GBIA SEMARANG Headline Animator

omakase

IMAN

IMAN TIMBUL DARI PENDENGARAN, DAN PENDENGARAN AKAN FIRMAN ALLAH. TANPA IMAN YANG BENAR, MAKA MANUSIA AKAN MELAYANI ALLAH TANPA PENGERTIAN YANG BENAR. DAN HAL ITU SAMA SEKALI TIDAK MENYENANGKAN ALLAH (ROMA 10:1-3, 17)

Friday 26 December 2008

Bab 7

Membuktikan Bahwa Karunia-karunia Tersebut Telah Berakhir

Pernyataan Alkitab Mengenai Karunia-karunia Mengadakan Tanda dan Bernubuat


Salah satu aspek yang paling ganjil di dalam perdebatan kharismatik masa kini adalah fakta bahwa banyak orang non-kharismatik tidak mau menyatakan dengan tegas bahwa karunia-karunia tertentu telah berakhir. Memang ada yang menyatakan bahwa tidak ada dasar alkitabiah untuk mengatakan bahwa karunia-karunia tersebut telah berakhir, dan mereka menganggap orang yang mengatakan demikian adalah orang yang pandangannya ekstrim. Pandangan yang mengajarkan bahwa karunia-karunia pewahyuan dan karunia-karunia mengadakan tanda telah berakhir itu mereka beri nama 'cessationism' (paham pemberhentian) – sebuah istilah yang mau tidak mau mengesankan sebagai pendapat minoritas modern; hanya sekedar sebuah isme! Ini jelas merupakan pemutarbalikan fakta yang sangat ganjil, karena 'cessationism' dahulu adalah posisi yang secara universal diterima oleh kalangan injili dari semua denominasi dan tradisi, yakni pendapat umum masyarakat yang mengimani Alkitab sepanjang sejarah gereja.


Sampai beberapa dekade yang lalu, secara praktis setiap pengkhotbah, pejabat gereja dan orang percaya yang terpelajar pasti menggunakan dasar alkitabiah ini untuk menjelaskan tanda-tanda mujizat dan bahasa lidah dari para rasul dan nabi yang telah berlalu itu. Kita berada dalam kondisi yang sangat menyedihkan, jika pandangan bersejarah tersebut dianggap oleh kalangan tertentu sebagai 'ekstrimisme', dan para pendukungnya dituduh telah menentang pengalaman dari Roh Allah yang hidup. Gagasan demikian sama sekali tidak realistis untuk dijadikan sebagai periode terbaik dari kesaksian sejarah gereja. Pada masa kebangunan besar dan pencurahan Roh yang luar biasa, alat terkemuka kebangunan itu adalah milik kaum cessationists (kelompok yang meyakini karunia tanda dan pewahyuan telah berhenti)! Khotbah-khotbah dan buku-buku yang paling rohani dan menantang dapat ditemukan di dalam arsip literatur Kristen terkemuka yang berasal dari kaum cessationists.


Di dalam bukunya, Signs of the Apostles ('Tanda-tanda dari Para Rasul'), Walter Chantry mengumpulkan kutipan-kutipan yang berasal dari banyak tokoh terkenal di dalam sejarah gereja, mereka semua dengan jelas mendukung posisi cessationists. Ia mengutip "Bapak-bapak Gereja" seperti John Chrysostom dan Augustine. Ia mengambil juga contoh dari kaum Puritan, Thomas Watson dan John Owen. Ia menyajikan pernyataan-pernyataan singkat dari Matthew Henry, Jonathan Edwards dan George Whitefield. James Buchanan, Robert L. Dabney, George Smeaton, Abraham Kuyper, W. G. T. Shedd, C. H. Spurgeon dan Benjamin Warfield juga dikutip sebagai pendukung posisi cessationists, sehingga sudah mewakili mayoritas para pengkhotbah dan cendekiawan evangelikal yang begitu banyak pada masanya. A.W. Pink juga menekankan mengenai karunia-karunia yang sudah berakhir (berhenti). Kita dapat menambahkan daftar nama Chantry dengan kaum Reformer seperti Luther dan Calvin, dan sejumlah nama besar lainnya di dalam sejarah.


Hampir tidak perlu dikatakan lagi bahwa semua hamba Tuhan tersebut sangat bersemangat dalam keyakinan kesinambungan selimut kuasa Roh Kudus di dalam kehidupan pribadi dan jemaat. Tak satupun di antara mereka yang merupakan formalis yang kering; semuanya menekankan perlunya kehidupan Kristen yang memanifestasikan semua kuasa dan jaminan Roh Kudus. Menariknya, tak satupun di antara orang-orang berjasa yang baru disebut di atas itu merupakan dispensasionalis, sebuah point yang mematahkan pernyataan kharismatik yang sering berulang-ulang mengatakan bahwa cessationism merupakan produk dari dispensasionalisme. Kami ulangi lagi bahwa 'penghentian karunia' (cessationism)1 merupakan pengajaran yang standar tentang karunia-karunia Roh jauh sebelum dispensasionalisme muncul dan terkenal seperti sekarang.


Jika kita harus menambahkan nama ke dalam daftar kaum cessationist yang bersejarah itu dengan nama-nama besar dari tradisi dispensasi, maka akan makin jelaslah bahwa cessationism merupakan satu-satunya pandangan mengenai masalah ini yang dipertahankan dengan teguh oleh para pendahulu evangelikal kita. Jadi, paling tidak kita harus jelas dengan masalah – cessationism sama sekali bukan sekedar merupakan pendapat sekelompok minoritas yang tidak dikenal (obscurantists) dan orang-orang yang suka menonjolkan pengetahuan ilmunya (pedants); ia adalah pandangan yang dipertahankan dan dipelihara oleh mayoritas besar evangelikal sebelum terjadi kemerosotan doktrin yang belum pernah terjadi sampai masa kini.


Untuk menghindari kebingungan, perlu dijelaskan bahwa posisi cessationist yang bersejarah itu bukan mengatakan bahwa mujizat-mujizat itu telah berakhir (berhenti), tetapi bahwa pewahyuan dan karunia-karunia tanda yang telah berhenti, yaitu, kuasa untuk mengatakan kata-kata yang diinspirasikan dan kuasa untuk melakukan mujizat dan menyembuhkan. Allah tidak lagi mendelegasikan pencurahan mujizat melalui manusia.


Allah setiap saat dapat melakukan hal-hal yang luar biasa, kapan dan dimana saja yang Ia kehendaki, dan tidak ada orang yang meragukan bahwa Ia secara ajaib mengendalikan kejadian-kejadian, situasi dan biologi manusia untuk mewujudkan kehendakNya. Setiap orang Kristen kadang-kadang bisa bersaksi bagi Tuhan karena telah melewatkan masalah-masalahnya dengan cara yang sama sekali tidak terduga dan tak dapat dipahamkan. Masalahnya bukan terletak pada apakah Allah akan menjawab doa umatNya dan melakukan hal-hal yang luar biasa untuk mereka, tetapi terletak pada apakah para pengerja
tanda-mujizat dan para
penyembuh
berkarunia itu masih ada pada masa kini.


Yakobus 5 menunjukkan bahwa Allah mengajak kita berdoa untuk pemulihan penyakit, namun juga memperingatkan, bahwa Allah bisa mempunyai tujuan atau alasan di balik sebuah penyakit, sehingga ia harus ditanggung dengan kesabaran. Jika Allah memang memberikan sebuah berkat kesembuhan, kita tidak pernah akan tahu apakah Ia memilih mentahirkan melalui pengobatan medis atau bekerja dengan cara yang langsung menghasilkan pemulihan. Namun kita yakin bahwa Allah memberkati kita, walaupun kita tidak memiliki bukti atas fakta tersebut secara empiris dan tak dapat disangkal. Berkat kesembuhan bukan untuk meyakinkan orang-orang yang tidak percaya mengenai hal-hal tentang Allah; ia merupakan berkat pribadi bagi orang yang percaya kepada Allah. Masa kini, hal tersebut bukan diberikan sebagai sebuah tanda-mujizat yang membuktikan identitas para rasul dan juga bukan sebagai sebuah cara untuk meningkatkan iman. Barangkali salah satu alasan mengapa Allah mengizinkan kita menderita sesuatu penyakit adalah untuk mencegah kita menyelewengkan berkat kesembuhan menjadi suatu tonikum-mujizat yang mengesampingkan iman yang sejati kepada Allah dan FirmanNya.


Karena itu, cessationists percaya bahwa Allah masih turut campur tangan secara langsung di dalam kehidupan orang-orang kudusNya dengan berbagai cara yang ajaib, namun Ia tidak lagi memberikan kuasa kepada individu pribadi untuk melakukan mujizat. Sebaliknya para penulis kharismatik terus menyatakan bahwa tidak ada ayat di dalam Alkitab yang dengan jelas dan tegas menyatakan bahwa karunia bernubuat, kesembuhan dan bahasa lidah akan berakhir. Mereka juga menyatakan bahwa para cessationists hanya menyandarkan posisi mereka pada satu perikop Alkitab saja – 1 Korintus 13: 8-10 – dimana pengertian yang tepat masih diperdebatkan dengan seru. Semua hal ini sungguh amat menyesatkan, karena banyak perikop Alkitab yang menunjukkan bahwa karunia akan berakhir seiring dengan perginya para rasul. Lagipula nama-nama besar di dalam sejarah gereja yang mempertahankan pandangan ini hampir tidak pernah mengutip 1 Korintus 13 untuk menyokong argumentasi mereka. Karena bab ini sangat kontroversial, kita sepenuhnya akan mengesampingkan perikop tersebut dan membatasi diri kita pada seluruh perikop yang lain yang membuktikan bahwa karunia-karunia tertentu telah berakhir.


Kalau demikian, dimanakah ayat-ayat yang dengan terang-terangan berkata bahwa karunia-karunia pewahyuan dan karunia-karunia tanda akan berhenti? Jawaban pertama adalah bahwa mereka dapat ditemukan di dalam perikop-perikop yang memberitahukan kita apa tujuan/alasan diberikannya karunia-karunia tersebut. Coba kita membayangkan bahwa seandainya pemerintah kita memutuskan bahwa mesin pembakaran internal akan dilarang mulai sejak tanggal tertentu, dimana sejak ketentuan tersebut, semua mobil, bis atau truk tidak boleh lagi menggunakan bensin dan hanya kendaraan yang menggunakan baterai saja yang diperbolehkan. Bayangkan lagi, bahwa 500 tahun setelah kejadian tersebut, seorang peneliti universitas berusaha menentukan kapan persisnya pom-pom bensin ditutup. Berbulan-bulan ia meneliti catatan-catatan pemerintah untuk menemukan kapan persisnya penutupan pom-pom bensin yang ada di jalan-jalan, namun tidak menemukannya. Segera ia merasa puas bahwa tidak pernah ada ketentuan yang melarang pom bensin, ia menyimpulkan bahwa pom-pom bensin tetap masih buka selama beberapa abad setelah menghilangnya kendaraan-kendaraan yang menggunakan bensin.


Kesimpulan demikian adalah mustahil, karena pelarangan terhadap kendaraan yang berbahan bakar bensin secara otomatis akan menyebabkan pom-pom bensin yang ada di pinggir jalan menghilang. Tidak diperlukan lagi ketentuan khusus untuk menutup pom-pom bensin itu. Tanpa tujuan untuk manfaat apa, pom-pom bensin pasti dan secara otomatis akan menjadi sia-sia. Demikian juga dengan karunia-karunia Roh. Jika tujuan diberikannya sesuatu karunia adalah sementara, maka karunia tersebut jelas akan menjadi sia-sia begitu tujuannya selesai digenapi. Oleh karena itu, pertanyaan utama dalam menentukan apakah suatu karunia itu dimaksudkan untuk terus berlangsung adalah – Apakah tujuan dibalik karunia tersebut?


Kita tidak akan mencari pernyataan-pernyataan positif yang mengatakan, 'Karunia ini dan karunia itu akan berakhir,' tetapi kita akan melihat ayat-ayat yang memberitahukan apakah tujuan dibalik karunia itu untuk jangka pendek atau kekal. Berikut ini adalah latar belakang alasan atau tujuan diberikannya karunia yang diungkapkan di dalam Firman Tuhan, dan dapat dilihat bahwa dalam banyak kasus, tujuan-tujuan tersebut telah sepenuhnya digenapi pada masa para rasul, yang membuktikan bahwa beberapa karunia tersebut tidak diperlukan lagi.


1. Rasul-rasul adalah Saksi-saksi Khusus bagi Kristus


Pertama-tama kita akan mempertimbangkan karunia kerasulan dan karunia mengadakan tanda yang dimiliki oleh para rasul. Rasul-rasul diberikan untuk memberikan kesaksian kehidupan dan kebangkitan Tuhan dan menjadi saluran Kebenaran baru yang diinspirasikan. Terlebih dahulu kita akan melihat peran khusus mereka sebagai saksi kehidupan dan kebangkitan Kristus. Sekumpulan ayat krusial (yang diabaikan oleh para penulis kharismatik) yang mengajarkan bahwa para rasul diberi kuasa khusus untuk melakukan tanda-mujizat secara
sengaja untuk meningkatkan kredibilitas mereka sebagai saksi-saksi dari Tuhan yang telah bangkit. Kuasa tersebut hanya diberikan kepada sekelompok orang pilihan yang (a) dipilih oleh Kristus, dan (b) yang telah melihat Tuhan yang telah bangkit. Kuasa untuk melakukan mujizat tidak secara umum diberikan kepada semua pengkhotbah pada masa gereja mula-mula, maupun kepada semua orang yang pernah melihat Tuhan setelah kebangkitanNya.


Para rasul berulang-ulang digambarkan sebagai saksi, kata Yunani yang mengacu kepada saksi yudisial di dalam pengadilan hukum. Murid-murid bukan bersaksi dalam pengertian seperti kesaksian Injil kita pada masa kini, tetapi dalam pengertian yang jauh lebih luas, karena mereka 'memberikan bukti' bahwa mereka sungguh-sungguh melihat Tuhan setelah kebangkitanNya. Ayat-ayat yang akan kita kutip akan membuktikan bahwa karunia kerasulan hanya untuk sementara karena para rasul merupakan kelompok eksklusif yang dipilih sebagai saksi Kristus. Berikut ini adalah ayat-ayat yang membuktikan masalah tersebut: --


Dalam Yoh. 15: 27 kita diberitahu bagaimana Tuhan Yesus menetapkan tugas khusus ini kepada kesebelas muridNya: Tetapi kamu juga harus bersaksi, karena kamu dari semula bersama-sama dengan Aku. Ia mengingatkan mereka tentang hal ini sebelum kenaikanNya ke Surga, ketika Tuhan yang telah bangkit itu berkata kepada murid-muridNya: Ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga ... Kamu adalah saksi dari semuanya ini (Lukas 24: 46-48). Tuhan juga memberitahu kepada murid-murid kapan mereka akan menerima karunia-karunia khusus untuk berfungsi sebagai saksi: Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu [Pentakosta], dan kamu akan menjadi saksiKu (Kis. 1: 8).


Kis. 1 menegaskan bahwa para rasul dipilih secara khusus oleh Tuhan dan dilatih untuk tugas sebagai saksi atas kebangkitanNya. Lukas memberitahukan bagaimana Tuhan memberikan perintah – kepada rasul-rasul yang dipilihNya. Kepada mereka Ia menunjukkan diriNya setelah penderitaanNya selesai, dan dengan banyak tanda Ia membuktikan, bahwa Ia hidup (Kis. 1: 2-3). Sebelas rasul itu kemudian disebut sebagai orang-orang yang telah menyaksikan bukti-bukti tersebut dan juga kenaikan Tuhan Yesus ke Surga (Kis. 1: 13). Kemudian di bawah tuntunan Roh, rasul keduabelas dipilih, 'kualifikasi' wajib dikemukakan. Ia harus orang yang bersama dengan Tuhan dan murid-muridNya sejak baptisan Yohanes dan juga seorang saksi mata atas kebangkitan. Orang yang memenuhi syarat telah ditemukan, pilihan Tuhan yang tepat diperlukan, karena setiap rasul ditunjuk oleh Tuhan.


Peranan khusus para rasul sebagai saksi kebangkitan berulang-ulang ditekankan oleh para rasul sendiri. Ketika Petrus berkhotbah pada Hari Pentakosta ia berdiri bersama dengan sebelas murid dan berkata, Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, dan tentang hal itu kami semua adalah saksi (Kis. 2: 32). Sekali lagi Petrus menyatakan peranannya sebagai seorang saksi mata ketika ia berkhotbah di Serambi Salomo mengenai – Demikianlah Ia, Pemimpin kepada hidup, telah kamu bunuh, tetapi Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati; dan tentang hal itu kami adalah saksi (Kis. 3: 15). Ia merujuk lagi peranannya sebagai seorang saksi mata ketika dipanggil di hadapan Mahkamah Agama. Berbicara tentang Yesus ia berkata, Dialah yang telah ditinggikan oleh Allah sendiri ... Dan kami adalah saksi dari segala sesuatu itu ...(Kis. 5: 31-32).


Lama sesudah itu, ketika Petrus berkhotbah untuk orang-orang non-Yahudi yang berkumpul di rumah Kornelius, Petrus berkata – Dan kami adalah saksi dari segala sesuatu yang diperbuatNya [Tuhan Yesus] di tanah Yudea maupun di Yerusalem ... Yesus itu telah dibangkitkan Allah pada hari yang ketiga, dan Allah berkenan, bahwa Ia menampakkan diri, bukan kepada seluruh bangsa, tetapi kepada saksi-saksi, yang sebelumnya telah ditunjuk oleh Allah, yaitu kepada kami yang telah makan dan minum bersama-sama dengan Dia, setelah Ia bangkit dari antara orang mati. Dan Ia telah menugaskan kami ... bersaksi (Kis. 10: 39-42). Adakah perikop lain yang menyatakan lebih jelas daripada ayat-ayat ini bahwa fakta para rasul adalah merupakan sekelompok saksi mata pilihan, yang secara pribadi dipilih oleh Tuhan?


Rasul Yohanes juga menekankan perhatian pada tugas unik rasul sebagai saksi kenyataan fisik atas kehidupan dan kebangkitan Kristus di dalam 1 Yoh. 1: 1-3, dengan mengatakan – Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup... Hidup itu telah dinyatakan, dan kami telah melihatnya dan sekarang kami bersaksi ... Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga...


Semua ayat tersebut menunjukkan bahwa tugas pertama dan yang tertinggi dari para rasul adalah menjadi saksi keagungan Kristus; memberikan bukti kepada generasi mereka, dan meletakkan kesaksian mereka ke dalam tulisan untuk generasi berikutnya. Sekali kita memegang hal yang paling pokok ini, dan fakta bahwa para rasul ini semuanya dipilih secara khusus oleh Kristus, maka kita akan menyadari bahwa para rasul tidak mempunyai penerus.


Paulus ditambahkan kepada kelompok rasul yang sangat terkenal itu melalui penampakan khusus Kristus kepadanya. Ia tidak mendampingi Kristus seperti keduabelas rasul, tetapi ia melihat Tuhan yang

telah bangkit, dan menerima amanat khusus untuk menjadi rasul dariNya. Tuhan mengutus Ananias untuk berbicara kepadanya, Allah nenek moyang kita telah menetapkan engkau untuk mengetahui kehendakNya, untuk melihat Yang Benar... Sebab engkau harus menjadi saksiNya terhadap semua orang tentang apa yang kaulihat dan kaudengar (Kis. 22: 14-15). Paulus di kemudian hari mengatakan – Bukankah aku rasul? ... Bukankah aku telah melihat Yesus, Tuhan kita? (1 Kor. 9: 1). Mengenai urutan penampakan Tuhan yang telah bangkit, ia mengatakan – Dan yang paling akhir dari semuanya Ia menampakkan diri juga kepadaku, sama seperti kepada anak yang lahir sebelum waktunya (1 Kor. 15: 8). Setelah Paulus, tidak ada lagi manusia di bumi yang melihat Tuhan yang telah bangkit, sehingga tidak mungkin ada rasul lagi.


Sulit dipahami bahwa para pemimpin dari beberapa kelompok kharismatik sembrono menganggap diri mereka sebagai 'rasul-rasul' zaman ini! Bisakah mereka mengatakan seperti Paulus, 'Bukankah aku telah melihat Yesus Kristus Tuhan kita?' Apakah mereka bertemu dengan Tuhan yang telah bangkit? Tentu saja tidak; definisi mereka mengenai seorang rasul jelas bukan berdasarkan Alkitab. 'Rasul-rasul' modern tersebut membuka kebodohan mereka yang sangat mendasar mengenai signifikansi para rasul alkitabiah dan tugas serta tujuan utamanya!


Tetapi bagaimana dengan karunia-karunia tanda-mujizat yang juga dinyatakan banyak kalangan pada masa kini? Menurut Alkitab, tujuan asli dari karunia-karunia tersebut adalah sebagai pembuktian bahwa para rasul menunjukkan kesaksian yang benar. Tanpa sesuatu pembuktian, maka orang-orang bisa menganggap para saksi mata Kristus sebagai orang-orang gila, kecuali jika Roh Kudus memberi mereka karunia kesembuhan dan karunia untuk melakukan mujizat, sehingga meterai Allah jelas ada di atas bukti-bukti yang mereka berikan. Karena itu, salah satu tujuan utama dari karunia tanda adalah untuk membuktikan kesaksian para rasul mengenai kehidupan dan kebangkitan Kristus, seperti yang kita lihat dalam catatan Lukas di dalam Kis. 3-4. Perhatikan betapa kesaksian mereka mengenai kemesiasan dan kebangkitan Kristus ditekankan di dalam perikop ini.


Petrus dan Yohanes yang berkhotbah di Yerusalem berkali-kali menyebut kebangkitan Kristus (Kis. 3: 13, 15, 21 dan 26). Sebagai akibatnya mereka ditangkap oleh penguasa Yahudi – Orang-orang itu sangat marah karena mereka mengajar orang banyak dan memberitakan, bahwa dalam Yesus ada kebangkitan dari antara orang mati (Kis. 4: 2). Ketika sidang diadakan di hadapan Imam Besar di Mahkamah Agama Yahudi, Petrus tetap setia dengan tugas khususnya sebagai seorang saksi mata Kristus, dan dengan merujuk kepada orang lumpuh yang disembuhkannya, dengan berani ia berkata – maka ketahuilah oleh kamu sekalian ... bahwa dalam nama Yesus Kristus,orang Nazaret, yang telah kamu salibkan , tetapi yang telah dibangkitkan Allah dari antara orang mati – bahwa oleh karena Yesus itulah orang ini berdiri dengan sehat sekarang di depan kamu (Kis. 4: 10).


Mahkamah itu membebaskan Petrus dan Yohanes, melarang mereka menyebut nama Yesus. Tetapi mereka kembali kepada murid-murid dan berdoa agar diberikan keberanian berbicara dan kuasa melakukan tanda dan mujizat yang terus menerus. Jawaban atas doa mereka dicatat di dalam sebuah ayat yang sangat jelas bahwa tanda-tanda dan mujizat tersebut sengaja ditujukan untuk membuktikan para rasul sebagai saksi mata kebangkitan. Lukas menuliskan – Dan dengan kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah (Kis. 4: 33).


Kita perlu diingatkan mengenai ayat-ayat lain di dalam Kisah Para Rasul yang juga mengatakan bahwa karunia-karunia tanda tersebut adalah khusus milik kelompok rasul (para rasul dan dua atau tiga wakil yang menunjukkan beberapa kuasanya). Kis. 2: 43 dan Kis. 5: 12 sama-sama mengatakan bahwa tanda-tanda dan mujizat secara eksklusif adalah milik para rasul.


Dalam Ibrani 2: 3-4 hubungan antara peran saksi mata para rasul dengan karunia-tanda diuraikan dengan istilah yang jelas, karena sang penulis berbicara tentang para rasul yang secara pribadi mendengar perkataan Kristus – Allah meneguhkan kesaksian mereka oleh tanda-tanda dan mujizat-mujizat dan oleh berbagai-bagai pernyataan kekuasaan dan karena Roh Kudus, yang dibagi-bagikanNya menurut kehendakNya. Disini tanda-mujizat sengaja digambarkan sebagai tanda pembuktian (peneguhan) para rasul. Selanjutnya, penulis Ibrani menunjuk kembali kepada tanda-tanda mujizat tersebut sebagai kejadian masa lalu, karena pada saat surat itu (Ibrani) ditulis (tahun 60-an AD.) pelayanan para rasul (termasuk tanda-mujizat) jelas sekali telah menjadi sejarah.2


Walaupun semua hal tersebut merupakan penekanan Alkitab, sia-sia saja kita memeriksa buku-buku kharismatik untuk mendapat informasi mengenai peran khusus para rasul sebagai saksi, atau mengenai tujuan (alasan) atas tanda-tanda peneguhan kepada pribadi mereka. Kebanyakan penulis kesembuhan kelihatannya berpikir bahwa tujuan dari tanda-mujizat adalah sekedar untuk 'menegaskan' pelayanan jemaat mula-mula dan untuk membuat terobosan iman di dalam hati orang yang tidak percaya dengan cara yang umum dan tidak jelas. Mereka tidak mau repot-repot memperhatikan rincian yang tepat di dalam Alkitab. Sungguh luar biasa bahwa para penulis yang menyatakan diri sebagai spesialis karunia-karunia Roh sedikit sekali mengungkapkan apa yang diajarkan Alkitab mengenai tujuan-tujuan di balik karunia-karunia itu.


Semua ayat yang baru dikutip membuktikan bahwa sebuah kelompok rasul (termasuk Paulus) mendapat tugas eksklusif yang harus dilaksanakan, karena secara khusus mereka memenuhi syarat. Ini disebabkan mereka adalah saksi mata, yang memberikan bukti pengajaran dan kebangkitan Tuhan, sehingga mereka menerima kuasa pembuktian dari Roh. Seperti saksi di dalam pengadilan, mereka bersaksi tentang hal-hal yang telah mereka lihat dan dengar, dan Allah meneguhkan kesaksian mereka dengan penyertaan tanda-tanda. Dengan meninggalnya para saksi yang dipilih itu, maka tanda-mujizat juga berakhir, karena pekerjaan mereka telah selesai dan tujuan mereka telah tercapai. Bagaimana bisa mujizat terus berlangsung untuk meneguhkan para saksi mata, sementara tidak ada lagi saksi mata di dunia? 'Pengadilan' telah berakhir; para saksi telah didengar; keputusan telah diberikan; para saksi telah dibubarkan; hasilnya kini ada di dalam catatan.


Bisakah orang mendapat karunia tanda-mujizat masa kini? Pertanyaan yang harus kita ajukan adalah – Apakah alasan/tujuan alkitabiah dari karunia-karunia tersebut? Jawabannya adalah – Karunia adalah untuk membuktikan dan mempertahankan para saksi mata yang dipilih Tuhan. Apakah masih ada rasul-rasul yang dipilih masa kini? Apakah para saksi mata Tuhan yang mulia masih ada yang hidup? Peneguhan para saksi mata yang dipilih merupakan tujuan pokok diberikannya karunia-karunia tanda-mujizat, dan jelas itu merupakan tujuan yang secara penuh harus diselesaikan pada masa para rasul masih hidup.


2. Karunia-karunia Tanda Menyertai Wahyu Baru


Karunia tanda juga diberikan kepada kelompok rasul untuk menandakan bahwa wahyu baru – Kitab Suci Perjanjian Baru – sedang diberikan, dan secara pribadi meneguhkan para penulis yang diinspirasikan. Para rasul bukan hanya sekedar saksi mata pelayanan dan kebangkitan Kristus, mereka juga merupakan saluran wahyu baru, fungsi penting yang jelas perlu didukung oleh Roh Kudus dengan tanda-tanda, mujizat-mujizat dan perbuatan-perbuatan hebat sehingga orang bisa mengetahui bahwa perkataan mereka membawa otoritas dari Allah sendiri.


Secara praktis orang pada masa itu harus bisa membedakan rasul-rasul dan orang-orang yang tidak diinspirasikan, seperti misalnya pengajar-pengajar Kebenaran Allah yang 'biasa'. Mereka juga harus bisa membedakan rasul-rasul yang palsu, sehingga juru-bicara yang sejati diberikan kuasa peneguhan untuk melakukan tanda-mujizat seperti kesembuhan-kesembuhan yang luar biasa itu. Ayat paling terkenal yang mengajarkan hal ini adalah 2 Kor. 12: 12, dimana Paulus menjelaskan kepada orang yang meragukan jabatan kerasulannya dengan berkata – Segala sesuatu yang membuktikan, bahwa aku adalah seorang

rasul, telah dilakukan di tengah-tengah kamu dengan segala kesabaran oleh tanda-tanda, mujizat-mujizat dan kuasa-kuasa. Orang-orang Korintus dapat memastikan bahwa Paulus sungguh-sungguh adalah orang yang diinspirasikan Allah karena karunia tanda-tandanya. Mereka dengan mudah membedakan bahwa ia bukan sekedar pengajar Firman Allah yang biasa (tidak diinspirasikan), namun ia adalah seorang penulis Kitab Suci baru yang asli.3 Ibrani 2: 4 juga menyatakan hal yang sama ketika menyatakan bagaimana para rasul berbicara tentang firman Kristus – Allah meneguhkan kesaksian mereka oleh tanda-tanda dan mujizat-mujizat dan oleh berbagai-bagai pernyataan kekuasaan.


Peneguhan atas para penulis yang diinspirasikan dengan tanda-tanda dan mujizat bukan sesuatu yang baru, karena sejak awal Perjanjian Lama Allah menggunakan metode tanda ini untuk berbicara melalui Kitab Suci kepada umatNya. Berbagai perikop di dalam Kitab Ulangan memberikan bukti yang cukup mengenai hal ini. Dalam Ulangan 4: 34-36, Musa mengingatkan bangsanya tentang segala tanda dan mujizat yang telah mereka saksikan – uluran tangan Allah – yang mengesahkan wahyu diriNya kepada mereka. Musa menyatakan – Dari langit Ia membiarkan engkau mendengar suaraNya. Dalam Ulangan 6: 22-24 Musa sekali lagi berbicara tentang Allah yang menunjukkan tanda-tanda dan mujizat sebelum menyingkapkan hukumNya kepada Israel dan menuntut ketaatan mereka.


Bagian pasal
terakhir Kitab Ulangan memberi penghormatan atas kemasyhuran Musa yang luar biasa sebagai nabi Allah yang dikenal Tuhan dengan berhadapan muka karena semua tanda dan mujizat yang Tuhan perintahkan dilakukannya dengan kuasa yang luar biasa (lihat Ulangan 34: 10-12). Nabi Tuhan sebagai saluran wahyu Kebenaran, dengan luar biasa diteguhkan oleh tanda-tanda tersebut. Sepanjang sejarah Israel jarang terjadi mujizat, namun peristiwa tanda dan mujizat berulang kali terjadi mengiringi para pembawa pesan yang diinspirasikan. Dalam 2 Raja-raja 5 kita mendapat pengetahuan yang penting mengenai hal ini dengan penyembuhan sakit kusta Naaman. Seorang anak perempuan Israel yang tertawan berharap agar Naaman, tuannya, dapat menghadap Elisa, sang nabi – tentulah nabi itu akan menyembuhkan dia dari penyakitnya. Segera setelah Elisa mendengar penyakit Naaman, ia mengatakan – Biarlah ia datang kepadaku, supaya ia tahu bahwa ada seorang nabi di Israel. Elisa sangat memahami bahwa 'kuasa'nya diberikan untuk menyatakan pengakuan atas tugasnya sebagai saluran Firman Allah.


Pada masa di Israel tidak ada pengajar yang diinspirasikan Allah, maka orang-orang saleh bangsa tersebut menjadi sangat putus asa dan berkata kepada diri mereka – Tanda-tanda kami tidak kami lihat, tidak ada lagi nabi (Mzm. 74: 9). Setelah empat abad kebungkaman antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Tuhan memberikan sebuah wahyu penuh yang segar, yang ditandai dengan tanda-tanda, mujizat dan perbuatan-perbuatan ajaib yang tidak asing. Pada Hari Pantekosta, orang-orang yang baru bertobat itu mengetahui bahwa adalah aman untuk terus bertekun dalam pengajaran rasul-rasul karena rasul-rasul itu mengadakan banyak mujizat tanda (Kis. 2: 42-43).


Begitu masa pewahyuan selesai dan Perjanjian Baru disempurnakan, tanda-tanda peneguhan tidak diperlukan lagi. Jika memang semua tanda tersebut berlanjut, maka akan menyebabkan kekacauan yang membawa bencana, karena orang-orang percaya harus menantikan kitab-kitab baru Alkitab yang akan muncul! Mereka harus mencari rasul-rasul dan nabi-nabi baru. Tujuan di balik pemberian karunia tanda-tanda memberitahukan kita bahwa karunia-karunia tersebut adalah bersifat sementara. Ketika para rasul meninggal, dan kitab terakhir dari Alkitab telah diberikan, maka tanda-tanda kerasulan juga telah berakhir.


Barangkali ayat yang paling pasti dan langsung memberikan penegasan tentang berakhirnya karunia tanda-tanda adalah Wahyu 22: 18: Aku bersaksi kepada setiap orang yang mendengar perkataan-perkataan nubuat dari kitab ini: "Jika seorang menambahkan sesuatu kepada perkataan-perkataan ini, maka Allah akan menambahkan kepadanya malapetaka-malapetaka yang tertulis di dalam kitab ini. Karena wahyu telah sempurna dan tidak sedang 'dalam pembentukan', maka konsekuensinya jelas bahwa tanda-tanda pewahyuan juga tidak lagi 'dalam pembentukan'.


3. Tanda-tanda Menunjukkan Akhir Sebuah Masa


Tujuan yang lain diberikannya karunia tanda adalah untuk menunjukkan berakhirnya masa Yahudi dan dimulainya masa Injil. Tanda bahasa lidah merupakan 'mujizat' pertama yang dinyatakan di dalam kehidupan jemaat Kristen yang baru dibentuk pada Hari Pentakosta. Petrus berdiri di hadapan orang banyak yang takjub di Yerusalem untuk mengumumkan bahwa nubuat Yoel digenapi di hadapan mereka, dan bahwa bahasa lidah – beserta mujizat-mujizat yang akan mengiringi – merupakan tanda-tanda dari Allah bahwa Ia sedang mengerjakan sesuatu yang baru. Yoel telah menubuatkan bahwa akan datang suatu masa dimana Allah akan mencurahkan RohNya ke atas semua manusia (yakni Jemaat bukan lagi hak keutamaan Yahudi, namun milik semua bangsa; Yoel 2: 28). Hal tersebut akan ditandai dengan kejadian orang-orang biasa berkata-kata menyampaikan pesan-pesan yang diinspirasikan Allah. Meledaknya bahasa lidah, menurut Petrus, adalah penggenapan atas apa yang dikatakan Yoel.


Yoel juga menubuatkan suatu pertunjukan mujizat akan menandai permulaan 'masa' tersebut, dimana Roh Kudus akan menyebarkan Jemaat ke seluruh dunia. Ketika mengutip Yoel, Petrus menggunakan kata tanda-tanda. Semua hal tersebut – mujizat, kejadian-kejadian luar biasa dan bahasa lidah – merupakan tanda-tanda yang menunjuk kepada suatu perubahan besar yang mengantar ke suatu masa yang baru. Tanda-tanda mujizat dan bahasa lidah menempati posisi yang sangat jelas sebagai meterai persetujuan Allah atas masa yang baru.


Bayangkan akibat yang dihasilkan pada Hari Pentakosta ketika masyarakat Yerusalem dikejutkan oleh bunyi seperti tiupan angin keras yang turun dari langit. Ketika bunyi itu bergerak ke dalam kota, angin keras yang mengusik itu berhenti, bukan di Bait Allah – yang dianggap sebagai pusat penyembahan dan Kebenaran yang sah – tetapi di ruangan atas dimana para rasul Tuhan sedang berkumpul. Roh Kudus turun ke atas mereka, dan kepada mereka diberikan kemampuan untuk berbicara dan berkhotbah dalam bahasa-bahasa yang belum pernah mereka pelajari.


Tanda, mujizat dan bahasa lidah merupakan tanda Allah untuk masyarakat Yerusalem (ditambah dengan pengunjung) bahwa fajar baru telah menyingsing, bahwa selimut berkat Allah telah diteruskan kepada masyarakat yang baru, dan bahwa orde baru telah tiba. Bahasa-bahasa lidah tersebut datang sebagai sebuah kejutan dan peringatan yang bermanfaat bagi bangsa Yahudi yang sinis dan sombong, sehingga banyak di antara mereka tertarik untuk bertanya perkara-perkara Allah, kita mendengar... tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah ... Apakah artinya ini? (Kis. 2: 11-12). Mengapa Allah juga memberi tanda kepada bangsa Yahudi? Mengapa semua tanda-mujizat dan bahasa lidah itu mengingatkan mereka bahwa kehadiranNya menyertai orde jemaat baru? Jika orang-orang yang tidak percaya masa kini tidak diberikan tanda mujizat khusus, mengapa Allah harus memberikan tanda-tanda tersebut kepada orang Yahudi? Apakah Allah harus memberikan bukti-bukti dan indikasi khusus kepada bangsa Yahudi atas perbuatanNya?


Jawabannya adalah 'ya', dalam pengertian bahwa memang Allah 'berhutang' untuk memberikan tanda supranatural yang jelas kepada bangsa Yahudi untuk mengesahkan orde baru. Bagaimanapun juga bangsa Yahudi telah terlatih selama berabad-abad untuk memegang teguh hukum Allah seperti yang diberikan Musa dan secara teliti menaati setiap detail upacara yang disampaikannya. Mereka telah dilatih untuk memelihara dan menaati setiap catatan dan bagian terkecil dari hukum dispensasi tersebut. Tetapi kini Kristus telah menggenapkan hukum dan mematahkan kuk seremonial, menahbiskan keimamatan semua orang percaya dan memberikan sebuah jalan yang baru dan hidup, bangsa Yahudi menuntut tanda yang sungguh-sungguh meyakinkan bahwa hal-hal tersebut berasal dari Allah. Orang-orang Yahudi yang saleh bisa kebingungan karena harus meninggalkan cara-cara penyembahan yang telah diberikan Allah, sedangkan orang-orang Yahudi yang fasik bisa bersembunyi di balik konsep hukum Musa yang tidak berubah, sehingga ada cara pembenaran untuk menolak Injil. Jadi, ketika Allah menghapuskan yang lama dan memberikan yang baru, Ia melakukan hal tersebut dengan bahasa lidah, tanda, mujizat dan perbuatan-perbuatan hebat yang menghebohkan, yang semuanya telah dinubuatkan oleh Yoel pada masa yang lalu.


Paulus menegaskan kepada kita bahwa tujuan pokok karunia bahasa lidah adalah untuk memberikan bangsa Yahudi sebuah tanda bahwa kehadiran Allah di dalam theokrasi Yahudi telah beralih ke Jemaat Tuhan Yesus Kristus segala bangsa. Dalam 1 Korintus 14: 21 ia mengutip Yesaya 28: 11-12, yang mengatakan – Dalam hukum Taurat ada tertulis: "Oleh orang-orang yang mempunyai bahasa lain dan oleh mulut orang-orang asing Aku akan berbicara kepada bangsa ini [bangsa Yahudi] namun demikian mereka tidak akan mendengarkan Aku, firman Tuhan. Paulus menunjukkan bahwa nubuatan ini digenapkan di dalam karunia bahasa lidah, dengan menambahkan – Karena itu karunia bahasa roh adalah tanda ... untuk orang yang tidak beriman. Pertama-tama dan terutama, bahasa lidah dirancang untuk membuktikan sesuatu kepada bangsa tertentu, yaitu bangsa Yahudi. Bahasa lidah ditujukan untuk menantang dan membangkitkan khalayak ramai bangsa Yahudi yang tidak percaya untuk menyadari bahwa komunitas Kristen baru sungguh-sungguh disertai Allah, sebaliknya 'jemaat' Yahudi tradisional kini tidak memiliki bukti penyertaan Tuhan lagi.


Bahasa lidah juga berbicara mengenai sifat internasional jemaat yang baru, yang menunjukkan bahwa mulai sejak saat itu, jemaat akan merupakan jemaat yang multirasial dan multi-bahasa, dimana anggota-anggotanya mempunyai tanggung-jawab untuk memberitakan Firman Allah kepada manusia di segala penjuru dan bangsa. Allah dengan jelas sekali menunjukkan bahwa kemuliaan telah meninggalkan Bait Allah, dan menetap di atas murid-murid 'Sekte Orang Nazaret' itu.


Bahasa lidah mengandung nilai tanda yang persis sama ketika diberikan kepada kelompok bangsa non-Yahudi yang berkumpul di dalam rumah Kornelius di Kaisarea, kira-kira delapan tahun setelah peristiwa Pentakosta. Pada saat Petrus berkhotbah, karunia Roh Kudus dicurahkan ke atas orang-orang non-Yahudi yang bertobat itu dan mereka berbahasa lidah. Akibatnya – semua orang percaya dari golongan bersunat yang menyertai Petrus, tercengang-cengang dan Petrus berkata, Bolehkan orang mencegah untuk membaptis orang-orang ini dengan air, sedangkan mereka telah menerima Roh Kudus sama seperti kita? (Kis. 10: 45 dan 47). Tanda yang sebelumnya berbicara kepada orang Yahudi di Yerusalem, yang membuktikan bahwa Allah menyertai jemaat Kristen yang baru, berbicara lagi kepada bangsa Yahudi – kali ini orang-orang percaya Yahudi yang pikirannya berprasangka buruk terhadap masuknya bangsa non-Yahudi ke dalam jemaat Kristus. Dengan memakai 'bahasa-bahasa lain' Allah memberi tanda kepada orang-orang Kristen Yahudi bahwa orang-orang percaya non-Yahudi diterima sepenuhnya oleh Allah, dan berada di dalam jemaat dengan hak yang sama seperti bangsa Yahudi.


Ketika Petrus menceritakan kepada jemaat Yerusalem apa yang telah terjadi di Kaisarea, ia menggunakan perkataan yang mengesankan bahwa bahasa lidah jarang terjadi selama delapan tahun sejak peristiwa Pentakosta. Ia berkata: Dan ketika aku mulai berbicara, turunlah Roh Kudus ke atas mereka, sama seperti dahulu ke atas kita. Maka teringatlah aku akan perkataan Tuhan: Yohanes membaptis dengan air, tetapi kamu akan dibaptis dengan Roh Kudus (Kis. 11: 15-16; penekanan cetak tebal dari penerjemah). Kemampuan berkata-kata dalam suatu bahasa asing kemungkinan tidak diberikan secara luas segera sesudah karunia itu mendapatkan dampak orisinilnya terhadap kerumunan bangsa Yahudi di Yerusalem. Karunia tersebut kemungkinan diberikan dalam kadar tertentu kepada orang-orang percaya non-Yahudi di Korintus karena disana ada masyarakat Yahudi, dan lalu-lintas konstan para pedagang dan pelancong Yahudi yang melalui kita perdagangan terkemuka itu.


Penulis komentari Alkitab, Matthew Henry menyatakan tujuan dari bahasa lidah dengan kalimat berikut: "Karunia bahasa lidah merupakan sebuah produk baru dari roh nubuatan dan diberikan untuk tujuan tertentu, yakni, tembok bangsa Yahudi telah dihancurkan, segala bangsa diperbolehkan masuk ke dalam jemaat. Karunia-karunia ini dan karunia nubuatan yang lain, sebagai tanda, telah lama dihentikan dan disingkirkan, sehingga kita tidak didorong untuk menantikan kebangkitannya; tetapi sebaliknya kita diperintahkan untuk merujuk Alkitab sebagai firman nubuatan yang lebih pasti, lebih pasti daripada suara dari Surga; dan kita diperintahkan untuk berbuat sesuai firman yang ada di dalam Alkitab, menyelidikinya, dan bertekun di dalamnya.'


Apakah tujuan bahasa lidah sebagai sebuah tanda itu telah digenapi? Tentu saja sudah, karena peristiwa yang diteguhkan oleh tanda tersebut telah lama berlalu. Jika tanda bahasa lidah masih diberikan, maka akan timbul kekacauan besar, karena akan mengindikasikan bahwa Allah kini juga sedang melakukan transisi besar atas satu orde ke orde lainnya! Tanda-tanda peneguhan untuk 'perubahan langkah' Allah telah tercapai tujuannya, dan untuk memeteraikan hal tersebut, Bait Allah Yahudi telah lama dihancurkan dan korban persembahan telah berakhir. Seperti halnya dengan bunyi tiupan angin keras dan lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran, maka tanda bahasa lidah dan tanda-mujizat yang telah melaksanakan tugasnya juga harus menghilang dari pandangan.


4. Karunia Bernubuat adalah Sebuah Pelayanan Sementara


Bagaimana dengan karunia bernubuat? Apakah ia diberikan untuk tujuan yang sementara atau terus menerus? Karunia bernubuat bertujuan untuk mengajar umat Allah sebelum Alkitab terbentuk secara sempurna; karena itulah ia merupakan sebuah karunia yang diberikan kepada jemaat untuk melayani suatu kebutuhan khusus dan temporer (sementara). Kita mengetahui hal ini karena pada umumnya nabi-nabi Perjanjian Baru menempati urutan yang dekat dengan para rasul (mis: 1 Kor. 12: 28; Ef. 2: 20; 3: 5 dan 4: 11) yang mengindikasikan status yang serupa (meski lebih rendah) sebagai penerima inspirasi langsung, dan keanggotaan mereka di dalam orde zaman yang sama. Sementara beberapa nabi mendapat inspirasi untuk menuliskan Alkitab,4 pelayanan normal mereka jarang dipuji.


Melalui para nabi Tuhan menyampaikan perkataan-perkataan yang membangun kepada para jemaat yang belum memiliki semua kitab suci. Mereka berfungsi bersama-sama dengan pengajar-pengajar biasa, kadang-kadang kedua jabatan itu bergabung jadi satu (mis: Yudas dan Silas, Kis. 15: 32). Jika Kis. 13: 1 merupakan cerminan atas 'susunan pejabat' yang normal dari sebuah jemaat Kristen mula-mula, maka dalam masing-masing jemaat tidak banyak orang yang menempati jabatan-jabatan itu. Di Antiokhia (sebuah jemaat yang sangat besar) terdapat lima nabi dan pengajar yang melayani ketika Roh Kudus mengutus dua dari jumlah tersebut (Saul dan Barnabas) untuk pelayanan misi, sehingga hanya tinggal tiga. Nabi tidak selalu diteguhkan dengan tanda dan mujizat (karena ayat-ayat Alkitab membatasi tanda-tanda tersebut kepada para rasul dan wakil yang ditunjuk). Mereka duduk bersama di dalam 'platform' pelayanan jemaat dan saling menguji kebenaran nubuatan masing-masing (1 Kor. 14: 30 dan 32).


Para nabi bersama-sama dengan para rasul merupakan bagian dari tahapan dasar Jemaat Yesus Kristus di dalam Efesus 2: 20 – yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi. Tidak diragukan lagi bahwa para nabi yang dirujuk disini adalah para nabi Perjanjian Baru.5 Karena para nabi merupakan karunia dasar (foundational), kita tidak bisa mengharapkan mereka ada pada masa 'suprastruktur' (struktur bagian atas) Jemaat. Dalam Perjanjian Baru sama sekali tidak terdapat petunjuk atau perintah mengenai bagaimana membedakan atau memilih para nabi karena, seperti para rasul, mereka berlalu dari pandangan seiring dengan selesainya Alkitab, yang selanjutnya kita pertahankan karena sudah cukup untuk memenuhi segala kebutuhan kita. Gagasan bahwa sekarang Allah masih memberikan wahyu yang diinspirasikan kepada para nabi masa kini sungguh sangat bertentangan dengan Alkitab yang mutlak sudah cukup dan

bertentangan dengan banyak perikop Alkitab yang jelas-jelas menyatakan bahwa wahyu akan disempurnakan dan berakhir pada masa pelayanan para rasul.5


'Pengakuan Iman Baptis' (The Baptist Confession) yang disusun di London pada tahun 1689 dengan sempurna menyatakan keyakinan tradisional orang Kristen alkitabiah di dalam perkataan berikut:


'Oleh karena itu, dengan senang hati Tuhan berulang kali menyingkapkan diriNya dan dalam pelbagai cara menyatakan kehendakNya kepada jemaatNya; dan kemudian, untuk memelihara dan memberitakan Kebenaran dengan lebih baik, dan untuk lebih menegakkan dan membantu Jemaat, yaitu untuk melindunginya dari penyelewengan daging dan kebencian Setan dan dunia, memasukkan hal-hal tersebut dengan lengkap ke dalam tulisan; sehingga Kitab Suci menjadi sangat penting, cara-cara yang dahulu Allah gunakan dalam mengungkapkan kehendakNya kepada umatNya kini telah dihentikan... Semua nasehat Allah mengenai segala hal yang penting bagi kemuliaanNya, keselamatan manusia, iman dan hidup, juga dengan jelas dituliskan atau perlu dimuat didalam Kitab Suci; dimana suatu waktu tidak boleh lagi ditambahkan apapun juga, apakah dengan wahyu baru dari Roh maupun dengan tradisi-tradisi manusia' (Baptist Confession I: 1 dan 6).


Karunia-karunia Yang Masih Berlangsung


Kharismata atau karunia-karunia rohani yang masih mendapat tempat di dalam kehidupan jemaat adalah para penginjil, gembala, pengajar, diaken (pembantu), dan penatalayanan (pemerintahan) – dengan kata lain, pengajaran, penggembalaan dan pelayanan kepemimpinan jemaat. Hal ini jelas, pertama, dari kenyataan bahwa tidak seperti karunia-karunia lainnya, tujuan dari karunia-karunia ini belum sepenuhnya dihapuskan dan digenapi pada masa Alkitab, seperti yang ditunjukkan oleh Amanat Agung dan pelbagai perikop yang lain.


Kedua, Perjanjian Baru dengan jelas memelihara kesinambungan karunia-karunia ini (tidak seperti karunia yang lain). Surat-surat penggembalaan, misalnya, memberikan persyaratan (kualifikasi) tentang pengajar dan para pemimpin, dan mendesak untuk terus memberitakan Firman. Paulus memberikan instruksi-instruksi yang sangat jelas mengenai kesinambungan peran pengajaran dan kepemimpinan ketika ia memberitahukan bagaimana kita harus hidup – sebagai keluarga Allah, yakni jemaat dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran. Tetapi di dalam surat-surat penggembalaan tersebut ia sama sekali tidak menyuruh kita melakukan penyembuhan atau tanda mujizat yang lain, atau mengharapkan inspirasi nubuat dan sebagainya.


Tanda Yang Tidak Diberikan Karunia


Alasan mengapa para penulis kharismatik masih mengharapkan tanda-mujizat seperti kesembuhan dan bahasa lidah masih tetap berlangsung adalah bahwa mereka tidak memperhatikan tujuan Allah dalam memberikan karunia-karunia tersebut, dan mereka menggantinya dengan gagasan mereka sendiri mengenai apa yang ingin dicapai oleh karunia itu. Mereka berkhayal bahwa diberikannya tanda-mujizat adalah untuk mengagetkan orang agar percaya, dan membantu atau menopang iman. Jelas jika ini yang menjadi tujuan tanda-mujizat, maka tidak ada alasan mengapa tanda-mujizat harus dihentikan. Mengapa Allah membiarkan jemaat-jemaat abad pertama diabaikan di dalam kesaksian Kekristenan pada abad-abad berikutnya? Bagaimanapun juga, karunia-tanda bukan diberikan untuk menciptakan atau untuk menaikkan iman, tetapi memberikan tanda-tanda yang sangat khusus dan peneguhan-peneguhan yang telah kita identifikasikan dengan ayat-ayat pendukung di bagian depan. Penulis kharismatik, Dr. Rex Gardner memberikan kita sebuah contoh tentang penulis-penulis mengenai masalah ini yang mengabaikan alasan-alasan alkitabiah mengenai mengapa karunia-karunia itu diberikan. Ia mengatakan: 'Karunia-karunia itu diberikan kepada tubuh Kristus untuk dipakai setiap hari.' Tetapi berbagai ayat yang telah kita kutip di bagian depan tidak mendukungnya; ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa kebanyakan dari karunia tersebut mempunyai tugas tanda yang sangat khusus.


Mujizat dan kesembuhan masih terjadi masa kini, oleh kuasa Allah, dan untuk menjawab doa. Tetapi tanda-mujizat dilakukan melalui tangan pribadi-pribadi yang berkarunia, untuk tujuan peneguhan, dan berlangsung pada masa para rasul. Karunia-karunia sama sekali bukan diberikan untuk menguatkan iman di masa selanjutnya, dan kita seharusnya menyimak baik-baik perkataan Kristus kepada Tomas yang tidak percaya – Karena engkau telah melihat Aku, maka Engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya (Yoh. 20: 29). Injil Yohanes selanjutnya mencatat: Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata murid-muridNya, yang tidak tercatat dalam kitab ini, tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya ...(Yoh. 20: 30-31). Tanda-tanda itu kini tidak ditunjukkan lagi, karena kita telah memiliki tanda-tanda Kristus (dan para rasul) yang tertulis di dalam kitab Tuhan, dan dengan membaca atau mendengarkan apa yang tertulis, maka kita menjadi percaya di dalam Kristus, dan akan memiliki hidup di dalam namaNya.



Apakah Galatia 3: 5 merujuk kepada pembuat mujizat di dalam jemaat?

Ada sebuah pertanyaan – Bukankah Galatia 3: 5 mengimplikasikan bahwa orang-orang di luar kelompok rasul juga sering melakukan mujizat? Bunyi ayat tersebut adalah – Jadi bagaimana sekarang, apakah Ia yang menganugerahkan Roh kepada kamu dengan berlimpah-limpah dan yang melakukan mujizat di antara kamu, berbuat demikian karena kamu melakukan hukum Taurat atau karena kamu percaya kepada pemberitaan Injil? (Ia pada awal ayat ini, tentu saja merujuk kepada Allah). Ayat ini jika dibaca dengan sembarangan tentu saja memberikan kesan bahwa mujizat merupakan hal yang sering terjadi di kalangan orang Kristen Galatia.

Namun, kita harus waspada karena Surat Galatia ditulis segera setelah Paulus selesai melayani mereka (perhatikan perkataan – begitu lekas – di dalam Galatia 1: 6). Jika kita menerima apa yang dinamakan skenario 'Galatia Selatan' (yang didukung oleh kebanyakan sarjana injili), maka Paulus bisa menulis surat tersebut pada tahun 48 AD, kurang dari satu tahun setelah pelayanannya disana, atau ditengah-tengah perjalanan misi keduanya yang hanya beberapa bulan setelah kunjungan keduanya kepada jemaat Galatia (tercatat didalam Kis. 15: 40 – 16: 8).

Bagaimanapun juga orang-orang Galatia belum lama menyaksikan tanda-mujizat dari Paulus sendiri. Sejak kepergian Paulus, jemaat itu membiarkan diri mereka terpengaruh oleh para pengajar Yudaisme, namun tidak ada di antara mereka, baik para pengajar Yudaisme maupun orang Galatia biasa itu yang bisa melakukan tanda-mujizat. Karena itulah Paulus menantang mereka untuk mengingat pengalaman tanda-mujizat eskklusif yang belum lama mereka saksikan sehubungan dengan pelayanannya – kata rasul mengenai pembenaran hanya karena iman saja.


Agabus dan Nabi-nabi Lainnya

Pertanyaan selalu muncul berkenaan dengan kasus Agabus (Kis. 21) yang sebenarnya bukan hanya menubuatkan pesan doktrinal maupun nasehat, namun juga menubuatkan hal-hal yang akan terjadi. Bukankah ini mengindikasikan bahwa nubuat bukan sekedar ditujukan untuk mengajar pada masa Alkitab belum sempurna? Dan bagaimana dengan anak-anak dara Filipus yang juga merupakan nabiah? Karena mereka dianggap tidak boleh mengajar di dalam jemaat, mungkinkah nubuatan mereka juga merupakan sesuatu yang lain dari doktrin (pengajaran) dan pesan?

Kasus Agabus sama sekali tidak bertentangan atau melemahkan posisi bahwa para nabi menerima masalah doktrinal dan pesan langsung dari Allah untuk diajarkan kepada manusia sepanjang Kitab Suci belum lengkap. Tentu saja, cara Agabus didengar menunjukkan bahwa orang-orang percaya sudah terbiasa dengan para nabi demikian yang menubuatkan kejadian-kejadian yang akan datang. Namun hal ini tidak perlu mengejutkan kita, karena kita jelas mengetahui bahwa ketentuan Perjanjian Lama untuk membuktikan seorang nabi sejati masih berlaku. Bagaimana umat Allah bisa percaya bahwa saudara Agabus harus diakui sebagai seorang pengajar dengan 'status nabi'? Jawabannya adalah, bahwa kadang-kadang Allah menginspirasikannya untuk bernubuat (fore-tell) dan juga meramal (forth-tell).6

Perkataan nubuatan yang pertama adalah untuk peneguhan pribadi, sehingga perkataan nubuatan yang kedua bisa dipercayai oleh masyarakat.

Fakta bahwa Filipus mempunyai empat anak dara yang merupakan nabiah tidak perlu menyulitkan maupun memprihatinkan kita. Meskipun mereka tidak diperbolehkan untuk mengajar atau bernubuat di dalam pertemuan umum jemaat, mereka jelas boleh mengajar, menegur dan memberi nasehat di dalam pertemuan kaum wanita. Juga ada bukti-bukti tentang pelayanan anak-anak di dalam jemaat pada masa itu yang bertumbuh pesat, yang didasarkan pada konsep sekolah-sekolah sinagog Yahudi.

Yang menariknya, nubuatan Agabus di dalam Kis. 21: 10 dst. merupakan sesuatu yang segera akan dimasukkan ke dalam Firman Tuhan. Ia menyampaikan tentang Paulus yang akan dipenjarakan, yang kemudian tercatat di dalam tulisan Lukas dan beberapa surat lainnya. Meskipun kelihatannya ia hanya menunjukkan keadaan pada saat itu, perlu dicatat bahwa ia sungguh-sungguh menggenapi peran nabi (Perjanjian Baru) dengan menyampaikan Firman Tuhan demi perkembangan Alkitab yang sempurna!>

2 comments:

  1. Karunia-karunia yang diberikan pada abad pertama memang sudah dihentikan.Sudah mencapai maksud tujuannya,yaitu memperlihatkan dalam sekala kecil,apa yang akan dilakukan dalam sekala besar-besaran di Kerajaan Allah.
    Sudah mempermudah pemberitaan Injil Kerajaan Allah.
    Yang mati dibangkitkan,tidak ada orang yang sakit lagi,tidak ada orang yang cacat lagi,Semuanya kembali kepada maksud tujuan Allah yang semula,yaitu bumi menjadi Firdaus yang dihuni oleh manusia-manusia yang sempurna,hidup kekal dan hidup bahagia.
    Tidak diperlukan bahasa roh,barang cetakan sudah dicetak dalam banyak bahasa,interpreter juga sudah ada dimana-mana,karunia bernubuat juga tidak diperlukan lagi,alkitab sudah komplit nubuatnnya,dsb,dsb.

    ReplyDelete
  2. Kenapa teologi/tafsiran dijadikan kebenaran mutlak? Bagaimana dgn 2 saksi Allah yg bernubuat & melakukan mujizat di akhir jaman? Apakah ada kasus perkecualian di sini? Maaf saya tidak percaya dgn doktrin yg mengandung perkecualian-perkecualian hanya untuk membenarkan teologi/tafsirannya sendiri...

    ReplyDelete