GBIA SEMARANG Headline Animator

omakase

IMAN

IMAN TIMBUL DARI PENDENGARAN, DAN PENDENGARAN AKAN FIRMAN ALLAH. TANPA IMAN YANG BENAR, MAKA MANUSIA AKAN MELAYANI ALLAH TANPA PENGERTIAN YANG BENAR. DAN HAL ITU SAMA SEKALI TIDAK MENYENANGKAN ALLAH (ROMA 10:1-3, 17)

Monday 29 December 2008

Bab 10

Hukum Akal-Sehat yang Tertib

Perjanjian Baru Menekankan Kewaspadaan, Akal-Sehat Yang Rasional



Dalam bab ini, kita merujuk kepada hukum iman Kristen yang fundamental, yaitu bahwa akal-sehat rasional kita harus selalu mengendalikan pikiran dan perbuatan kita, dan bahwa akal-sehat harus sepenuhnya tunduk kepada Firman Tuhan sebagai sumber eksklusif pengajaran yang otoritatif dari Tuhan. Revolusi kharismatik benar-benar melecehkan hukum ini, yang kita sebut hukum akal-sehat yang tertib (the law of a sound mind) , sebuah terminologi yang diambil dari perkataan Paulus di dalam 2 Tim. 1: 7 – Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban.


Kaum kharismatik menyatakan bahwa dengan mempertahankan kendali rasional atas akal-sehat dan perbuatan kita, maka kita menentang dan memadamkan pekerjaan Roh Kudus. Mereka mengatakan bahwa orang-orang percaya harus siap untuk melepaskan kendali rasional agar mereka bisa langsung dibukakan jalan kegiatan illahi, baik dalam penyembahan maupun pelayanan Kristen. John Wimber mengamati dengan prihatin bahwa – 'Takut kehilangan kendali menghantui kebanyakan orang Kristen Barat. Ia berkeras bahwa kita harus mengatasi rasa takut kita, karena kendali rasional bisa menghalangi terjadinya bahasa lidah; menghalangi sensasi ekstatik yang dirasakan di dalam penyembahan; menghambat firman Allah untuk diterima langsung ke dalam pikiran dan terjadinya peristiwa-peristiwa mujizat, seperti kesembuhan dan pemulihan.


Jika kesembuhan illahi terjadi, maka orang-orang yang berkarunia kesembuhan harus menghapuskan kendali rasional (akal sehat) dan pikiran sehat, sehingga bisa dibukakan 'firman' dari Allah, atau gambar 'TV' di dalam pikiran, yang menuntun mereka untuk mendiagnosis penyakit dan kekacauan, dan mengatakan kepada mereka apa yang Allah ingin mereka lakukan terhadap setiap penderita. Jumlah penyembuh yang meningkat terus itu mempraktekkan teknik yang membuat orang-orang sakit dalam keadaan tidak sadar, sehingga menghancurkan daya kendali akal-sehatnya. Si penderita maupun si penyembuh harus melepaskan indera rasionalnya agar bisa memperoleh suatu berkat yang dikatakan berasal dari Allah.



Kebanyakan pertemuan kharismatik kini mulai berusaha keras untuk menolong orang untuk melepaskan kendali akal-sehatnya dan bersikap sama sekali tanpa hambatan. Tujuannya adalah agar para penyembah bisa 'terbuka' menerima segala sesuatu yang terjadi, betapapun anehnya, tidak dapat dipahami atau seganjil apapun. Irama musik yang menghentak dan keras membentuk basis penyembahan, dan semua yang hadir didorong untuk bergabung dengan tangan melambai, tubuh yang berayun, kaki menghentak, dan bahkan menari dan berjingkrak-jingkrak. Kendali akal-sehat dengan cara apapun harus dihapuskan, karena apa yang terjadi tidak boleh diganggu, diuji atau dinilai oleh akal-sehat pikiran, demikian pengetahuan yang tertulis di dalam Firman Allah.


Dengan membuang hukum akal-sehat yang tertib (perlindungan yang diberikan oleh indera akal-sehat) kaum kharismatik telah membuat diri mereka sangat mudah tertipu di hadapan pengajaran sesat, hal yang dibesar-besarkan dan kebohongan. Mereka menjadi rentan, terutama dengan para dukun dan penjahat
religius, seperti yang ditunjukkan dalam krisis televisi religius Amerika pada tahun 1987 (yang dikuasai kharismatik). Emosionalisme merajalela di antara mereka, dan oleh karena semuanya bebas untuk melakukan apa yang kelihatannya baik dalam pandangan mereka sendiri, maka ketiadaan hukum rohani yang serius semakin meluas. Hal tersebut merupakan akibat yang tak terelakkan karena mengesampingkan standar obyektif Firman Allah, indera pertimbangan dan daya pengendalian diri, yang semuanya harus digunakan dengan akal-sehat yang aman.


Jelas bahwa jika pengajaran injili tradisional yang alkitabiah yang menekankan bahwa indera rasional harus tetap dalam keadaan sadar sepanjang hari, maka seluruh kancah kharismatik dengan berat tidak akan berfungsi dan bertentangan dengan kehendak Allah yang telah dinyatakan. Dapatkah standar tradisional dibuktikan dengan Kitab Suci? Fakta yang tidak dapat dibantah adalah bahwa Alkitab penuh dengan perikop yang dengan pasti menyatakan bahwa kewajiban kita adalah mempertahankan pengendalian yang tegas atas akal-sehat di dalam semua penyembahan kita dan kegiatan rohani lainnya. Begitu banyaknya dan demikian tegasnya perintah-perintah tersebut mengenai pengaruh ini, sehingga sulit dipercaya jika orang-orang Kristen dewasa masih bisa terpedaya ke dalam jalur kharismatik, yang mengatakan bahwa pengendalian akal-sehat merupakan penghalang kehidupan yang dipenuhi Roh. Kita akan meninjau sejumlah besar ayat 'yang tidak bisa dibantah' yang menegaskan hukum akal-sehat yang tertib, dan kemudian mempertimbangkan beberapa alasan mengapa mempertahankan akal-sehat yang rasional dan aman demikian kuat dan terus-menerus diperintahkan di dalam Alkitab.


  1. Kata-kata Mengenai Pikiran Yang Sehat


    Kelompok ayat pertama yang akan dipertimbangkan mengandung kata Yunani sophron, yang di dalam Authorized Version (AV) biasanya diterjemahkan dengan waras, kadang-kadang kepala dingin, dan satu kali bijaksana/berhati-hati. Kata Yunani berasal dari sozo (menyelamatkan/memelihara) dan phren (akal-sehat), dan secara literal berarti pikiran yang sehat. Karena itu, waras (seperti yang digunakan di dalam AV) umumnya berarti dalam keadaan pikiran yang sehat, dapat mengendalikan diri, rasional dan bijak. Kita dapat melihat bahwa Paulus menggunakan kata ini untuk mengutuk bagian pokok pemikiran kharismatik – yang mengatakan bahwa pengendalian rasional harus sering ditinggalkan agar bisa memperoleh berkat rohani.


    Di dalam 1 Tim. 3: 2 Paulus menyatakan bahwa penilik jemaat haruslah orang yang senantiasa memelihara kewaspadaan indera rasionalnya dan terkendali. Ia mengatakan -- ... penilik jemaat haruslah seorang yang ... dapat menahan diri [PIKIRAN SEHAT; MENGENDALIKAN DIRI], bijaksana, sopan [TERTIB]. Pikiran sehat yang menjadi syarat seorang penilik ditekankan oleh kata Yunani yang diterjemahkan dengan tertib, atau sesuai aturan (well ordered). William Hendriksen menunjukkan bahwa pengaruh dari kata-kata tersebut adalah bahwa para penilik jemaat (penatua) harus senantiasa 'layak, seimbang, tenang, waspada, teguh dan bijaksana.' Apakah hal ini memberikan keleluasaan kepada mereka untuk sengaja meninggalkan pengendalian akal-sehat? Tentu saja tidak! NIV menerjemahkan persyaratan penilik jemaat itu dengan kepala dingin/tenang/sabar/tidak memihak (temperate), menguasai diri (self-controlled), terhormat/terpandang (respectable) dan NASB memasukkan – bijaksana (prudent). Seorang penilik jemaat haruslah seorang pribadi yang bijaksana, cerdas, berpikiran baik, dan diberkati dengan kecerdasan dan ketajaman rohani.


    Di dalam Titus 1: 8 Paulus mengulangi kualifikasi penilik jemaat dengan kembali menggunakan kata Yunani yang berarti berpikiran sehat. (AV menerjemahkannya: bijaksana [sober], NIV: menguasai
    diri [self-controlled], NASB: berpikiran sehat [sensible]. Dalam Titus 2: 2 Paulus mengembangkan standar ini kepada semua orang yang lebih tua, dengan memerintahkan bahwa mereka seharusnya bijaksana atau berpikiran sehat. Agar kita tidak mengira bahwa akal-sehat yang dimaksudkan ini hanya diperuntukkan kepada orang-orang yang memegang jabatan dan orang-orang tua, Paulus kemudian melanjutkan perintah bahwa hal yang sama juga berlaku bagi perempuan-perempuan tua , dan – dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda... hidup bijaksana (Titus 2: 4-5). Perempuan-perempuan muda juga harus diajar untuk berpikiran sehat ( bijaksana dalam terjemahan AV), mempertahankan penguasaan diri, baik secara mental maupun emosi.


    Dalam Titus 2: 6 Paulus mengembangkan patokan itu lebih lanjut dengan mengatakan kepada Titus, Demikian juga orang-orang muda; nasehatilah mereka supaya mereka menguasai diri dalam

    segala hal. Penerjemah lain menggunakan: penguasaan-diri [self-controlled], berpikiran sehat [sensible], bijaksana [prudent]. (Kata asli Yunani yang dimaksud disini adalah sophroneo – dalam keadaan berpikiran benar; rasional dan berpikiran sehat.) Bagaimana mungkin orang bisa dengan sengaja menyamakan perintah ini dengan melepaskan pengendalian bicara, atau menyerahkan diri ke dalam keadaan tidak sadar atau menyebabkan diri 'berkhayal' di dalam ekstasi emosional?


    Kata yang sama digunakan oleh Petrus di dalam perintah dan instruksinya tentang doa yang sejati: Karena itu kuasailah dirimu [BERPIKIRAN SEHAT; RASIONAL] dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa (1 Ptr. 4: 7). Karena itu NIV menerjemahkan: Karena itu berakal-sehatlah dan kuasailah dirimu, supaya kamu dapat berdoa [Therefore be clear minded and self-controlled so that you can pray]. Apakah ayat ini kedengaran seperti sebuah izin untuk berdoa dalam bahasa lidah, atau berdoa untuk menanggapi penampakan liar dan perintah-perintah aneh yang diperkirakan terbersit ke dalam pikiran? Doa, menurut Kitab Suci, merupakan sebuah kegiatan pikiran (akal-sehat) yang terkendali dan rasional yang berseru memohon berkat kepada Allah di dalam iman.


    Bentuk lain dari terminologi akal-sehat muncul di dalam Titus 2: 12 – Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini. Disini, kata bijaksana atau berakal-sehat (Yunani: sophronos) mengindikasikan menahan diri. Indera rasional adalah ditujukan untuk memelihara pengendalian terhadap segala hasrat, pikiran dan napsu kita. Allah memanggil orang-orang tebusan untuk menyembahNya, yang menghampiri hadiratNya dengan indera dan perasaan yang sepenuhnya terkendali. Tentu saja Roh akan mengangkat kita ke dalam ketinggian kasih rohani dan penyembahan, tetapi kita sama sekali tidak boleh melepaskan penguasaan diri kita. Sebagai manusia yang mengemban citraNya, kita harus menyembah Allah!


    Terjemahan lain memberi makna bijaksana dalam teks ini dengan terminologi alternatif berikut: pantas (sensibly); dapat mengendalikan diri; dengan penguasaan diri. Kelompok kata yang berakar kata sophron semuanya mengandung unsur-unsur yang sama – akal-sehat yang tertib (atau terkendali atau terkekang). Jadi setiap orang yang disinggung dalam ayat-ayat yang dikutip tersebut bersaksi dengan kuasa penuh tentang hal utama mengenai indera rasional yang selalu sadar dan aktif di dalam kehidupan orang percaya.


  2. Kata-kata Mengenai Penguasaan Diri


    Kelompok kata Yunani sangat penting lainnya menegaskan sangat perlunya orang percaya memelihara penguasaan akal-sehat dengan sadar atas semua pikiran, perkataan dan perbuatannya. Kelompok kata ini mencakup kata kerja, kata benda dan kata sifat yang ditarik dari kata kratos, yang berarti kekuatan, daya/kuasa atau berkuasa. Semua perkataan ini mengindikasikan penguasaan diri.


    Kata kerja enkrateuo digunakan Paulus dalam 1 Kor. 9: 25 ketika bicara tentang penguasaan diri yang keras yang merupakan hal yang utama dalam kehidupan orang Kristen: Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal... Terjemahan NASB mengatakan – melakukan penguasaan diri dalam segala hal. Atlit merupakan gambaran yang sempurna untuk orang Kristen. Mereka tidak pernah melepaskan penguasaan rasionalnya untuk tunduk kepada napsu makan atau bermalas-malasan ataupun meninggalkan program yang sudah dirancang. Bentuk kata benda dari kata ini muncul di dalam dua perikop kunci tentang pengudusan. Dalam Gal. 5: 23 sifat kekuatan rasional atau penguasaan diri ini disebutkan sebagai bagian dari buah Roh – penguasaan diri. (Versi modern kebanyakan menyebutnya 'penguasaan diri'.)


    Dalam 2 Ptr. 1: 5-6 penguasaan diri muncul dalam rangkaian kehidupan saleh yang sudah tidak asing lagi. Petrus mengatakan – Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, dan kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan. Sekali lagi ditegaskan bahwa orang-orang percaya harus selalu berada dalam penguasaan panca indera mereka. Penguasaan akal-sehat yang ketat tidak boleh dimatikan atau dilangkahi karena ia merupakan hal yang utama di dalam perjalanan kekudusan.


    Kata sifat penguasaan diri muncul di dalam Titus 1: 8-9. Kita telah mencatat bahwa penilik jemaat harus bijaksana atau berakal-sehat, namun Paulus juga mengatakan bahwa mereka harus – menguasai

    diri dan berpegang kepada perkataan yang benar, yang sesuai dengan ajaran yang sehat, supaya ia sanggup menasehati orang berdasarkan ajaran itu dan sanggup meyakinkan penentang-penentangnya. Ia tidak perlu tidak sadarkan diri ataupun mengharapkan komunikasi langsung dari Allah dengan cara mendapat kata-kata hikmat atau pengetahuan. Ia harus memelihara penguasaan akal-budi, pikiran rasional dan tetap tinggal di dalam Firman Tuhan yang diteruskan generasi apostolik kepadanya. Ia tidak boleh menambahinya, ia hanya perlu mengajarkannya. Sehingga dengan ajaran yang sehat, ia meyakinkan mereka yang menentangnya. Kata-kata tersebut sungguh amat mendakwa orang-orang yang telah memperkenalkan ajaran-ajaran (doktrin) yang ekstrim dan liar yang mereka nyatakan mereka terima dari penampakan, mimpi dan kerasukan, sementara fungsi akal-sehat mereka dibuang.


    Kata kerja Yunani phroneo (berpikir) merupakan kata lain yang mengindikasikan peran akal-sehat pengendali kehidupan kita. Kata itu 'mengimplikasikan kepentingan atau refleksi moral, bukan hanya sekedar pemikiran atau pendapat yang tidak berdasar' (Vine). Ia berbicara tentang akal-sehat (dan perasaan) langsung, bukan akal-sehat sebagai wadah pasif yang hanya menerima informasi dan kesan. Kata kerja phroneo sering digunakan Paulus ketika menasehatkan kita untuk menggunakan akal-sehat dengan aktif, hati-hati, terkendali terhadap hal-hal rohani. Dengan membatasi hanya pada satu contoh saja, kita memilih Kolose 3: 2 (terjemahan Bahasa Indonesia LAI) – Pikirkanlah [phroneo – akal-sehat/pikiran] perkara yang di atas, bukan yang di bumi. [KJV: Set your mind on things above, not on things on the earth]. NIV dan NASB sama-sama menerjemahkan makna tersebut dengan – akal-sehat/pikiran (mind), bukan dengan kata kasih (affection ), dan MLB mengartikannya dengan – 'gunakanlah akal-sehatmu' – gunakanlah merupakan kata operatif.1


    Pikiran (akal-sehat) orang-orang percaya harus selalu aktif dalam menilai dan melihat pengaruh-pengaruh yang terus menyerang, dan juga dalam menentukan dan menunjukkan perkataan dan perbuataan mereka. Ketetapan Perjanjian Baru bukanlah ketetapan yang membuang atau mengabaikan akal-sehat, namun ketetapan yang menyucikan , mengaktifkan dan menyehatkan akal-sehat.


  1. Kata Yang Selalu Mengingatkan


    Kata lain yang mengajarkan keutamaan akal-sehat yang rasional adalah nepho, biasanya diterjemahkan dengan sadar di dalam AV. Kata itu sesungguhnya berarti – bebas dari pengaruh alkohol – tetapi di dalam Perjanjian Baru jelas kata itu mempunyai makna kiasan, yang mengindikasikan bahwa akal-sehat harus jernih dan waspada, sehingga kita bisa mengetahui pencobaan atau pengajaran sesat. Di dalam 1 Tes. 5: 6 Paulus mengatakan – Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar [waspada]. Setiap orang setuju bahwa ini merupakan sebuah kiasan atas kata sadar, dan bahwa Paulus disini mendorong kita agar waspada dan sepenuhnya menguasai indera rasional kita.


    Dalam 1 Ptr. 1: 13 kata itu digunakan dalam hal yang sama dan juga di dalam 1 Ptr. 5: 8-9 – Sadarlah [waspada] dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh. Standar Alkitab yang kerapkali diulang adalah – jangan pernah mematikan indera rasional, pikiran dan ketajamannya.


  2. Kata-kata Mengenai Pikiran, Ketajaman dan Terarah


    Masih ada satu kata Yunani lagi untuk akal-sehat (pikiran) atau pengertian (pemahaman), yaitu dianoia, yang secara sangat khusus merujuk kepada penggunaan atau akal-sehat yang berpikir. Kata tersebut secara tepat berarti – suatu hasil pemikiran atau suatu pemikiran yang dalam. Istilah ini – akal-sehat yang berpikir – muncul dua kali dalam Surat Petrus. Di dalam 1 Ptr. 1: 13-14 kita baca: Sebab itu siapkanlah akal-budimu [AKAL-SEHAT YANG BERPIKIR] ... sebagai anak-anak yang taat ... Dalam 2 Ptr. 3: 1-2 kita baca: Saudara-saudara yang kekasih, ini sudah surat yang kedua, yang kutulis kepadamu. Di dalam kedua surat itu aku berusaha menghidupkan pengertian yang murni [AKAL-SEHAT YANG BERPIKIR] oleh peringatan-peringatan, supaya kamu mengingat akan perkataan yang dahulu telah diucapkan oleh nabi-nabi kudus dan mengingat akan perintah Tuhan dan Juruselamat yang telah disampaikan oleh rasul-rasulmu kepadamu.


    Petrus tidak mengatakan bahwa kita akan mendapat penampakan-penampakan atau kata-kata pengetahuan yang masuk ke dalam pikiran kita, tetapi bahwa pertumbuhan rohani kita tergantung kepada pembelajaran yang dalam atas firman yang diinspirasikan melalui nabi-nabi dan rasul-rasul Tuhan. Prinsipnya jelas – Allah berfirman di dalam Alkitab yang disalurkan melalui akal-budi rasional kita. Akal-sehat juga tetap bekerja di dalam segala persekutuan kita dengan Tuhan, karena Yohanes menyatakan – Akan tetapi kita tahu, bahwa Anak Allah telah datang dan telah mengaruniakan pengertian [AKAL-SEHAT YANG BERPIKIR] kepada kita, supaya kita mengenal Yang Benar...(1 Yoh. 5: 20).


    Lukas mencatat bagaimana Tuhan memberikan instruksi kepada murid-muridNya sebelum terangkat ke surga: Lalu Ia membuka pikiran [nous – AKAL-SEHAT] mereka, sehingga mereka mengerti Kitab Suci (Luk. 24: 45). Ini pernah menjadi pola untuk semua komunikasi Kebenaran illahi sebelum Perjanjian Baru sempurna. Kata untuk akal-sehat ini (nous) digambarkan Vine sebagai 'pusat kesadaran pemikiran, yang terdiri dari indera-indera penglihatan (persepsi) dan pengertian serta hal-hal yang berhubungan dengan perasaan, pertimbangan dan mengambil keputusan'. Paulus berkata – Aku akan berdoa dengan rohku, tetapi aku akan berdoa juga dengan akal budiku [nous]; aku akan menyanyi dan memuji dengan rohku, tetapi aku akan menyanyi dan memuji juga dengan akal budiku (1 Kor. 14: 15).


    Dari ayat-ayat tersebut kita mendapatkan bahwa kesadaran, indera rasional itu penting, karena roh (yaitu kehidupan rohani) di dalam orang percaya berfungsi dan menyatakan dirinya melalui indera ini. Jika akal-sehat rasional dimatikan, maka bukan lagi roh orang itu yang menyatakan dirinya, melainkan hanya emosinya saja.2


    Kata Yunani logizomai berarti berpendapat, memperkirakan, menghitung, atau menilai. Dalam 1 Kor. 13: 11 Paulus mengatakan – Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir [berpendapat] seperti kanak-kanak. Sekarang setelah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu. Orang Kristen dewasa senantiasa hanya menaksir dan menilai dengan indera rasional berdasarkan sudut pandang Alkitab saja. Jika kita membiarkan diri terpikat oleh suasana yang dikobarkan di dalam pertemuan-pertemuan kharismatik (biasanya dengan menggunakan cara emosional dan musik), maka kita tidak tunduk kepada Allah, sehingga kita tidak bisa berpendapat atau menilai, dan hanya akan terseret bersama arus gagasan dan penonjolan yang tidak alkitabiah.


    Kata Yunani suniemi berarti mengerti/memahami. Kata ini digunakan sebagai kiasan di dalam Perjanjian Baru untuk melukiskan proses pemahaman/pengertian rohani. Jika orang memahami dan merasakan makna sebuah perumpamaan, maka kata ini digunakan. Misalnya, dalam Matius 13: 51 Yesus bertanya kepada murid-murid, Mengertikah [suniemi – mengerti/memahami] kamu semuanya itu?


    Paulus mengingatkan Timotius bahwa dengan mempelajari firman yang diinspirasikanlah (seperti Paulus sendiri), ia akan memenuhi persyaratan pemahaman ini di dalam segala sesuatu yang ingin ia ketahui. 2 Tim. 2: 7 tertulis – Perhatikanlah apa yang kukatakan; Tuhan akan memberi kepadamu pengertian [pemahaman] dalam segala sesuatu.3
    Timotius tidak dijanjikan sesuatu cara untuk memperoleh pengetahuan illahi selain dari mempergunakan akal-sehatnya untuk mempelajari tulisan yang diinspirasikan, yang baik bagi segala
    sesuatu. Dalam Kol. 2: 2 Paulus mengindikasikan bahwa kepastian itu mengalir dari pengertian yang mendalam terhadap Firman. Kaum kharismatik mencari

    kepastian dari tanda-tanda dan mujizat, serta pengalaman-pengalaman yang aneh, tetapi Paulus berkata – supaya hati mereka terhibur... sehingga mereka memperoleh segala kekayaan dan keyakinan pengertian [pemahaman]. Dalam Kol. 1: 9-10 ia berdoa untuk mereka – supaya kamu menerima segala hikmat dan pengertian [pemahaman] yang benar, untuk mengetahui kehendak Tuhan dengan sempurna... bertumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah...


Selalu Menguasai Diri


Perjanjian Baru penuh dengan peringatan untuk berpikir secara sehat, sehingga jelas tidak mungkin dikatakan kita menghakimi mereka secara sempit. Kita bisa mempertimbangkan Roma 12: 2 –
Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. Akal-budi yang sehat, benar, dan cerdas semuanya diperlukan untuk menilai dan memahami segala hal rohani dari Allah yang diperuntukkan bagi orang percaya.


Dalam Filipi 4: 7-9
akal-budi orang-orang percaya (demikian juga hati mereka) dipelihara oleh Allah sepanjang mereka mewaspadai dan siap sedia menguji segala sesuatu. Sehingga Paulus menasehatkan – jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semua itu. Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu.


Peran indera rasional yang senantiasa sadar sekali lagi ditegaskan oleh Paulus di dalam 2 Kor. 10: 5, yaitu sebuah ayat yang sangat mengutuk pikiran tak terkendali yang bebas terbuka, yang merupakan ciri khas eksperimentasi kharismatik:
Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus.


Standar yang sama selalu berlaku bagi orang percaya sejati, seperti perkataan Daud di dalam Mazmur 32: 9 – Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak berakal, yang kegarangannya harus dikendalikan dengan tali les dan kekang, kalau tidak ia tidak akan mendekati engkau. Disini kata berakal berarti – membedakan atau memilah didalam pikiran; cekatan dalam berpikir; hati-hati dan bijak.


Allah yang sejati tidak memberikan kita roh (yakni watak atau sikap) ketakutan – melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban (2 Tim 1: 7). Dalam ayat ini kata Yunani untuk ketertiban [sound mind] adalah sophronismos yang berarti penguasaan diri atau pikiran (akal-sehat) yang tertib (disiplin). Ketiga watak atau sikap tersebut semuanya penting dan berharga bagi kita sebagai orang percaya – kekuatan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menyempurnakan hal-hal besar di dalam namaNya; kapasitas kasih dan ketertiban yang mengendalikan dan mengatur segala pikiran dan perbuatan kita. Watak dan sikap yang dihasilkan oleh metode kesembuhan kharismatik masa kini adalah suatu watak pengabaian dan petualangan rohani yang sungguh bertentangan dengan roh ketertiban yang diperintahkan Alkitab. Menimbang dan menguji dengan pikiran rasional dan pikiran yang diterangi sebagai satu-satunya otoritas, namun dengan mengabaikan Kitab Suci, para penyembuh kharismatik itu telah menempatkan diri ke dalam kekuasaan suatu pengaruh lain, yang berkisar dari imajinasi murni manusia sampai kepada pengaruh roh jahat.


Dijadikan Sesuai Rupa Dan Gambar Allah


Alasan utama Alkitab menekankan untuk memelihara penguasaan rasional (akal-sehat), karena akal-sehat merupakan indera yang berada diatas segala-galanya yang membedakan umat manusia sebagai makhluk yang diciptakan sesuai gambar Allah. Status kita sebagai pengemban rupa dan gambar Allah diungkapkan di dalam Kej. 1: 26 – Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ... seluruh... di bumi. Anugerah akal-budi merupakan indera yang tertinggi

dan paling mulia – yakni kemampuan untuk berpikir, membedakan dan menimbang segala sesuatu secara rasional, bijaksana, logis, dan teratur. Memang, ketika manusia pertama kali diciptakan, ia adalah pengemban rupa dan gambar Allah yang lebih mulia dibandingkan sekarang. Jelas kita telah kehilangan kekudusan orisinil dan hubungan harmonis rohani yang unik dengan Allah. Di taman Eden nenek-moyang pertama kita dapat mendengar langsung suara Allah, dan berbicara denganNya seperti kita kini berbicara satu dengan lainnya. Namun gambar dan rupa itu kini telah sangat ternoda karena Kejatuhan, namun umat manusia masih mencerminkan Sang Pencipta yang memiliki kesadaran moral, jiwa yang kekal, dan indera akal-budi serta pikiran rasional.


Tujuan utama manusia adalah memuliakan Allah dan menyenangkan Dia selamanya, dan kita harus memuliakan Dia sebagai pengemban rupa dan gambarNya, bukan sebagai binatang yang kasar. Allah tidak memanggil kerajaan binatang untuk menyerukan namaNya, menghargai sifat-sifatNya dan melayani Dia dengan segenap hati dan pikiran mereka. Ia hanya memanggil pengemban rupa dan gambarNya untuk pekerjaan istimewa dan mulia ini. Ia memanggil mereka yang memiliki indera rasional dan pikiran, dan yang mau menggunakannya untuk membina pernyataan syukur, kasih dan pujian yang tulus.


Manusia, laki-laki maupun wanita yang jauh dari Allah kerapkali berusaha menekan anugerah alami tertinggi ini dan melarikan diri sementara ke dalam alam dasar, emosi hewani. Mabuk berat membuka kesempatan untuk mematikan rasa dan menumpulkan perasaan yang lebih tinggi, sehingga keinginan-keinginan yang lebih rendah dapat muncul. Kemabukan merupakan suatu pengabaian akal-sehat jangka pendek; sebuah pelepasan status pengemban rupa dan gambar Allah; sebuah hasrat untuk membuang – setidaknya untuk sesaat – indera akal-sehat. Sehubungan dengan fenomena kemabukan itu, kita harus menghimbau orang-orang yang mendukung gagasan kharismatik untuk mempertimbangkan apa yang sedang mereka lakukan. Maksud dan tujuan yang paling utama dari kemabukan tanpa sadar ditanggung oleh kaum kharismatik ketika mereka mengabaikan penguasaan akal-sehat mereka dan meluncurkan diri mereka seperti peselancar di atas gelombang emosi, ekstasi, ocehan yang tidak disadari, kesan-kesan sembarangan, penampakan, halusinasi, pesan-pesan di dalam kepala, fantasi fiksi, dan seterusnya.


Kegiatan rohani yang asli sangat bertentangan dengan kemabukan, seperti yang diindikasikan oleh Paulus di dalam Efesus 5: 18 – Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa napsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh. Dipenuhi Roh tidak menyebabkan suatu kemungkinan, atau bentuk kemabukan emosional yang bebas alkohol! Tidak ada peluang bagi pengertian yang lebih tinggi (akal-sehat dan pikiran) menjadi tumpul atau redup, sehingga rupa dan gambar illahi di dalam diri kita ditekan atau dilangkahi. Hal ini sangat bertentangan, karena oleh berkat Roh, akal-budi kita dianugerahkan intelijensi yang jauh lebih besar untuk memahami lebarnya dan panjangnya dan dalamnya dan tingginya, dan untuk mengenal kasih Kristus melalui pengetahuan. Pujian kita adalah bagi segala yang lebih bernilai, karena ia datang dari orang-orang yang menguasai pikirannya; yang secara sadar dan berakal-budi mengarahkan perasaan penyembahan yang dirasakan dengan tulus dan mendalam kepada Allah dan Raja mereka.


Karena akal-budi merupakan rupa dan gambar illahi di dalam diri kita, maka akal-budi memegang peran utama dan aktif di dalam segala permasalahan kita sepanjang waktu. Tuhan Yesus Kristus menyatakan: Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu (Mat. 22: 37). Kita tidak boleh lagi mematikan aktivitas pemikiran dan penguasaan akal-budi kita, demikian juga kasih dari dalam hati kita. Perbuatan tersebut merupakan suatu pemberontakan yang membuat kita membenci Tuhan. Karena kita adalah pengemban rupa dan gambar illahi, bukan binatang, maka kita boleh mengabaikan indera rasional atau membiarkan diri kita kehilangan kontak dengan kenyataan. Kita tidak boleh melakukan sesuatu yang menghalangi kegiatan indera yang berharga ini. Kita tidak boleh membuat indera tersebut menjadi tidak sensitif dengan minum, dalam keadaan tidak sadar, dengan sengaja menyerahkan diri kepada bahasa lidah (glossolalia), atau dengan suatu cara apapun.



Kita tidak boleh mematikan indera rasional dengan tujuan untuk mengalami perjalanan emosional (meski hal ini secara salah dinamakan penyembahan) atau membiarkan diri kita 'dilambungkan' oleh musik rock Gospel, atau menelan bulat-bulat cerita yang dilebih-lebihkan oleh para pengerja-mujizat kharismatik masa kini. Lambat-laun jutaan manusia akan terbujuk untuk menyingkirkan indera akal-budinya dan menelan kebohongan dongeng yang berasal dari Romawi abad pertengahan, dan kecenderungan yang sama ini kini muncul kembali ditengah-tengah evangelisme kharismatik.


Akal-sehat (Pikiran) Merupakan Organ Ketaatan


Keutamaan vital akal-budi rasional juga sangat jelas dilihat dari fakta bahwa ia merupakan organ tubuh yang kita gunakan untuk mendengar, mengerti dan menaati kehendak Allah seperti yang diungkapkan di dalam Alkitab. Ketika akal-budi diperbaharui dan diterangi (illuminated) oleh Roh Kudus pada saat pertobatan, kita dimampukan untuk menerima Firman Allah dan untuk memahaminya dengan iman. Kemudian – kata Berkhof – 'Dengan menggunakan akal-sehat manusia yang terpelihara, manusia berusaha sedapat mungkin mempelajari Firman Allah, di bawah tuntunan Roh Kudus, sehingga menghasilkan pengetahuan tentang Allah yang semakin bertambah.'


Alkitab adalah satu-satunya Firman Allah; ia merupakan wahyu yang sempurna dan sudah cukup untuk segala kebutuhan rohani. Allah menganugerahkan semua Kebenaran itu kepada generasi para rasul (Yoh. 14: 26 dan 16: 13-15). Alkitab yang sempurna sepenuhnya memperlengkapi umat Allah, sehingga tidak ada doktrin atau perintah yang belum kita terima yang tidak ada di dalam Kitab Suci (2 Tim. 3: 16-17).


Alkitab ini harus dipelajari dengan tekun dengan akal-budi rasional kita, karena ini merupakan satu-satunya cara dimana Kristus berbicara kepada kita secara otoritatif sampai Ia datang kembali. Memang benar bahwa ada sejumlah cara yang terjadi sekali-sekali dan merupakan pengecualian yang digunakan Allah untuk menyentuh hati umatNya, namun penuntun dan pengajaran otoritatif hanya datang dari FirmanNya. Seperti yang telah kita jelaskan di tempat lain, Roh Kudus kerapkali mendorong kesadaran kita dan menyentak ingatan kita, menggerakkan kita untuk mengakui dosa kita atau melaksanakan kewajiban yang terabaikan. Dalam kelembutanNya Ia akan menolong kita berpikir jernih dan secara alkitabiah melewati masa-masa yang sulit, namun Ia tidak akan memberikan kita wahyu yang melangkahi proses pembelajaran FirmanNya.


Ketika kita melayani Allah, Ia bisa menjadi Penulis tak kelihatan atas pelbagai gagasan yang kita jadikan penuntun untuk melaksanakan sesuatu dengan lebih efektif. Karena itu, jika akal-budi jika menjadi subur dan produktif , jelas kita akan menaikkan segala kemuliaan kepadaNya. Tetapi oleh karena kita bisa membedakan mana yang merupakan aktivitas yang didorong oleh Allah kedalam akal-budi kita dan mana yang merupakan imajinasi kita sendiri, maka tidak boleh ada gagasan yang otoritatif, dan kita tidak boleh mengatakan, 'Tuhan, katakan kepadaku, sehingga aku akan melakukannya.' Segala hasil pemikiran kita harus dengan rendah hati dibawa ke dalam prinsip-prinsip penuntun tertinggi yang diberikan di dalam Alkitab seperti yang telah diperintahkan
Allah.


Orang yang membiarkan diri bebas disetir oleh mimpi siang hari (yang menyatakan) menjadi suara Allah, merupakan suatu tindakan pelanggaran berat terhadap hukum tentang akal-sehat yang benar. Bagaimana mereka bisa yakin bahwa 'pesan-pesan' yang mereka terima itu bukannya hasil imajinasi mereka sendiri? Ada yang mendapat penampakan yang terperinci, namun bagaimana mereka tahu bahwa itu bukan halusinasi? Allah yang mahakuasa telah berfirman bahwa Ia tidak akan menempatkan laki-laki maupun perempuan ke dalam keadaan tidak mengetahui apakah pikiran dan mimpi mereka dari surga atau apakah semua itu hanya sekedar hasil pemikiran yang sembarangan. Ia sengaja menyatakan bahwa Ia hanya akan berbicara doktrin dan perintah-perintah otoritatif dengan FirmanNya, dan Ia telah memerintahkan agar kita menguasai akal-budi kita sendiri ketika kita belajar.


Allah yang menciptakan anugerah akal-budi, memuliakannya, memperbaharuinya, meneguhkannya, dan Ia telah memerintahkan kita untuk memelihara agar indera ini tetap waspada, dalam penguasaan, dan hanya mematuhi kepada pengajaran Alkitab. Karena itu, jika ada suatu metode kesembuhan baru lahir di dalam pikiran seseorang yang mengatakan bahwa Allah memerintahkannya di dalam sebuah penampakan, atau di dalam suatu 'perkataan pengetahuan', maka kecurigaan kita harus bangkit. Apakah Allah, pada akhirnya, gagal menggenapkan Alkitab? Apakah metode itu dikemukakan di dalam Alkitab? Penyembuh yang dipersoalkan itu mungkin kelihatannya mendapatkan hasil yang mengesankan, dan fans yang rentan boleh saja mengatakan bahwa mereka merasakan kehadiran Roh Allah di dalam kebaktian-kebaktiannya, tetapi tugas utama akal-sehat rasional kita adalah bertanya – Apa kata Kitab Suci? Jika tidak konsisten dengan pengajaran Alkitab yang jernih dan jelas, maka itu bukanlah kehendak Allah. Paling banter hal itu akan menjadi sebuah kesalahan berat dari orang yang bermaksud baik yang ingin mengoreksi; paling jeleknya, hal tersebut akan merupakan rekayasa yang disengaja oleh seseorang yang bersifat keduniawian, meninggikan diri dan fasik.


Karena akal-budi merupakan organ untuk mendengar dan memahami kehendak Allah yang penting seperti yang diungkapkan di dalam Alkitab, maka ia harus selalu waspada pada saat kebaktian dan dalam penyembahan orang Kristen. Mematikan pengendalian rasional berarti memutuskan jalur komunikasi kita dengan kehendak Allah.


Akal-budi Merupakan Istana Iman


Akal-budi atau indera rasional juga sangat penting bagi kehidupan kekristenan kita, karena ia merupakan tempat atau istana
iman. Iman merupakan sesuatu yang kita dapatkan ketika, oleh kemurahan Allah, akal-budi sepenuhnya diyakinkan oleh firman Allah. Kita percaya kepada pengajaran itu, catatan tentang karya penebusan Kristus, dan janji Allah yang mulia. Oleh karena dengan akal-budi kita telah menerima janji, maka kita dapat menyandarkan iman kita kepadanya. Iman kita tergantung kepada indera akal-sehat yang diterangi oleh Allah dan diyakinkan oleh FirmanNya.Kata Perjanjian Baru untuk iman berarti – diyakinkan; percaya. Jelaslah bahwa kita hanya bisa diyakinkan atau percaya jika akal-sehat kita secara sadar berfungsi dan terbuka bagi Firman Allah. Karena itu mematikan akal-sehat berarti meruntuhkan iman.


Jika kita memadamkan ketajaman dan membuka akal-budi kita untuk cerita-cerita tidak alkitabiah dan kisah mujizat sehari-hari yang diragukan, apa yang akan menjadi perabotan di dalam istana iman? Apa yang akan mengisi kamar-kamar akal-budi? Apa yang akan
diyakinkan dan dipercayai? Akal-budi harus senantiasa dijaga pintu masuknya dan perbekalan yang masuk diseleksi secara hati-hati. Hanya Kebenaran Allah saja yang harus dimasukkan ke dalam kamar yang terbaik dan iman akan hidup dari perbekalan tersebut. Informasi-informasi lainnya bisa masuk ke dalam kamar serba-serbi dan perikop-perikop di dalam pikiran diberi label sebagai material yang akan diperiksa, diuji dan barangkali diingat, tetapi jangan dipercaya atau diterima sebagai perkataan yang otoritatif yang dikirim oleh Allah.


Dalam metode kesembuhan kharismatik modern, iman orang yang mencari kesembuhan tidak diletakkan di dalam Firman Allah, namun di dalam pernyataan dan tuntutan si penyembuhnya. Di dalam kebaktian kesembuhan, sang penyembuh yang terkenal tersebut mengatakan bahwa anda akan disembuhkan. Ia mengatakan bahwa ia selalu melaksanakan hal tersebut.
Dia (bukan Alkitab) yang menjaminkan kesembuhan anda. Selanjutnya ia akan menyatakan telah menerima firman langsung dari Allah mengenai diri anda yang mengatakan apa yang tidak beres dalam diri anda, dan hal itulah yang akan dipulihkan. Ia menyatakan diri memiliki kuasa khusus melalui karunia pribadi, sehingga orang-orang akan jatuh ke belakang (tumbang) ketika disentuh olehnya. Ketika kebaktian kesembuhan sedang berlangsung, orang-orang di seluruh ruangan berseru dan menyatakan bahwa mereka telah dipulihkan (disembuhkan). Barangkali anda yang pernah hadir dalam kebaktian demikian yakin bahwa keberatan dan perasaan kuatir anda harus dikesampingkan sebagai hal yang memalukan. Anda telah memungkinkan diri anda terbuka, rentan dan mudah terpengaruh oleh 'berkat' dengan mengesampingkan indera rasional anda, penjaga atas pintu akal-budi anda.


Akibat dari semua ini adalah akal-budi anda diisi dengan informasi tidak alkitabiah yang mendesak keyakinan anda – yakni informasi yang diciptakan oleh si penyembuh, pernyataan-
nya, janji-nya, kuasa-nya, yang semuanya diperkuat dengan 'kata-kata pengetahuan' yang kedengaran masuk akal yang dikatakannya. Sekarang iman anda disandarkan kepada apa? Pada saat anda mencari kesembuhan, iman anda akan bersandar kepada campuran tuntutan dan pernyataan liar yang sepenuhnya manusiawi; bukan yang bersandar pada Firman Allah. Karena akal-budi merupakan tempat bersemayamnya iman, kita tidak boleh berhenti menguji dengan Firman Allah terhadap setiap pengajaran atau gagasan yang menuntut pengakuan. Indera akal-budi tidak boleh dihentikan, seperti yang diajukan oleh kharismatik, karena jika itu terjadi, maka kita akan langsung rentan terhadap kesalahan manusiawi dan kelicikan setan.



Kedewasaan Harus Menjadi Tujuan Kita


Tujuan utama kehidupan kekristenan kita adalah menyesuaikan diri kepada Kristus. Dalam Efesus 4: 13 Paulus menyatakan tujuan ini sebagai berikut: sampai kita semua telah mencapai ... pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus. Kita berusaha memperdalam karakter kita, bertumbuh di dalam kasih-karunia, bertambah-tambah kasih dan pengetahuan, dan juga ketajaman dan pertimbangan. Kita harus sepenuhnya bertumbuh dari kanak-kanak rohani menuju kedewasaan rohani. Masih juga harus dikatakan bahwa cita-cita kharismatik adalah pengabaian kedewasaan dan kembali kepada kekanak-kanakan. Pola irama musik dan tarian; tepuk tangan, informalitas penuh sukacita, kadang-kadang lelucon tanpa malu-malu yang diiringi dengan permintaan rendahan yang berasal dari pikiran, semuanya merupakan ciri-ciri perilaku yang menyenangkan anak-anak kecil, namun cenderung mempermalukan orang dewasa.


Orang dewasa merasa tidak enak bukan karena mereka tidak mau membiarkan Roh Kudus menguasai hidupnya (seperti yang dinyatakan oleh kharismatik), tetapi karena mereka merasa bahwa cara demikian bertentangan dengan dengan kedewasaan rohani.


Ketika kita berusaha semakin dekat kepada Kristus, dan menjadi serupa denganNya, kita harus bertanya – apakah Ia berperilaku seenaknya? Apakah Ia mendorong orang untuk menari dan meloncat-loncat dan berguling-guling di lantai (seperti yang dilakukan beberapa penyembuh masa kini) sebelum Ia menyembuhkan mereka? Apakah Ia menggunakan kegiatan jasmaniah yang tidak malu-malu dalam doaNya kepada Bapa? Apakah Ia membiarkan orang-orang percaya tidak sadar diri atau mendorong mereka berteriak keras mendadak, menjerit, atau mengoceh tidak karuan? Kita harus meneladani Tuhan kita. Kita sedang dalam perjalanan menuju kedewasaan Kristen. Kita diperintahkan untuk menggunakan akal-budi dewasa kita dan jangan berperilaku seperti kanak-kanak, yang kadang-kadang menggunakan pikiran mereka dan kadang-kadang tidak. Perbuatan kita harus senantiasa terkendali, tulus, peka dan berharga di hadapan Tuhan kita.


Anak-anak senang berpura-pura dan bermain bohong-bohongan. Mereka suka dongeng dan kejutan. Mereka mudah dibohongi, terbuka, percaya, dan mudah disesatkan. Tugas kita dalam perjalanan menuju ke kedewasaan Kristen dapat dilihat dengan jelas di dalam perkataan Paulus – Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu (1 Kor. 13: 11). Betapa banyaknya orang percaya yang membiarkan diri terseret kedalam pemikiran kharismatik dengan mendengarkan kisah-kisah tentang bagaimana orang yang katanya dipulihkan oleh seorang penyembuh 'berkarunia', tetapi mereka tidak bertanya – Apa kata Kitab Suci? Malangnya, hal ini merefleksikan perbedaan antara seorang kanak-kanak dengan seorang dewasa. Anak kecil terpesona dengan apa yang dilakukan tukang sulap, sebaliknya orang dewasa merasa hal-hal itu tidak selalu benar demikian, dan memakai dalil-dalil tertentu terhadap keadaan tersebut.


Kita bahkan mendengar para pelayan yang terseret ke dalam ikatan persaudaraan dan pertemuan kharismatik para gembala, dimana mereka telah mencampakkan mantel kedewasaan untuk bisa merasakan pernyataan bahwa perilaku tidak malu-malu akan melancarkan berkat Roh. Sungguh tragedi yang menyedihkan ketika sensasi emosional yang dipacu harus menggantikan tempat kuasa dan berkat asli dari Allah. Jalan menuju surga senantiasa menuju ke atas, bukan ke bawah, dan ini juga berlaku bagi kedewasaan perilaku, pengendalian rasional dan ketajaman seperti juga halnya tujuan-tujuan lain di dalam kehidupan Kristen. Paulus menekankan persoalan ini dengan mengatakan – Saudara-saudara, janganlah sama seperti anak-anak dalam pemikiranmu. ... tetapi orang dewasa dalam pemikiranmu! (1 Kor. 14: 20).


Dengan mengabaikan kewajiban kedewasaan rohani dan hukum tentang akal-budi yang benar, para pengajar kharismatik telah 'mencemplungkan' ribuan orang percaya ke dalam dasar kubangan yang kekanak-kanakan dan kepercayaan tahyul yang sebenarnya telah diangkat ke atas oleh kekristenan yang sejati. Dengan kesembuhan (yang belum tentu benar) sebagai 'bahan jualan' utamanya, kharismania memundurkan proses pendewasaan, sehingga mengubah orang kembali menjadi kanak-kanak – yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan (Efesus 4: 14).>











No comments:

Post a Comment