap iman, adalah suatu pengajarannya yang jahat karena dengan menyatakan bahwa semua orang bisa disembuhkan asal mereka memiliki iman yang cukup, maka hal ini menambah penderitaan banyak orang sakit. Di Horsforth, di pinggiran kota Leeds, Don Double mengadakan sebuah kampanye kesembuhan. Mr. Double menyembuhkan beraneka penyakit ringan pada malam yang berbeda dan kebetulan suatu malam ia menyembuhkan seorang tuli, dan seorang sahabat saya yang telinganya tuli sebelah berpikir ia akan mendapat kesembuhan. Tangan ditumpangkan ke atasnya dan ia diberitahu telah disembuhkan, tetapi ia berkata, 'Belum.' Sang penyembuh mengatakan, 'Ya, engkau sudah disembuhkan.' Sahabat kita ini berkeras, 'Tidak, saya belum sembuh,' hanya untuk diberitahu, 'Yah, itu pasti karena engkau tidak cukup

beriman.' Setelah perdebatan singkat yang seru, kemudian sang penyembuh meneruskan ke barisan orang tuli. Ketika aktivitas kesembuhan usai, sahabat saya berpaling kepada wanita yang dekat di sebelahnya dan berkata, 'Apa yang engkau peroleh, sayang?' dan ia menjawab dengan telapak tangan dilengkungkan di telinganya, 'Anda bilang apa?'


Kita bisa dibuat geli oleh cerita-cerita demikian, namun ada kalanya hal tersebut berubah sangat menekan. Suatu kali saya memimpin sebuah tim penginjilan ke pulau kecil Man dan di dalam rombongan ada seorang anak muda dari Bible College yang menderita epilepsi (ayan). Ia telah jatuh hati dengan kesembuhan mujizat ini, sehingga meninggalkan pengobatannya. Pada malam itu, seperti juga semuanya tidur di tempat tidur di dalam tenda, ia mendapat serangan ayan berat, sehingga dalam kejadian itu, kencingnya membasahi seluruh tempat tidurnya. Tentu saja peristiwa itu bukan hal yang memalukan, tetapi betapa malunya hal tersebut bagi anak muda yang malang ini. Itu sama sekali bukan kesalahannya; tetapi akibat kebodohan dari orang-orang yang mengatakan bahwa ia telah disembuhkan.


Konsekuensi dari jaminan demikian bisa lebih menyedihkan dan juga sangat merusak. Saya mempunyai sahabat lain yang puteranya meninggal karena leukemia dalam usia sebelas tahun, tetapi suami-isteri ini dijanjikan dan diberi jaminan kesembuhan atas anak mereka dan mereka berdua sangat percaya janji itu. Kesedihan mereka hampir tidak tertahankan.


Saya teringat sebuah gereja dimana sepasang suami-isteri mempunyai seorang anak yang sakit berat dan cacat karena cystic fibrosis
2.
Cystic fibrosis disebabkan oleh gen yang terpendam, artinya yang dibawa oleh kedua pasangan. Jika dua orang pembawa gen tersebut menikah, maka ada kemungkinan besar keturunannya mengidap cystic fibrosis. Pasangan itu ke dokter untuk berkonsultasi tentang keluarga masa depan dan dokter menasehatkan untuk tidak melahirkan anak lagi, dengan menjelaskan bahwa ada satu perempat kemungkinan bahwa anak yang lain juga akan mengalami hal yang sama. Mereka menerima keadaan itu. Suatu hari di gereja mereka ada seorang yang berdiri dan mengucapkan kata-kata pengetahuan yang mengatakan, 'Engkau akan memiliki anak yang normal.' Maka merekapun mempunyai anak lagi, tetapi anak itu lebih berat sakitnya dibandingkan anak yang pertama, sehingga sejak itu mereka harus merawat seorang anak yang paling cacat.


Saya teringat sebuah gereja dimana ada sepasang suami-isteri yang tidak memiliki anak, setelah diperiksa penuh dan diberitahu bahwa mereka tidak bisa mempunyai anak, mereka memahami keadaan mereka. Secara alami mereka sangat menginginkan anak. Suatu hari seseorang berdiri di dalam kebaktian dan menyatakan mendapat kata-kata pengetahuan: 'Dalam sebelas bulan engkau akan mendapat anak.' Delapanbelas bulan berlalu, pasangan itu masih belum mempunyai anak dan gembala jemaat itu harus menyediakan waktu penggembalaan untuk memberikan konsultasi kepada kedua orang percaya yang iman Kristennya hancur karena apa yang dinamakan kata-kata pengetahuan ini.


William Nolan adalah seorang ahli bedah terhormat di Amerika Serikat, seorang yang penuh perhatian yang mengajukan diri sebagai sukarelawan untuk kebaktian-kebaktian kesembuhan terkenal almarhumah Kathryn Kuhlman. Ia datang dengan pikiran yang terbuka, keinginannya adalah untuk menolong. Akhirnya ia terpaksa meninggalkan organisasi itu dan menulis sebuah buku yang berjudul, Healing: A Doctor in Search of a Miracle ('Kesembuhan: Seorang Dokter yang Mencari Mujizat'). Di bawah ini adalah tulisannya.


 

Perasaan saya berkecamuk mengenai studi berikut ini. Di satu sisi saya merasa Kathryn Kuhlman adalah seorang wanita yang tulus, taat, dan berdedikasi yang sungguh-sungguh percaya bahwa ia melakukan kehendak Allah; saya tidak ingin menyakitinya. Di sisi yang lain saya tidak yakin bahwa betapapun baiknya apa yang dilakukan Miss Kuhlman adalah tidak jauh melebihi sakit yang diakibatkannya. Saya tidak bisa menghapuskan bayangan orang-orang lumpuh, anak-

anak idiot dan tangisan mereka, serta orang-orang tua yang hancur hatinya dari pikiran saya, dan segala kekecewaan jahat lainnya.


 


Kesimpulan-kesimpulan demikian dapat diulangi lagi dan lagi. Namun harus ditekankan bahwa pengajaran kesembuhan mujizat ini bukan saja merusak, tetapi seringkali merupakan bencana. Saya ingat seorang dokter umum yang merupakan sahabat baik saya, seorang wanita Kristen yang baik yang telah banyak membawa jiwa kepada Kristus, tetapi ia mengalami depresi yang berat. Untung depresinya dapat dikendalikan dengan pengobatan. Pelayanan konselingnya merupakan salah satu yang sangat saya hargai, sehingga saya sering mengirim pasien depresi saya untuk mendapatkan pertolongannya. Sayangnya ia ikut sebuah kelompok yang bergerak dalam pengajaran kesembuhan mujizat, dan ia diberitahu bahwa ia telah disembuhkan. Karena itu ia melepaskan pengobatannya, namun tiga minggu kemudian ia gantung diri.


Saya ingat seorang yang lain, seorang gadis dari kota Leeds, yang menderita epilepsi berat, namun untung ia di bawah pengobatan. Ia juga ikut dengan sebuah kelompok kharismatik yang serupa, dan seperti halnya dengan yang lain, ia melepaskan pengobatannya. Suatu hari ia bepergian ke Harrogate, ketika turun dari bus, mendadak ia mendapat serangan epilepsi berat dan jatuh terlindas ban mobil yang mendekat, sehingga tewas seketika. Secara tegas dan jujur saya menyalahkan kematian dua orang Kristen yang sangat berguna itu kepada orang-orang yang menyebarkan pengajaran yang demikian membawa bencana itu, dan saya menyatakan dengan sekeras-kerasnya bahwa pengajaran itu menyusahkan, pengajaran itu menghancurkan, dan pengajaran itu secara ekstrim berbahaya.


Pada akhir tahun 1986 John Wimber memimpin salah satu kebaktian kesembuhannya di pusat pertemuan Harrogate. Ada seorang peserta yang tinggal di rumah saya dan sementara saya merasa tidak sopan untuk bertentangan dengan seorang tamu, ia mendesak dengan mengangkat masalah ini untuk didiskusikan, maka kami membahasnya bersama. Ketika saya menguraikan argumentasi dan data yang dikemukakan di dalam paragraf ini, tamu saya menjawab, 'Saya tidak mau melempar bayi yang ada di dalam air mandi.' Hanya ada satu jawaban atas perasaan ini: itu bukan seorang bayi yang di dalam air mandi, itu adalah seekor harimau, dan kita harus menyadari itu.


Pengajaran kesembuhan-mujizat ini demikian sering menambah penderitaan orang-orang yang menderita. Alangkah kejamnya mengatakan bahwa orang-orang yang tidak bisa sembuh karena mereka tidak cukup imannya! Ada seorang yang sedang menderita, yang memohon kesembuhan, dan yang tidak disembuhkan. Orang ini kini memiliki dua masalah yang harus ditanggulangi: perasaan tentang ketidakcukupan rohani yang berat, dan penyakitnya yang asli. Sebagai seorang dokter saya merasakan itu dengan kuat, dan hal itu saya rasakan lebih kuat lagi sebagai seorang Kristen, karena pengajaran ini mencuri penghiburan Kitab Suci kepada orang-orang percaya.


Di dalam 2 Korintus 1: 3-4 kita diberitahu – Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan, yang menghibur kami dalam segala penderitaan kami, sehingga kami sanggup menghibur mereka, yang berada dalam bermacam-macam penderitaan dengan penghiburan yang kami terima sendiri dari Allah. Adakalanya penyakit dan penderitaan datang ke kita, sehingga kita bisa diperlengkapi untuk memberikan penghiburan kepada orang lain yang akan menempuh jalan yang serupa.


Belum lama ini ada seorang pelayan misi pantai di tempat saya melayani sedang berkeliling dengan sepedanya dan ditabrak oleh sebuah lorry dan menjadi lumpuh bagian bawah tubuhnya. Ia tidak memiliki orang tua, namun banyak di antara kami yang berada di sisi pembaringannya untuk berusaha membantunya. Kami berusaha yang terbaik, namun tahukah anda dari mana ia mendapat penghiburan terbesarnya? Kami menulis surat kepada Joni Eareckson memberitahukan tentang keadaannya dan ia menjawab dengan surat yang indah, hangat, penuh perhatian, dan prihatin. Surat itu berasal dari seorang wanita lumpuh berusia empatpuluhan, yang menceritakan kecelakaan dahsyat yang dialami dan perjuangan yang dilewatinya sebelum ia menemukan tempat peristirahatan di dalam Kristus, bukankah ini merupakan penghiburan yang tak terkira yang bisa kami berikan kepada anak muda kita ini? Mengapa? Karena wanita

tersebut telah lama terbaring di pembaringan; ia telah mengalami semuanya. Ia tahu persis penderitaan jiwa dan kekacauan pikiran sang anak muda, sehingga ia bisa memberikan penghiburan seperti penghiburan yang Tuhan berikan kepadanya.


Tentu kita bisa melihat pelajaran sejarah dan memahami bahwa hal ini selalu terjadi. Jemaat Kristen merupakan jemaat yang menderita. Allah mempunyai maksud besar di dalam penderitaan. Kita ingat dengan Fanny Crosby, sang penulis nyanyian pujian yang buta sejak usia enam minggu. Kita ingat akan William Cowper, penulis nyanyian pujian lainnya yang mengalami gangguan depresi. Kita ingat dengan Amy Carmichael, yang seringkali menyendiri di rumah karena penyakitnya. Saya ingat akan Dr. Mary Verguese yang juga seorang penyandang lumpuh, namun Allah demikian memakainya, sehingga ia bisa menulis, 'Ia mengambil kakiku dan memberikan sayap kepadaku.' Banyak orang mengalami hal-hal demikian selama bertahun-tahun.


Kita mempunyai tanggungjawab besar untuk memupuk persatuan yang hangat, penuh perhatian, dan berdoa di dalam persekutuan, sehingga orang-orang sakit, baik yang di dalam pikiran maupun jasmaninya, akan mengetahui bahwa ada sekumpulan orang yang sungguh-sungguh peduli, dan yang sungguh-sungguh berdoa. Kita harus memiliki perhatian yang besar untuk orang-orang yang menderita, karena mereka adalah bagian dari tubuh Kristus, dan jika mereka sakit, kita turut merasa sakit bersama mereka. Namun kita tidak boleh lupa bahwa penghiburan terbesar sering malah diberikan oleh orang-orang yang mengalami penderitaan yang serupa.


Masih ada satu pikiran akhir yang sangat penting, yaitu gelombang pengajaran kesembuhan mujizat masa kini mengurangi kesaksian Kristen kita. Ipar perempuan saya berusia tigapuluhan ketika ia terkena kanker tenggorokan. Pada mulanya terjadi salah dignosis mengenai keadaannya, hal ini dapat dipahami karena keadaan yang sulit, dan ketika diagnosis yang benar diperoleh, keadaan penyakitnya tidak bisa dioperasi. Sebelum ia meninggal, ia mengumpulkan keluarga, dan dengan mengelilingi piano mereka bernyanyi:

I am not skilled to understand

What God has willed, what God has planned.

I only know at God's right hand

Stands One Who is my Saviour.


 

[Aku tidak mampu memahami

Apa kehendak Allah, apa rancangan Allah

Aku hanya tahu di sebelah tangan kanan Allah

Berdiri Juruselamatku.]


 


Inilah kesaksian nyata seorang Kristen – bukan karena saya disembuhkan jasmaninya, namun karena saya berani menghadapi kematian dan mengetahui bahwa oleh karena kebaikan penebusan Juruselamat, saya akan bisa menghadap Allah dengan tenang, mengetahui bahwa di sebelah tangan kanan Allah berdiri seorang Juruselamat yang menjadi milik saya. Tidak ada lagi yang lebih penting daripada itu, dan segala hal yang mengurangi kebenaran yang melimpah itu, berarti menghina Injil kasih karunia Allah. Saya sampaikan bahwa pada masa kini orang Kristen telah melakukan hal yang keluar dari perspektif dan kehilangan apresiasi mereka kepada inti Injil – di sebelah kanan Allah berdiri sang Juruselamat.


Dengan demikian, pengajaran kesembuhan mujizat ini merupakan ancaman besar, pertama, bahwa ia mendiskreditkan (mencemarkan) pribadi Kristus karena karena kegagalan yang sangat jelas, ketika kita menyatakan melayani seorang Juruselamat yang tidak pernah gagal. Kedua, ia meruntuhkan Firman, karena ia meninggikan semacam 'wahyu' baru – yang dinamakan kata-kata pengetahuan atau nubuatan. Ketiga, ia memperdayakan orang Kristen dan menurunkan sekelompok orang percaya yang mudah ditipu, yang sebetulnya tertipu dalam segala hal. Keempat, ia menambah kesengsaraan orang-orang yang menderita, kerapkali membuat orang tertekan dan bahkan bencana. Kelima, ia menghilangkan penghiburan orang Kristen. Dan yang terakhir, ia seringkali mengurangi kesaksian Kristen.>

Readmore...

Bab 10

Hukum Akal-Sehat yang Tertib

Perjanjian Baru Menekankan Kewaspadaan, Akal-Sehat Yang Rasional



Dalam bab ini, kita merujuk kepada hukum iman Kristen yang fundamental, yaitu bahwa akal-sehat rasional kita harus selalu mengendalikan pikiran dan perbuatan kita, dan bahwa akal-sehat harus sepenuhnya tunduk kepada Firman Tuhan sebagai sumber eksklusif pengajaran yang otoritatif dari Tuhan. Revolusi kharismatik benar-benar melecehkan hukum ini, yang kita sebut hukum akal-sehat yang tertib (the law of a sound mind) , sebuah terminologi yang diambil dari perkataan Paulus di dalam 2 Tim. 1: 7 – Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban.


Kaum kharismatik menyatakan bahwa dengan mempertahankan kendali rasional atas akal-sehat dan perbuatan kita, maka kita menentang dan memadamkan pekerjaan Roh Kudus. Mereka mengatakan bahwa orang-orang percaya harus siap untuk melepaskan kendali rasional agar mereka bisa langsung dibukakan jalan kegiatan illahi, baik dalam penyembahan maupun pelayanan Kristen. John Wimber mengamati dengan prihatin bahwa – 'Takut kehilangan kendali menghantui kebanyakan orang Kristen Barat. Ia berkeras bahwa kita harus mengatasi rasa takut kita, karena kendali rasional bisa menghalangi terjadinya bahasa lidah; menghalangi sensasi ekstatik yang dirasakan di dalam penyembahan; menghambat firman Allah untuk diterima langsung ke dalam pikiran dan terjadinya peristiwa-peristiwa mujizat, seperti kesembuhan dan pemulihan.


Jika kesembuhan illahi terjadi, maka orang-orang yang berkarunia kesembuhan harus menghapuskan kendali rasional (akal sehat) dan pikiran sehat, sehingga bisa dibukakan 'firman' dari Allah, atau gambar 'TV' di dalam pikiran, yang menuntun mereka untuk mendiagnosis penyakit dan kekacauan, dan mengatakan kepada mereka apa yang Allah ingin mereka lakukan terhadap setiap penderita. Jumlah penyembuh yang meningkat terus itu mempraktekkan teknik yang membuat orang-orang sakit dalam keadaan tidak sadar, sehingga menghancurkan daya kendali akal-sehatnya. Si penderita maupun si penyembuh harus melepaskan indera rasionalnya agar bisa memperoleh suatu berkat yang dikatakan berasal dari Allah.



Kebanyakan pertemuan kharismatik kini mulai berusaha keras untuk menolong orang untuk melepaskan kendali akal-sehatnya dan bersikap sama sekali tanpa hambatan. Tujuannya adalah agar para penyembah bisa 'terbuka' menerima segala sesuatu yang terjadi, betapapun anehnya, tidak dapat dipahami atau seganjil apapun. Irama musik yang menghentak dan keras membentuk basis penyembahan, dan semua yang hadir didorong untuk bergabung dengan tangan melambai, tubuh yang berayun, kaki menghentak, dan bahkan menari dan berjingkrak-jingkrak. Kendali akal-sehat dengan cara apapun harus dihapuskan, karena apa yang terjadi tidak boleh diganggu, diuji atau dinilai oleh akal-sehat pikiran, demikian pengetahuan yang tertulis di dalam Firman Allah.


Dengan membuang hukum akal-sehat yang tertib (perlindungan yang diberikan oleh indera akal-sehat) kaum kharismatik telah membuat diri mereka sangat mudah tertipu di hadapan pengajaran sesat, hal yang dibesar-besarkan dan kebohongan. Mereka menjadi rentan, terutama dengan para dukun dan penjahat
religius, seperti yang ditunjukkan dalam krisis televisi religius Amerika pada tahun 1987 (yang dikuasai kharismatik). Emosionalisme merajalela di antara mereka, dan oleh karena semuanya bebas untuk melakukan apa yang kelihatannya baik dalam pandangan mereka sendiri, maka ketiadaan hukum rohani yang serius semakin meluas. Hal tersebut merupakan akibat yang tak terelakkan karena mengesampingkan standar obyektif Firman Allah, indera pertimbangan dan daya pengendalian diri, yang semuanya harus digunakan dengan akal-sehat yang aman.


Jelas bahwa jika pengajaran injili tradisional yang alkitabiah yang menekankan bahwa indera rasional harus tetap dalam keadaan sadar sepanjang hari, maka seluruh kancah kharismatik dengan berat tidak akan berfungsi dan bertentangan dengan kehendak Allah yang telah dinyatakan. Dapatkah standar tradisional dibuktikan dengan Kitab Suci? Fakta yang tidak dapat dibantah adalah bahwa Alkitab penuh dengan perikop yang dengan pasti menyatakan bahwa kewajiban kita adalah mempertahankan pengendalian yang tegas atas akal-sehat di dalam semua penyembahan kita dan kegiatan rohani lainnya. Begitu banyaknya dan demikian tegasnya perintah-perintah tersebut mengenai pengaruh ini, sehingga sulit dipercaya jika orang-orang Kristen dewasa masih bisa terpedaya ke dalam jalur kharismatik, yang mengatakan bahwa pengendalian akal-sehat merupakan penghalang kehidupan yang dipenuhi Roh. Kita akan meninjau sejumlah besar ayat 'yang tidak bisa dibantah' yang menegaskan hukum akal-sehat yang tertib, dan kemudian mempertimbangkan beberapa alasan mengapa mempertahankan akal-sehat yang rasional dan aman demikian kuat dan terus-menerus diperintahkan di dalam Alkitab.


  1. Kata-kata Mengenai Pikiran Yang Sehat


    Kelompok ayat pertama yang akan dipertimbangkan mengandung kata Yunani sophron, yang di dalam Authorized Version (AV) biasanya diterjemahkan dengan waras, kadang-kadang kepala dingin, dan satu kali bijaksana/berhati-hati. Kata Yunani berasal dari sozo (menyelamatkan/memelihara) dan phren (akal-sehat), dan secara literal berarti pikiran yang sehat. Karena itu, waras (seperti yang digunakan di dalam AV) umumnya berarti dalam keadaan pikiran yang sehat, dapat mengendalikan diri, rasional dan bijak. Kita dapat melihat bahwa Paulus menggunakan kata ini untuk mengutuk bagian pokok pemikiran kharismatik – yang mengatakan bahwa pengendalian rasional harus sering ditinggalkan agar bisa memperoleh berkat rohani.


    Di dalam 1 Tim. 3: 2 Paulus menyatakan bahwa penilik jemaat haruslah orang yang senantiasa memelihara kewaspadaan indera rasionalnya dan terkendali. Ia mengatakan -- ... penilik jemaat haruslah seorang yang ... dapat menahan diri [PIKIRAN SEHAT; MENGENDALIKAN DIRI], bijaksana, sopan [TERTIB]. Pikiran sehat yang menjadi syarat seorang penilik ditekankan oleh kata Yunani yang diterjemahkan dengan tertib, atau sesuai aturan (well ordered). William Hendriksen menunjukkan bahwa pengaruh dari kata-kata tersebut adalah bahwa para penilik jemaat (penatua) harus senantiasa 'layak, seimbang, tenang, waspada, teguh dan bijaksana.' Apakah hal ini memberikan keleluasaan kepada mereka untuk sengaja meninggalkan pengendalian akal-sehat? Tentu saja tidak! NIV menerjemahkan persyaratan penilik jemaat itu dengan kepala dingin/tenang/sabar/tidak memihak (temperate), menguasai diri (self-controlled), terhormat/terpandang (respectable) dan NASB memasukkan – bijaksana (prudent). Seorang penilik jemaat haruslah seorang pribadi yang bijaksana, cerdas, berpikiran baik, dan diberkati dengan kecerdasan dan ketajaman rohani.


    Di dalam Titus 1: 8 Paulus mengulangi kualifikasi penilik jemaat dengan kembali menggunakan kata Yunani yang berarti berpikiran sehat. (AV menerjemahkannya: bijaksana [sober], NIV: menguasai
    diri [self-controlled], NASB: berpikiran sehat [sensible]. Dalam Titus 2: 2 Paulus mengembangkan standar ini kepada semua orang yang lebih tua, dengan memerintahkan bahwa mereka seharusnya bijaksana atau berpikiran sehat. Agar kita tidak mengira bahwa akal-sehat yang dimaksudkan ini hanya diperuntukkan kepada orang-orang yang memegang jabatan dan orang-orang tua, Paulus kemudian melanjutkan perintah bahwa hal yang sama juga berlaku bagi perempuan-perempuan tua , dan – dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda... hidup bijaksana (Titus 2: 4-5). Perempuan-perempuan muda juga harus diajar untuk berpikiran sehat ( bijaksana dalam terjemahan AV), mempertahankan penguasaan diri, baik secara mental maupun emosi.


    Dalam Titus 2: 6 Paulus mengembangkan patokan itu lebih lanjut dengan mengatakan kepada Titus, Demikian juga orang-orang muda; nasehatilah mereka supaya mereka menguasai diri dalam

    segala hal. Penerjemah lain menggunakan: penguasaan-diri [self-controlled], berpikiran sehat [sensible], bijaksana [prudent]. (Kata asli Yunani yang dimaksud disini adalah sophroneo – dalam keadaan berpikiran benar; rasional dan berpikiran sehat.) Bagaimana mungkin orang bisa dengan sengaja menyamakan perintah ini dengan melepaskan pengendalian bicara, atau menyerahkan diri ke dalam keadaan tidak sadar atau menyebabkan diri 'berkhayal' di dalam ekstasi emosional?


    Kata yang sama digunakan oleh Petrus di dalam perintah dan instruksinya tentang doa yang sejati: Karena itu kuasailah dirimu [BERPIKIRAN SEHAT; RASIONAL] dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa (1 Ptr. 4: 7). Karena itu NIV menerjemahkan: Karena itu berakal-sehatlah dan kuasailah dirimu, supaya kamu dapat berdoa [Therefore be clear minded and self-controlled so that you can pray]. Apakah ayat ini kedengaran seperti sebuah izin untuk berdoa dalam bahasa lidah, atau berdoa untuk menanggapi penampakan liar dan perintah-perintah aneh yang diperkirakan terbersit ke dalam pikiran? Doa, menurut Kitab Suci, merupakan sebuah kegiatan pikiran (akal-sehat) yang terkendali dan rasional yang berseru memohon berkat kepada Allah di dalam iman.


    Bentuk lain dari terminologi akal-sehat muncul di dalam Titus 2: 12 – Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini. Disini, kata bijaksana atau berakal-sehat (Yunani: sophronos) mengindikasikan menahan diri. Indera rasional adalah ditujukan untuk memelihara pengendalian terhadap segala hasrat, pikiran dan napsu kita. Allah memanggil orang-orang tebusan untuk menyembahNya, yang menghampiri hadiratNya dengan indera dan perasaan yang sepenuhnya terkendali. Tentu saja Roh akan mengangkat kita ke dalam ketinggian kasih rohani dan penyembahan, tetapi kita sama sekali tidak boleh melepaskan penguasaan diri kita. Sebagai manusia yang mengemban citraNya, kita harus menyembah Allah!


    Terjemahan lain memberi makna bijaksana dalam teks ini dengan terminologi alternatif berikut: pantas (sensibly); dapat mengendalikan diri; dengan penguasaan diri. Kelompok kata yang berakar kata sophron semuanya mengandung unsur-unsur yang sama – akal-sehat yang tertib (atau terkendali atau terkekang). Jadi setiap orang yang disinggung dalam ayat-ayat yang dikutip tersebut bersaksi dengan kuasa penuh tentang hal utama mengenai indera rasional yang selalu sadar dan aktif di dalam kehidupan orang percaya.


  2. Kata-kata Mengenai Penguasaan Diri


    Kelompok kata Yunani sangat penting lainnya menegaskan sangat perlunya orang percaya memelihara penguasaan akal-sehat dengan sadar atas semua pikiran, perkataan dan perbuatannya. Kelompok kata ini mencakup kata kerja, kata benda dan kata sifat yang ditarik dari kata kratos, yang berarti kekuatan, daya/kuasa atau berkuasa. Semua perkataan ini mengindikasikan penguasaan diri.


    Kata kerja enkrateuo digunakan Paulus dalam 1 Kor. 9: 25 ketika bicara tentang penguasaan diri yang keras yang merupakan hal yang utama dalam kehidupan orang Kristen: Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal... Terjemahan NASB mengatakan – melakukan penguasaan diri dalam segala hal. Atlit merupakan gambaran yang sempurna untuk orang Kristen. Mereka tidak pernah melepaskan penguasaan rasionalnya untuk tunduk kepada napsu makan atau bermalas-malasan ataupun meninggalkan program yang sudah dirancang. Bentuk kata benda dari kata ini muncul di dalam dua perikop kunci tentang pengudusan. Dalam Gal. 5: 23 sifat kekuatan rasional atau penguasaan diri ini disebutkan sebagai bagian dari buah Roh – penguasaan diri. (Versi modern kebanyakan menyebutnya 'penguasaan diri'.)


    Dalam 2 Ptr. 1: 5-6 penguasaan diri muncul dalam rangkaian kehidupan saleh yang sudah tidak asing lagi. Petrus mengatakan – Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, dan kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan. Sekali lagi ditegaskan bahwa orang-orang percaya harus selalu berada dalam penguasaan panca indera mereka. Penguasaan akal-sehat yang ketat tidak boleh dimatikan atau dilangkahi karena ia merupakan hal yang utama di dalam perjalanan kekudusan.


    Kata sifat penguasaan diri muncul di dalam Titus 1: 8-9. Kita telah mencatat bahwa penilik jemaat harus bijaksana atau berakal-sehat, namun Paulus juga mengatakan bahwa mereka harus – menguasai

    diri dan berpegang kepada perkataan yang benar, yang sesuai dengan ajaran yang sehat, supaya ia sanggup menasehati orang berdasarkan ajaran itu dan sanggup meyakinkan penentang-penentangnya. Ia tidak perlu tidak sadarkan diri ataupun mengharapkan komunikasi langsung dari Allah dengan cara mendapat kata-kata hikmat atau pengetahuan. Ia harus memelihara penguasaan akal-budi, pikiran rasional dan tetap tinggal di dalam Firman Tuhan yang diteruskan generasi apostolik kepadanya. Ia tidak boleh menambahinya, ia hanya perlu mengajarkannya. Sehingga dengan ajaran yang sehat, ia meyakinkan mereka yang menentangnya. Kata-kata tersebut sungguh amat mendakwa orang-orang yang telah memperkenalkan ajaran-ajaran (doktrin) yang ekstrim dan liar yang mereka nyatakan mereka terima dari penampakan, mimpi dan kerasukan, sementara fungsi akal-sehat mereka dibuang.


    Kata kerja Yunani phroneo (berpikir) merupakan kata lain yang mengindikasikan peran akal-sehat pengendali kehidupan kita. Kata itu 'mengimplikasikan kepentingan atau refleksi moral, bukan hanya sekedar pemikiran atau pendapat yang tidak berdasar' (Vine). Ia berbicara tentang akal-sehat (dan perasaan) langsung, bukan akal-sehat sebagai wadah pasif yang hanya menerima informasi dan kesan. Kata kerja phroneo sering digunakan Paulus ketika menasehatkan kita untuk menggunakan akal-sehat dengan aktif, hati-hati, terkendali terhadap hal-hal rohani. Dengan membatasi hanya pada satu contoh saja, kita memilih Kolose 3: 2 (terjemahan Bahasa Indonesia LAI) – Pikirkanlah [phroneo – akal-sehat/pikiran] perkara yang di atas, bukan yang di bumi. [KJV: Set your mind on things above, not on things on the earth]. NIV dan NASB sama-sama menerjemahkan makna tersebut dengan – akal-sehat/pikiran (mind), bukan dengan kata kasih (affection ), dan MLB mengartikannya dengan – 'gunakanlah akal-sehatmu' – gunakanlah merupakan kata operatif.1


    Pikiran (akal-sehat) orang-orang percaya harus selalu aktif dalam menilai dan melihat pengaruh-pengaruh yang terus menyerang, dan juga dalam menentukan dan menunjukkan perkataan dan perbuataan mereka. Ketetapan Perjanjian Baru bukanlah ketetapan yang membuang atau mengabaikan akal-sehat, namun ketetapan yang menyucikan , mengaktifkan dan menyehatkan akal-sehat.


  1. Kata Yang Selalu Mengingatkan


    Kata lain yang mengajarkan keutamaan akal-sehat yang rasional adalah nepho, biasanya diterjemahkan dengan sadar di dalam AV. Kata itu sesungguhnya berarti – bebas dari pengaruh alkohol – tetapi di dalam Perjanjian Baru jelas kata itu mempunyai makna kiasan, yang mengindikasikan bahwa akal-sehat harus jernih dan waspada, sehingga kita bisa mengetahui pencobaan atau pengajaran sesat. Di dalam 1 Tes. 5: 6 Paulus mengatakan – Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar [waspada]. Setiap orang setuju bahwa ini merupakan sebuah kiasan atas kata sadar, dan bahwa Paulus disini mendorong kita agar waspada dan sepenuhnya menguasai indera rasional kita.


    Dalam 1 Ptr. 1: 13 kata itu digunakan dalam hal yang sama dan juga di dalam 1 Ptr. 5: 8-9 – Sadarlah [waspada] dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh. Standar Alkitab yang kerapkali diulang adalah – jangan pernah mematikan indera rasional, pikiran dan ketajamannya.


  2. Kata-kata Mengenai Pikiran, Ketajaman dan Terarah


    Masih ada satu kata Yunani lagi untuk akal-sehat (pikiran) atau pengertian (pemahaman), yaitu dianoia, yang secara sangat khusus merujuk kepada penggunaan atau akal-sehat yang berpikir. Kata tersebut secara tepat berarti – suatu hasil pemikiran atau suatu pemikiran yang dalam. Istilah ini – akal-sehat yang berpikir – muncul dua kali dalam Surat Petrus. Di dalam 1 Ptr. 1: 13-14 kita baca: Sebab itu siapkanlah akal-budimu [AKAL-SEHAT YANG BERPIKIR] ... sebagai anak-anak yang taat ... Dalam 2 Ptr. 3: 1-2 kita baca: Saudara-saudara yang kekasih, ini sudah surat yang kedua, yang kutulis kepadamu. Di dalam kedua surat itu aku berusaha menghidupkan pengertian yang murni [AKAL-SEHAT YANG BERPIKIR] oleh peringatan-peringatan, supaya kamu mengingat akan perkataan yang dahulu telah diucapkan oleh nabi-nabi kudus dan mengingat akan perintah Tuhan dan Juruselamat yang telah disampaikan oleh rasul-rasulmu kepadamu.


    Petrus tidak mengatakan bahwa kita akan mendapat penampakan-penampakan atau kata-kata pengetahuan yang masuk ke dalam pikiran kita, tetapi bahwa pertumbuhan rohani kita tergantung kepada pembelajaran yang dalam atas firman yang diinspirasikan melalui nabi-nabi dan rasul-rasul Tuhan. Prinsipnya jelas – Allah berfirman di dalam Alkitab yang disalurkan melalui akal-budi rasional kita. Akal-sehat juga tetap bekerja di dalam segala persekutuan kita dengan Tuhan, karena Yohanes menyatakan – Akan tetapi kita tahu, bahwa Anak Allah telah datang dan telah mengaruniakan pengertian [AKAL-SEHAT YANG BERPIKIR] kepada kita, supaya kita mengenal Yang Benar...(1 Yoh. 5: 20).


    Lukas mencatat bagaimana Tuhan memberikan instruksi kepada murid-muridNya sebelum terangkat ke surga: Lalu Ia membuka pikiran [nous – AKAL-SEHAT] mereka, sehingga mereka mengerti Kitab Suci (Luk. 24: 45). Ini pernah menjadi pola untuk semua komunikasi Kebenaran illahi sebelum Perjanjian Baru sempurna. Kata untuk akal-sehat ini (nous) digambarkan Vine sebagai 'pusat kesadaran pemikiran, yang terdiri dari indera-indera penglihatan (persepsi) dan pengertian serta hal-hal yang berhubungan dengan perasaan, pertimbangan dan mengambil keputusan'. Paulus berkata – Aku akan berdoa dengan rohku, tetapi aku akan berdoa juga dengan akal budiku [nous]; aku akan menyanyi dan memuji dengan rohku, tetapi aku akan menyanyi dan memuji juga dengan akal budiku (1 Kor. 14: 15).


    Dari ayat-ayat tersebut kita mendapatkan bahwa kesadaran, indera rasional itu penting, karena roh (yaitu kehidupan rohani) di dalam orang percaya berfungsi dan menyatakan dirinya melalui indera ini. Jika akal-sehat rasional dimatikan, maka bukan lagi roh orang itu yang menyatakan dirinya, melainkan hanya emosinya saja.2


    Kata Yunani logizomai berarti berpendapat, memperkirakan, menghitung, atau menilai. Dalam 1 Kor. 13: 11 Paulus mengatakan – Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir [berpendapat] seperti kanak-kanak. Sekarang setelah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu. Orang Kristen dewasa senantiasa hanya menaksir dan menilai dengan indera rasional berdasarkan sudut pandang Alkitab saja. Jika kita membiarkan diri terpikat oleh suasana yang dikobarkan di dalam pertemuan-pertemuan kharismatik (biasanya dengan menggunakan cara emosional dan musik), maka kita tidak tunduk kepada Allah, sehingga kita tidak bisa berpendapat atau menilai, dan hanya akan terseret bersama arus gagasan dan penonjolan yang tidak alkitabiah.


    Kata Yunani suniemi berarti mengerti/memahami. Kata ini digunakan sebagai kiasan di dalam Perjanjian Baru untuk melukiskan proses pemahaman/pengertian rohani. Jika orang memahami dan merasakan makna sebuah perumpamaan, maka kata ini digunakan. Misalnya, dalam Matius 13: 51 Yesus bertanya kepada murid-murid, Mengertikah [suniemi – mengerti/memahami] kamu semuanya itu?


    Paulus mengingatkan Timotius bahwa dengan mempelajari firman yang diinspirasikanlah (seperti Paulus sendiri), ia akan memenuhi persyaratan pemahaman ini di dalam segala sesuatu yang ingin ia ketahui. 2 Tim. 2: 7 tertulis – Perhatikanlah apa yang kukatakan; Tuhan akan memberi kepadamu pengertian [pemahaman] dalam segala sesuatu.3
    Timotius tidak dijanjikan sesuatu cara untuk memperoleh pengetahuan illahi selain dari mempergunakan akal-sehatnya untuk mempelajari tulisan yang diinspirasikan, yang baik bagi segala
    sesuatu. Dalam Kol. 2: 2 Paulus mengindikasikan bahwa kepastian itu mengalir dari pengertian yang mendalam terhadap Firman. Kaum kharismatik mencari

    kepastian dari tanda-tanda dan mujizat, serta pengalaman-pengalaman yang aneh, tetapi Paulus berkata – supaya hati mereka terhibur... sehingga mereka memperoleh segala kekayaan dan keyakinan pengertian [pemahaman]. Dalam Kol. 1: 9-10 ia berdoa untuk mereka – supaya kamu menerima segala hikmat dan pengertian [pemahaman] yang benar, untuk mengetahui kehendak Tuhan dengan sempurna... bertumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah...


Selalu Menguasai Diri


Perjanjian Baru penuh dengan peringatan untuk berpikir secara sehat, sehingga jelas tidak mungkin dikatakan kita menghakimi mereka secara sempit. Kita bisa mempertimbangkan Roma 12: 2 –
Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. Akal-budi yang sehat, benar, dan cerdas semuanya diperlukan untuk menilai dan memahami segala hal rohani dari Allah yang diperuntukkan bagi orang percaya.


Dalam Filipi 4: 7-9
akal-budi orang-orang percaya (demikian juga hati mereka) dipelihara oleh Allah sepanjang mereka mewaspadai dan siap sedia menguji segala sesuatu. Sehingga Paulus menasehatkan – jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semua itu. Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu.


Peran indera rasional yang senantiasa sadar sekali lagi ditegaskan oleh Paulus di dalam 2 Kor. 10: 5, yaitu sebuah ayat yang sangat mengutuk pikiran tak terkendali yang bebas terbuka, yang merupakan ciri khas eksperimentasi kharismatik:
Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus.


Standar yang sama selalu berlaku bagi orang percaya sejati, seperti perkataan Daud di dalam Mazmur 32: 9 – Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak berakal, yang kegarangannya harus dikendalikan dengan tali les dan kekang, kalau tidak ia tidak akan mendekati engkau. Disini kata berakal berarti – membedakan atau memilah didalam pikiran; cekatan dalam berpikir; hati-hati dan bijak.


Allah yang sejati tidak memberikan kita roh (yakni watak atau sikap) ketakutan – melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban (2 Tim 1: 7). Dalam ayat ini kata Yunani untuk ketertiban [sound mind] adalah sophronismos yang berarti penguasaan diri atau pikiran (akal-sehat) yang tertib (disiplin). Ketiga watak atau sikap tersebut semuanya penting dan berharga bagi kita sebagai orang percaya – kekuatan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menyempurnakan hal-hal besar di dalam namaNya; kapasitas kasih dan ketertiban yang mengendalikan dan mengatur segala pikiran dan perbuatan kita. Watak dan sikap yang dihasilkan oleh metode kesembuhan kharismatik masa kini adalah suatu watak pengabaian dan petualangan rohani yang sungguh bertentangan dengan roh ketertiban yang diperintahkan Alkitab. Menimbang dan menguji dengan pikiran rasional dan pikiran yang diterangi sebagai satu-satunya otoritas, namun dengan mengabaikan Kitab Suci, para penyembuh kharismatik itu telah menempatkan diri ke dalam kekuasaan suatu pengaruh lain, yang berkisar dari imajinasi murni manusia sampai kepada pengaruh roh jahat.


Dijadikan Sesuai Rupa Dan Gambar Allah


Alasan utama Alkitab menekankan untuk memelihara penguasaan rasional (akal-sehat), karena akal-sehat merupakan indera yang berada diatas segala-galanya yang membedakan umat manusia sebagai makhluk yang diciptakan sesuai gambar Allah. Status kita sebagai pengemban rupa dan gambar Allah diungkapkan di dalam Kej. 1: 26 – Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ... seluruh... di bumi. Anugerah akal-budi merupakan indera yang tertinggi

dan paling mulia – yakni kemampuan untuk berpikir, membedakan dan menimbang segala sesuatu secara rasional, bijaksana, logis, dan teratur. Memang, ketika manusia pertama kali diciptakan, ia adalah pengemban rupa dan gambar Allah yang lebih mulia dibandingkan sekarang. Jelas kita telah kehilangan kekudusan orisinil dan hubungan harmonis rohani yang unik dengan Allah. Di taman Eden nenek-moyang pertama kita dapat mendengar langsung suara Allah, dan berbicara denganNya seperti kita kini berbicara satu dengan lainnya. Namun gambar dan rupa itu kini telah sangat ternoda karena Kejatuhan, namun umat manusia masih mencerminkan Sang Pencipta yang memiliki kesadaran moral, jiwa yang kekal, dan indera akal-budi serta pikiran rasional.


Tujuan utama manusia adalah memuliakan Allah dan menyenangkan Dia selamanya, dan kita harus memuliakan Dia sebagai pengemban rupa dan gambarNya, bukan sebagai binatang yang kasar. Allah tidak memanggil kerajaan binatang untuk menyerukan namaNya, menghargai sifat-sifatNya dan melayani Dia dengan segenap hati dan pikiran mereka. Ia hanya memanggil pengemban rupa dan gambarNya untuk pekerjaan istimewa dan mulia ini. Ia memanggil mereka yang memiliki indera rasional dan pikiran, dan yang mau menggunakannya untuk membina pernyataan syukur, kasih dan pujian yang tulus.


Manusia, laki-laki maupun wanita yang jauh dari Allah kerapkali berusaha menekan anugerah alami tertinggi ini dan melarikan diri sementara ke dalam alam dasar, emosi hewani. Mabuk berat membuka kesempatan untuk mematikan rasa dan menumpulkan perasaan yang lebih tinggi, sehingga keinginan-keinginan yang lebih rendah dapat muncul. Kemabukan merupakan suatu pengabaian akal-sehat jangka pendek; sebuah pelepasan status pengemban rupa dan gambar Allah; sebuah hasrat untuk membuang – setidaknya untuk sesaat – indera akal-sehat. Sehubungan dengan fenomena kemabukan itu, kita harus menghimbau orang-orang yang mendukung gagasan kharismatik untuk mempertimbangkan apa yang sedang mereka lakukan. Maksud dan tujuan yang paling utama dari kemabukan tanpa sadar ditanggung oleh kaum kharismatik ketika mereka mengabaikan penguasaan akal-sehat mereka dan meluncurkan diri mereka seperti peselancar di atas gelombang emosi, ekstasi, ocehan yang tidak disadari, kesan-kesan sembarangan, penampakan, halusinasi, pesan-pesan di dalam kepala, fantasi fiksi, dan seterusnya.


Kegiatan rohani yang asli sangat bertentangan dengan kemabukan, seperti yang diindikasikan oleh Paulus di dalam Efesus 5: 18 – Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa napsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh. Dipenuhi Roh tidak menyebabkan suatu kemungkinan, atau bentuk kemabukan emosional yang bebas alkohol! Tidak ada peluang bagi pengertian yang lebih tinggi (akal-sehat dan pikiran) menjadi tumpul atau redup, sehingga rupa dan gambar illahi di dalam diri kita ditekan atau dilangkahi. Hal ini sangat bertentangan, karena oleh berkat Roh, akal-budi kita dianugerahkan intelijensi yang jauh lebih besar untuk memahami lebarnya dan panjangnya dan dalamnya dan tingginya, dan untuk mengenal kasih Kristus melalui pengetahuan. Pujian kita adalah bagi segala yang lebih bernilai, karena ia datang dari orang-orang yang menguasai pikirannya; yang secara sadar dan berakal-budi mengarahkan perasaan penyembahan yang dirasakan dengan tulus dan mendalam kepada Allah dan Raja mereka.


Karena akal-budi merupakan rupa dan gambar illahi di dalam diri kita, maka akal-budi memegang peran utama dan aktif di dalam segala permasalahan kita sepanjang waktu. Tuhan Yesus Kristus menyatakan: Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu (Mat. 22: 37). Kita tidak boleh lagi mematikan aktivitas pemikiran dan penguasaan akal-budi kita, demikian juga kasih dari dalam hati kita. Perbuatan tersebut merupakan suatu pemberontakan yang membuat kita membenci Tuhan. Karena kita adalah pengemban rupa dan gambar illahi, bukan binatang, maka kita boleh mengabaikan indera rasional atau membiarkan diri kita kehilangan kontak dengan kenyataan. Kita tidak boleh melakukan sesuatu yang menghalangi kegiatan indera yang berharga ini. Kita tidak boleh membuat indera tersebut menjadi tidak sensitif dengan minum, dalam keadaan tidak sadar, dengan sengaja menyerahkan diri kepada bahasa lidah (glossolalia), atau dengan suatu cara apapun.



Kita tidak boleh mematikan indera rasional dengan tujuan untuk mengalami perjalanan emosional (meski hal ini secara salah dinamakan penyembahan) atau membiarkan diri kita 'dilambungkan' oleh musik rock Gospel, atau menelan bulat-bulat cerita yang dilebih-lebihkan oleh para pengerja-mujizat kharismatik masa kini. Lambat-laun jutaan manusia akan terbujuk untuk menyingkirkan indera akal-budinya dan menelan kebohongan dongeng yang berasal dari Romawi abad pertengahan, dan kecenderungan yang sama ini kini muncul kembali ditengah-tengah evangelisme kharismatik.


Akal-sehat (Pikiran) Merupakan Organ Ketaatan


Keutamaan vital akal-budi rasional juga sangat jelas dilihat dari fakta bahwa ia merupakan organ tubuh yang kita gunakan untuk mendengar, mengerti dan menaati kehendak Allah seperti yang diungkapkan di dalam Alkitab. Ketika akal-budi diperbaharui dan diterangi (illuminated) oleh Roh Kudus pada saat pertobatan, kita dimampukan untuk menerima Firman Allah dan untuk memahaminya dengan iman. Kemudian – kata Berkhof – 'Dengan menggunakan akal-sehat manusia yang terpelihara, manusia berusaha sedapat mungkin mempelajari Firman Allah, di bawah tuntunan Roh Kudus, sehingga menghasilkan pengetahuan tentang Allah yang semakin bertambah.'


Alkitab adalah satu-satunya Firman Allah; ia merupakan wahyu yang sempurna dan sudah cukup untuk segala kebutuhan rohani. Allah menganugerahkan semua Kebenaran itu kepada generasi para rasul (Yoh. 14: 26 dan 16: 13-15). Alkitab yang sempurna sepenuhnya memperlengkapi umat Allah, sehingga tidak ada doktrin atau perintah yang belum kita terima yang tidak ada di dalam Kitab Suci (2 Tim. 3: 16-17).


Alkitab ini harus dipelajari dengan tekun dengan akal-budi rasional kita, karena ini merupakan satu-satunya cara dimana Kristus berbicara kepada kita secara otoritatif sampai Ia datang kembali. Memang benar bahwa ada sejumlah cara yang terjadi sekali-sekali dan merupakan pengecualian yang digunakan Allah untuk menyentuh hati umatNya, namun penuntun dan pengajaran otoritatif hanya datang dari FirmanNya. Seperti yang telah kita jelaskan di tempat lain, Roh Kudus kerapkali mendorong kesadaran kita dan menyentak ingatan kita, menggerakkan kita untuk mengakui dosa kita atau melaksanakan kewajiban yang terabaikan. Dalam kelembutanNya Ia akan menolong kita berpikir jernih dan secara alkitabiah melewati masa-masa yang sulit, namun Ia tidak akan memberikan kita wahyu yang melangkahi proses pembelajaran FirmanNya.


Ketika kita melayani Allah, Ia bisa menjadi Penulis tak kelihatan atas pelbagai gagasan yang kita jadikan penuntun untuk melaksanakan sesuatu dengan lebih efektif. Karena itu, jika akal-budi jika menjadi subur dan produktif , jelas kita akan menaikkan segala kemuliaan kepadaNya. Tetapi oleh karena kita bisa membedakan mana yang merupakan aktivitas yang didorong oleh Allah kedalam akal-budi kita dan mana yang merupakan imajinasi kita sendiri, maka tidak boleh ada gagasan yang otoritatif, dan kita tidak boleh mengatakan, 'Tuhan, katakan kepadaku, sehingga aku akan melakukannya.' Segala hasil pemikiran kita harus dengan rendah hati dibawa ke dalam prinsip-prinsip penuntun tertinggi yang diberikan di dalam Alkitab seperti yang telah diperintahkan
Allah.


Orang yang membiarkan diri bebas disetir oleh mimpi siang hari (yang menyatakan) menjadi suara Allah, merupakan suatu tindakan pelanggaran berat terhadap hukum tentang akal-sehat yang benar. Bagaimana mereka bisa yakin bahwa 'pesan-pesan' yang mereka terima itu bukannya hasil imajinasi mereka sendiri? Ada yang mendapat penampakan yang terperinci, namun bagaimana mereka tahu bahwa itu bukan halusinasi? Allah yang mahakuasa telah berfirman bahwa Ia tidak akan menempatkan laki-laki maupun perempuan ke dalam keadaan tidak mengetahui apakah pikiran dan mimpi mereka dari surga atau apakah semua itu hanya sekedar hasil pemikiran yang sembarangan. Ia sengaja menyatakan bahwa Ia hanya akan berbicara doktrin dan perintah-perintah otoritatif dengan FirmanNya, dan Ia telah memerintahkan agar kita menguasai akal-budi kita sendiri ketika kita belajar.


Allah yang menciptakan anugerah akal-budi, memuliakannya, memperbaharuinya, meneguhkannya, dan Ia telah memerintahkan kita untuk memelihara agar indera ini tetap waspada, dalam penguasaan, dan hanya mematuhi kepada pengajaran Alkitab. Karena itu, jika ada suatu metode kesembuhan baru lahir di dalam pikiran seseorang yang mengatakan bahwa Allah memerintahkannya di dalam sebuah penampakan, atau di dalam suatu 'perkataan pengetahuan', maka kecurigaan kita harus bangkit. Apakah Allah, pada akhirnya, gagal menggenapkan Alkitab? Apakah metode itu dikemukakan di dalam Alkitab? Penyembuh yang dipersoalkan itu mungkin kelihatannya mendapatkan hasil yang mengesankan, dan fans yang rentan boleh saja mengatakan bahwa mereka merasakan kehadiran Roh Allah di dalam kebaktian-kebaktiannya, tetapi tugas utama akal-sehat rasional kita adalah bertanya – Apa kata Kitab Suci? Jika tidak konsisten dengan pengajaran Alkitab yang jernih dan jelas, maka itu bukanlah kehendak Allah. Paling banter hal itu akan menjadi sebuah kesalahan berat dari orang yang bermaksud baik yang ingin mengoreksi; paling jeleknya, hal tersebut akan merupakan rekayasa yang disengaja oleh seseorang yang bersifat keduniawian, meninggikan diri dan fasik.


Karena akal-budi merupakan organ untuk mendengar dan memahami kehendak Allah yang penting seperti yang diungkapkan di dalam Alkitab, maka ia harus selalu waspada pada saat kebaktian dan dalam penyembahan orang Kristen. Mematikan pengendalian rasional berarti memutuskan jalur komunikasi kita dengan kehendak Allah.


Akal-budi Merupakan Istana Iman


Akal-budi atau indera rasional juga sangat penting bagi kehidupan kekristenan kita, karena ia merupakan tempat atau istana
iman. Iman merupakan sesuatu yang kita dapatkan ketika, oleh kemurahan Allah, akal-budi sepenuhnya diyakinkan oleh firman Allah. Kita percaya kepada pengajaran itu, catatan tentang karya penebusan Kristus, dan janji Allah yang mulia. Oleh karena dengan akal-budi kita telah menerima janji, maka kita dapat menyandarkan iman kita kepadanya. Iman kita tergantung kepada indera akal-sehat yang diterangi oleh Allah dan diyakinkan oleh FirmanNya.Kata Perjanjian Baru untuk iman berarti – diyakinkan; percaya. Jelaslah bahwa kita hanya bisa diyakinkan atau percaya jika akal-sehat kita secara sadar berfungsi dan terbuka bagi Firman Allah. Karena itu mematikan akal-sehat berarti meruntuhkan iman.


Jika kita memadamkan ketajaman dan membuka akal-budi kita untuk cerita-cerita tidak alkitabiah dan kisah mujizat sehari-hari yang diragukan, apa yang akan menjadi perabotan di dalam istana iman? Apa yang akan mengisi kamar-kamar akal-budi? Apa yang akan
diyakinkan dan dipercayai? Akal-budi harus senantiasa dijaga pintu masuknya dan perbekalan yang masuk diseleksi secara hati-hati. Hanya Kebenaran Allah saja yang harus dimasukkan ke dalam kamar yang terbaik dan iman akan hidup dari perbekalan tersebut. Informasi-informasi lainnya bisa masuk ke dalam kamar serba-serbi dan perikop-perikop di dalam pikiran diberi label sebagai material yang akan diperiksa, diuji dan barangkali diingat, tetapi jangan dipercaya atau diterima sebagai perkataan yang otoritatif yang dikirim oleh Allah.


Dalam metode kesembuhan kharismatik modern, iman orang yang mencari kesembuhan tidak diletakkan di dalam Firman Allah, namun di dalam pernyataan dan tuntutan si penyembuhnya. Di dalam kebaktian kesembuhan, sang penyembuh yang terkenal tersebut mengatakan bahwa anda akan disembuhkan. Ia mengatakan bahwa ia selalu melaksanakan hal tersebut.
Dia (bukan Alkitab) yang menjaminkan kesembuhan anda. Selanjutnya ia akan menyatakan telah menerima firman langsung dari Allah mengenai diri anda yang mengatakan apa yang tidak beres dalam diri anda, dan hal itulah yang akan dipulihkan. Ia menyatakan diri memiliki kuasa khusus melalui karunia pribadi, sehingga orang-orang akan jatuh ke belakang (tumbang) ketika disentuh olehnya. Ketika kebaktian kesembuhan sedang berlangsung, orang-orang di seluruh ruangan berseru dan menyatakan bahwa mereka telah dipulihkan (disembuhkan). Barangkali anda yang pernah hadir dalam kebaktian demikian yakin bahwa keberatan dan perasaan kuatir anda harus dikesampingkan sebagai hal yang memalukan. Anda telah memungkinkan diri anda terbuka, rentan dan mudah terpengaruh oleh 'berkat' dengan mengesampingkan indera rasional anda, penjaga atas pintu akal-budi anda.


Akibat dari semua ini adalah akal-budi anda diisi dengan informasi tidak alkitabiah yang mendesak keyakinan anda – yakni informasi yang diciptakan oleh si penyembuh, pernyataan-
nya, janji-nya, kuasa-nya, yang semuanya diperkuat dengan 'kata-kata pengetahuan' yang kedengaran masuk akal yang dikatakannya. Sekarang iman anda disandarkan kepada apa? Pada saat anda mencari kesembuhan, iman anda akan bersandar kepada campuran tuntutan dan pernyataan liar yang sepenuhnya manusiawi; bukan yang bersandar pada Firman Allah. Karena akal-budi merupakan tempat bersemayamnya iman, kita tidak boleh berhenti menguji dengan Firman Allah terhadap setiap pengajaran atau gagasan yang menuntut pengakuan. Indera akal-budi tidak boleh dihentikan, seperti yang diajukan oleh kharismatik, karena jika itu terjadi, maka kita akan langsung rentan terhadap kesalahan manusiawi dan kelicikan setan.



Kedewasaan Harus Menjadi Tujuan Kita


Tujuan utama kehidupan kekristenan kita adalah menyesuaikan diri kepada Kristus. Dalam Efesus 4: 13 Paulus menyatakan tujuan ini sebagai berikut: sampai kita semua telah mencapai ... pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus. Kita berusaha memperdalam karakter kita, bertumbuh di dalam kasih-karunia, bertambah-tambah kasih dan pengetahuan, dan juga ketajaman dan pertimbangan. Kita harus sepenuhnya bertumbuh dari kanak-kanak rohani menuju kedewasaan rohani. Masih juga harus dikatakan bahwa cita-cita kharismatik adalah pengabaian kedewasaan dan kembali kepada kekanak-kanakan. Pola irama musik dan tarian; tepuk tangan, informalitas penuh sukacita, kadang-kadang lelucon tanpa malu-malu yang diiringi dengan permintaan rendahan yang berasal dari pikiran, semuanya merupakan ciri-ciri perilaku yang menyenangkan anak-anak kecil, namun cenderung mempermalukan orang dewasa.


Orang dewasa merasa tidak enak bukan karena mereka tidak mau membiarkan Roh Kudus menguasai hidupnya (seperti yang dinyatakan oleh kharismatik), tetapi karena mereka merasa bahwa cara demikian bertentangan dengan dengan kedewasaan rohani.


Ketika kita berusaha semakin dekat kepada Kristus, dan menjadi serupa denganNya, kita harus bertanya – apakah Ia berperilaku seenaknya? Apakah Ia mendorong orang untuk menari dan meloncat-loncat dan berguling-guling di lantai (seperti yang dilakukan beberapa penyembuh masa kini) sebelum Ia menyembuhkan mereka? Apakah Ia menggunakan kegiatan jasmaniah yang tidak malu-malu dalam doaNya kepada Bapa? Apakah Ia membiarkan orang-orang percaya tidak sadar diri atau mendorong mereka berteriak keras mendadak, menjerit, atau mengoceh tidak karuan? Kita harus meneladani Tuhan kita. Kita sedang dalam perjalanan menuju kedewasaan Kristen. Kita diperintahkan untuk menggunakan akal-budi dewasa kita dan jangan berperilaku seperti kanak-kanak, yang kadang-kadang menggunakan pikiran mereka dan kadang-kadang tidak. Perbuatan kita harus senantiasa terkendali, tulus, peka dan berharga di hadapan Tuhan kita.


Anak-anak senang berpura-pura dan bermain bohong-bohongan. Mereka suka dongeng dan kejutan. Mereka mudah dibohongi, terbuka, percaya, dan mudah disesatkan. Tugas kita dalam perjalanan menuju ke kedewasaan Kristen dapat dilihat dengan jelas di dalam perkataan Paulus – Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu (1 Kor. 13: 11). Betapa banyaknya orang percaya yang membiarkan diri terseret kedalam pemikiran kharismatik dengan mendengarkan kisah-kisah tentang bagaimana orang yang katanya dipulihkan oleh seorang penyembuh 'berkarunia', tetapi mereka tidak bertanya – Apa kata Kitab Suci? Malangnya, hal ini merefleksikan perbedaan antara seorang kanak-kanak dengan seorang dewasa. Anak kecil terpesona dengan apa yang dilakukan tukang sulap, sebaliknya orang dewasa merasa hal-hal itu tidak selalu benar demikian, dan memakai dalil-dalil tertentu terhadap keadaan tersebut.


Kita bahkan mendengar para pelayan yang terseret ke dalam ikatan persaudaraan dan pertemuan kharismatik para gembala, dimana mereka telah mencampakkan mantel kedewasaan untuk bisa merasakan pernyataan bahwa perilaku tidak malu-malu akan melancarkan berkat Roh. Sungguh tragedi yang menyedihkan ketika sensasi emosional yang dipacu harus menggantikan tempat kuasa dan berkat asli dari Allah. Jalan menuju surga senantiasa menuju ke atas, bukan ke bawah, dan ini juga berlaku bagi kedewasaan perilaku, pengendalian rasional dan ketajaman seperti juga halnya tujuan-tujuan lain di dalam kehidupan Kristen. Paulus menekankan persoalan ini dengan mengatakan – Saudara-saudara, janganlah sama seperti anak-anak dalam pemikiranmu. ... tetapi orang dewasa dalam pemikiranmu! (1 Kor. 14: 20).


Dengan mengabaikan kewajiban kedewasaan rohani dan hukum tentang akal-budi yang benar, para pengajar kharismatik telah 'mencemplungkan' ribuan orang percaya ke dalam dasar kubangan yang kekanak-kanakan dan kepercayaan tahyul yang sebenarnya telah diangkat ke atas oleh kekristenan yang sejati. Dengan kesembuhan (yang belum tentu benar) sebagai 'bahan jualan' utamanya, kharismania memundurkan proses pendewasaan, sehingga mengubah orang kembali menjadi kanak-kanak – yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan (Efesus 4: 14).>











Readmore...