GBIA SEMARANG Headline Animator

omakase

IMAN

IMAN TIMBUL DARI PENDENGARAN, DAN PENDENGARAN AKAN FIRMAN ALLAH. TANPA IMAN YANG BENAR, MAKA MANUSIA AKAN MELAYANI ALLAH TANPA PENGERTIAN YANG BENAR. DAN HAL ITU SAMA SEKALI TIDAK MENYENANGKAN ALLAH (ROMA 10:1-3, 17)

Monday 29 December 2008

Bab 9

Imajinasi

Gelombang Baru Kesembuhan Pikiran dan Ingatan



Di dalam buku-buku kesembuhan baru yang membanjir, berbagai penulis kharismatik telah terlanda untuk mengikuti kepopuleran 'Yonggi Cho' yang memvisualisasikan doa menjadi kenyataan. Salah seorang penulis, David A. Seamands, misalnya, menulis di dalam bukunya "Healing of Memories" (Memulihkan
Ingatan), 'Iman telah dipanggil sebagai suatu bentuk imajinasi kudus. Ini berarti kita berdoa menggunakan imajinasi kita untuk memvisualisasikan orang-orang yang disembuhkan dan dibebaskan dari rantai masa lalu yang menyakitkan; bahwa kita menggambarkan mereka diubah dan diperbaharui.'


Penulis-penulis seperti Seamands menganut gagasan yang tadinya dipertahankan oleh para psikiater sekuler, bahwa menguburkan atau menyembunyikan luka akan melumpuhkan orang, kecuali jika mereka mengeluarkannya satu per satu, memunculkannya agar terlihat, dan menyingkirkannya. Seamands dan yang lainnya melangkah terlalu jauh seperti mengatakan bahwa bahkan Allah juga tidak
bisa menyembuhkan perasaan dan ingatan yang sudah hancur, kecuali masalah sehari-hari ini diangkat dan si penderita dihadapkan langsung dengan ingatan yang sakit itu. Metode itu 'dikristenkan' dengan cara memperkenalkan Tuhan yang telah bangkit
ke dalam permasalahan masa lalu si penderita melalui imajinasi.


Pertama si penderita atau orang yang tertekan itu diminta untuk mengenang masa kanak-kanaknya yang menyedihkan. Kemudian, dengan memakai imajinasi, si penderita harus mereka-ulang kejadian itu dan masuk ke dalamnya sekali lagi, memandangnya kembali sebagai seorang kanak-kanak. Begitu terbawa di dalam semangat fantasi, sang 'kanak-kanak' kemudian didorong untuk mengimajinasikan Yesus di dalam kejadian itu. Sang Juruselamat dapat disesuaikan dengan imajinasi pikiran apapun yang diingini si penderita, tetapi Ia harus diimajinasikan dengan rincian yang realistis, yang mengucapkan kata-kata penghiburan dan jaminan. Selanjutnya si pasien (sebagai seorang kanak-kanak) harus mengucapkan kata-kata yang memaafkan orang tua, atau siapa saja yang menyebabkan luka masa kecilnya, sehingga dengan demikian menyingkirkan penyebab tekanan dari semua permasalahannya.


Pasien atau kadang-kadang sering disebut 'orang yang berkonsultasi (counselles)', kerapkali sungguh-sungguh menyingkirkan permasalahannya karena mereka mengimajinasikan kejadian-kejadian yang menakjubkan, mendengarkan tokoh-tokoh imajinasinya mengatakan hal-hal yang luar biasa. Para penyembuh-ingatan kharismatik Katolik Roma (yang sangat diterima dan diakui oleh kaum kharismatik injili) menggunakan teknik-teknik yang serupa, tetapi umumnya menggantikan Yesus dengan Maria sebagai figur yang menyembuhkan dan yang memberi penghiburan di dalam fantasi pertemuan si 'kanak-kanak'. Penjualan buku pendukung teknik penyembuhan-pikiran yang sangat besar jumlahnya tersebut semestinya sangat memprihatinkan orang-orang Kristen orthodoks alkitabiah, karena fantasi merupakan suatu khayalan yang dibangkitkan dari dalam diri, yang menghancurkan ketetapan alkitabiah bahwa akal sehat rasional harus tetap menjadi kendali pikiran kita.


Visualisasi Kristus jelas merupakan pelanggaran serius terhadap perintah kedua dari Sepuluh Perintah Tuhan, karena ia termasuk menyulap sebuah imajinasi pikiran terperinci terhadap Allah yang agung yang telah bangkit. Perintah tersebut berbunyi – Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, ... Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya. Kita tidak boleh membuat atau menggambar Allah yang tidak terbatas dan mulia pada kayu, batu, atau dengan fantasi pikiran, dengan suatu pandangan yang menggantikan realitas rohani ini. Adalah salah dan dosa menciptakan Kristus menurut visualisasi kita sendiri, dan membuatNya mengatakan kata-kata yang kita ingin Dia katakan, 'mengemongi' dan

'mengeloni' kita, dan seterusnya. Orang-orang yang mengajarkan hal-hal ini yang dengan sengaja menentang wahyu kehendak Allah, berdosa besar menghujat dan mengabaikan otoritas Allah.


Kita memiliki seorang Juruselamat, yang mempunyai bentuk bayangan yang mudah divisualisasikan. Bukanlah dosa mempunyai bayangan yang umum tentang bentuk kemanusiaan Tuhan. Sebab memang adalah fakta bahwa Juruselamat mengenakan tubuh kedagingan manusia, dan terangkat ke Surga dengan tubuh kemuliaan, dan itu merupakan suatu dorongan dan bantuan bagi kita untuk melakukan pendekatan terhadapNya. Tetapi mengenakan konsep bayangan (terhadap diri Tuhan Yesus) tersebut dalam bentuk mata coklat, rambut coklat, kulit yang terang atau gelap, bahan pakaian tertentu, atau ekspresi wajah yang khusus menurut selera dan keinginan kita adalah menyingkirkan jauh-jauh kewaspadaan yang hakiki tentang kemanusiaanNya yang mulia ke dalam alam fiksi dan fantasi.


Kita harus menyembah di dalam
Roh
dan
kebenaran. Bagaimana mungkin gambaran di pikiran menjadi suatu kebenaran jika telah kita rekayasa? Bagaimana kita bisa tahu rupa Juruselamat itu seperti apa? Bagaimana kita bisa mengetahui ekspresi yang ditunjukkanNya? Barangkali kita telah berdosa dan Juruselamat kita sedang bermuka masam terhadap kita, bukan tersenyum. Penting untuk mengetahui bahwa orang-orang yang diberi konsultasi oleh para penyembuh ingatan semuanya berhadapan dengan Juruselamat yang tersenyum, yang tidak pernah bermuka masam, memarahi, menghukum, memperingati atau memberi perintah. Mereka merekayasa sendiri seorang Juruselamat yang akan menghibur, menyenangkan, memuji serta melayani mereka, mereka bukannya tunduk kepada sang Juruselamat yang dinyatakan di dalam Alkitab.


Juruselamat yang telah bangkit yang menampakkan diri kepada Paulus untuk meneguhkan persyaratan sebagai seorang rasul – yaitu orang yang telah melihat Tuhan. Namun Paulus memberitahukan kita bahwa dia adalah orang yang terakhir yang melihat Tuhan yang telah bangkit (sebelum Dia datang kembali). Paulus bagaikan anak yang lahir sebelum waktunya, sebagai rasul terakhir. Bagi kita ketentuannya adalah bahwa secara eksklusif pendekatan kepada Allah adalah dengan
iman, dan penyembahan di dalam
roh. Kita mengenal Kristus seperti yang dikatakan di dalam Kitab Suci, dan kita tidak boleh menambahkan atau mengurangi sesuatu apapun terhadap wahyu itu. Kita mengenal Kristus karena sifat-sifat dan karakter yang diungkapkan di dalam Alkitab, bukan dengan imajinasi terhadapNya.


Kita memahami Kristus berdasarkan rencana dan maksud-maksud yang Ia ungkapkan di dalam FirmanNya, dan kita mengasihiNya karena janjiNya yang indah. Paulus berdoa untuk orang Efesus – sehingga oleh imanmu Kristus diam di dalam hatimu. Ini adalah cara untuk mengetahui dan mendapatkan betapa lebarnya dan panjangnya dan dalamnya dan tingginya kasih Kristus melalui pengetahuan. Iman Kristen bukan berpaling dari Firman sebagai sumber dari segala pengetahuan tentang Allah, dan bukan untuk mencari tahu Kristus dan kuasaNya melalui 'imagineering' ('imajinasi') [istilah yang digunakan oleh jargon baru]. Kristus hasil rekayasa yang berkata-kata dengan perkataan rekayasa adalah Kristus palsu; yakni Kristus ciptaan; Kristus buatan yang diyakini, bahkan lebih buruk lagi – Kristus yang dipertontonkan. Ia adalah ilusi (khayalan) yang sengaja dimunculkan dari ketidaktaatan kepada Firman dan kesengajaan penghujatan yang mengabaikan Allah yang maha kuasa dengan kendali manusia.


Melihat keseriusan kesalahan pengajaran ini dan kepopulerannya yang melambung tinggi, bab ini akan mengevaluasi secara lebih dekat apa yang dikatakan dan dilakukan oleh beberapa penulis kesembuhan pikiran yang populer itu. Rita Bennett mewakili kelompok ini. Karena kepopulerannya di kalangan kharismatik melalui tulisan hasil kerjasama dengan suaminya Dennis Bennett, The Holy Spirit and You ('Roh Kudus dan Anda'), pada tahun 1982 ia menerbitkan sebuah buku berjudul Emotionally Free ('Kelepasan Emosional'), yang telah dicetak ulang berkali-kali.


Rita Bennett mengawali 'kesembuhan/pemulihan dari dalam/ inner healing' (atau kesembuhan melalui fantasi) pada tahun 1977, pasien pertamanya adalah seorang wanita separuh baya yang dikatakan sedang dalam keadaan di ambang kerusakan syaraf. Wanita ini diberi nama 'Meg' di dalam buku itu. Mengetahui Meg mengalami masa kecil yang tidak bahagia, Mrs. Bennett memintanya berkonsentrasi kepada 'penderitaan' tertentu pada masa kanak-kanaknya. Pada usia 3 tahun Meg merasa diabaikan dan

ditolak ketika orangtuanya sedang bertengkar seru. Mrs. Bennett mendorongnya memvisualisasikan Yesus di dalam kejadian itu, dan mengimajinasikanNya sesuai dengan apa yang diinginkannya. Setelah beberapa menit Meg menyatakan bahwa ia dapat melihat Yesus dengan gamblang. Ia masih anak-anak, dan Yesus membungkuk dan merangkulnya, berkata, 'Aku tidak akan meninggalkanmu. Aku tidak akan pernah mengabaikanmu.'


Pengalaman imajinernya membuatnya menangis dan berseru bahwa ia kini merasa lebih enak – 'begitu terlindung'. Rita Bennett mengenang bahwa ia 'membiarkan dirinya tenggelam di dalam kehangatan penghiburan kasih Yesus.' Selanjutnya ia mendorong Meg untuk masuk kembali ke dalam fantasinya sebagai anak yang berusia tiga tahun untuk mengatakan kepada orang tuanya bahwa ia akan memaafkan mereka karena menolaknya.


Mrs. Bennett menceritakan sebuah kasus yang serupa mengenai seorang anak muda bernama Jim, yang mengalami kegelisahan, frustrasi, kemarahan dan penolakan. Dibawah 'tuntunan Roh Kudus' Jim mengingat penolakan yang dirasakannya ketika masih menjadi anak sekolah. Karena tidak bisa membaca, suatu hari di dalam sebuah ujian ia sama sekali tidak tahu apa-apa, dan ia menangis, sehingga gurunya membuatnya menjadi bahan ejekan. Rita Bennett memakai ingatan ini dan meminta Jim memvisualisasi latar belakang tersebut, dan ia melakukannya, dengan memasukkan Yesus di dalam gambaran di pikirannya. Langsung suara Jim menjadi lebih semangat dan berseru, 'Ia sedang berjongkok di samping saya!'

'Apa yang Ia katakan kepadamu?', tanya Mrs. Bennett.

'Ia mengatakan bahwa kasihNya akan menolongku belajar dan membantuku untuk menerima diriku. Ia berkata bahwa Ia juga akan memampukanku untuk memaafkan guruku.'


Meneruskan cara 'visualisasi'nya, Jim berbicara kepada gurunya dan menunjukkan maafnya, sehingga 'ia terbebas' dari tekanan ikatan kuasa permusuhan di dalam dirinya.


Rita Bennett mempertahankan bahwa bahkan orang-orang Kristen sekalipun yang sungguh-sungguh mencoba hidup untuk Tuhan bisa saja terpaku dan mengetahui sama sekali tidak ada gunanya berdoa, karena adanya 'masalah yang tersembunyi' di dalam mereka. Masalah tersebut bisa saja berupa luka-luka atau problem masa lalu yang tersimpan di dalam jiwa – 'sehingga bahkan Roh Kudus sendiri tidak mampu menyentuhnya'. Ia memaksakan bahwa Allah tidak bisa menolong atau memulihkan sampai 'si penderita' mengeluarkan masalah-masalah itu ke permukaan, mengingatnya, dan kemudian 'melepaskannya' kepada Tuhan di dalam sebuah pertemuan visualisasi.


Darimanakah Mrs. Bennett menemukan hal itu di dalam Alkitab? Jawabannya adalah tidak dimana-mana! Secara tidak langsung ia menghadapi sesuatu dengan penjelasan-penjelasan ilmiah palsu yang rumit. Penjelasan theologis terdekat yang kita peroleh adalah sebuah kutipan sentimen mengejutkan dari Watchman Nee, yang mengatakan bahwa baik Allah maupun iblis tidak bisa berbuat sesuatu di dalam kehidupan kita tanpa terlebih dahulu memperoleh izin kita. Mrs. Bennett mengembangkan gagasan ini menjadi bahwa Allah tidak bisa memulihkan kelemahan emosional kita kecuali jika kita dapat menemukan penyebabnya dan dengan sukarela melepaskan sikap buruk yang menekan.


Pertanyaan tentang apakah hal-hal tersebut diajarkan di dalam Alkitab ditolak secara halus, bahwa ketika Yesus hadir secara jasmaniah, Ia tidak perlu divisualisasikan ke dalam keadaan si penderita. Penjelasan ini sulit diterima, karena kitab-kitab Perjanjian Baru tidak berbicara apapun mengenai hal itu mulai dari Kisah Para Rasul sampai Wahyu yang mencatat tahun-tahun pembentukan jemaat (dan pelayanan kepada jemaat) setelah pengangkatan Tuhan.


Di dalam sebuah 'pemulihan' yang diadakan melalui konsultasi Rita Bennett, si penderitanya bertentangan dengan Kristus dan tidak siap menerima disebutkannya nama Yesus. Mrs. Bennett sebaliknya juga setuju untuk tidak membicarakan 'Orang itu'. Sekali lagi, permasalahan si penderita diperkirakan

berakar di dalam sebuah peristiwa yang terjadi ketika ia berusia tiga tahun, dan sebagaimana mestinya ia diminta untuk memvisualisasikan 'Orang itu' bersama-sama dengannya. Tak lama kemudian ia berkata, 'Okey, ya, saya melihat Dia. Ia memakai sebuah jubah yang ditenun dari serat-serat alam, dan oh! – Ia berjongkok persis di sisi jalan dan menatap langsung ke mata saya dan berkata – "Kamu tidak jahat!" Ia merangkul saya dan saya merasa sangat dikasihi dan diterima!'


Akibat pertemuan imajiner dengan Kristus ini – termasuk 'pesan' dariNya yang sangat bertentangan dengan apa yang dikatakan Kristus di dalam Alkitab – pasien yang memusuhi ini dianggap telah menjadi seorang Kristen. Menurut Rita Bennett, inilah manifestasi (pernyataan) terperinci diriNya ke dalam imajinasi seperti yang dimaksud Yesus ketika mengatakan – Barangsiapa memegang perintahKu dan melakukannya... Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diriKu kepadanya (Yoh. 14: 21). Dengan ciri khas penggunaan ayat Alkitab yang dangkal tersebut, ia tidak bisa memahami bahwa di dalam ayat ini Tuhan berbicara tentang bagaimana Ia menyatakan diriNya, bukan tentang bagaimana orang-orang bisa memerintahkan Dia dengan seenaknya (dan menurut selera mereka) di dalam imajinasi mereka.


Metode fantasi yang membuat Rita Bennett menyembuhkan seseorang yang ketakutan menunggang kuda dengan menuntun orang itu memvisualisasikan masa kanak-kanaknya ketika ia jatuh dari kuda. 'Kami ingin ia membiarkan Yesus masuk ke dalam kejadian yang menyebabkan dirinya takut dengan kuda. Kami berpegangan tangan... Susie mengenang kembali pengalaman itu dan berkata, "Ya, aku melihat Yesus... Ketika aku jatuh dari kuda, Ia mengangkatku kembali, dan sekarang Ia sedang berjalan disampingku. Yesus kelihatan bersukacita." Kemudian kami berdoa dan memerintahkan kuasa-kuasa perusak yang mempengaruhi hidupnya untuk pergi.'


Dari penulis ini kita dapatkan bahwa Yesus harus dibukakan jalan untuk memulihkan pengalaman ingatan masa lalu (pre-memory), yaitu pengalaman-pengalaman menyakitkan yang terjadi terlalu dini untuk diingat di dalam kehidupan. Untuk itu kita bahkan harus memvisualisasikannya kembali ke dalam rahim ibu kita! Bisa jadi kita menderita permasalahan yang serius karena tidak mendapatkan kehangatan dan kasih sayang yang cukup beberapa saat ketika dilahirkan! Pengalaman yang hilang ini perlu diimajinasikan, sehingga kita dapat melihat Yesus di dalam keadaan itu dan mengucapkan perkataan maaf kepada orang tua kita. Kita juga bisa memohon kepada Tuhan untuk menolong kita memvisualisasikan bagaimana rupa dan perilaku orang tua kita sebelum kita dilahirkan. Mrs. Bennett mengatakan, jika kita tidak bisa menerima mereka dalam keadaan yang sekarang, kita dapat menerima mereka sebagaimana
adanya mereka dahulu!


Ayat-ayat Alkitab yang ditawarkan Mrs. Bennet untuk menjustifikasi semua kekonyolan yang berbahaya ini hanyalah menunjukkan bahwa betapa kecilnya respek yang dimiliki oleh para penulis kesembuhan kharismatik tersebut makna ayat-ayat Alkitab yang sangat jelas. Berikut ini adalah beberapa contoh ayat yang dianggap mendukung visualisasi seseorang ketika masih janin di dalam rahim. Mrs. Bennett sangat senang dengan ayat-ayat ini. Ia mengatakan, 'Ketika saya menyelidiki Alkitab, saya sangat bersukacita mendapatkan bahwa betapa banyaknya ayat mengenai hal kelahiran dan masa-masa sebelum kelahiran. Jelas Allah ingin kita mengetahui apa yang dipikirkanNya.'


Mazmur 22: 10 – Ya, Engkau yang mengeluarkan aku dari kandungan; Engkau yang membuat aku aman pada dada ibuku.


Yesaya 49: 1 – Dengarkanlah aku, hai pulau-pulau, perhatikanlah, hai bangsa-bangsa yang jauh! Tuhan telah memanggil aku sejak dari kandungan, telah menyebut namaku sejak dari perut ibuku.


Efesus 1: 4 – Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapanNya.


Yohanes 10: 3 – Untuk dia penjaga membuka pintu dan domba-domba mendengarkan suaranya dan ia memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya dan menuntunnya keluar.


Pembaca manapun juga akan dapat menilai bahwa ayat-ayat ini tidak mendukung apapun kepada gagasan yang dinyatakan di dalam buku-buku seperti itu. Namun penggunaan mereka semuanya tipikal, sehingga Kitab Suci terus dipelintir dan disalahgunakan di dalam buku-buku kesembuhan masa kini ini.


Mrs. Bennett, seperti juga eksponen metode 'imajiner' lainnya, kelihatannya percaya bahwa kebanyakan masalah perasaan (emosional) disebabkan oleh luka-luka yang disebabkan orang lain. Permasalahan tidak
pernah dilihat sebagai dosa pribadi seperti kesombongan, ketamakan, ingin menguasai, egoisme dan rasa ingin menonjolkan diri sendiri. Satu-satunya yang pernah diakui oleh pasiennya adalah dosa menentang diri mereka sendiri (seperti tidak mau memaafkan dan terlalu kasar terhadap diri sendiri), serta tidak bisa memaafkan orang lain. Biasanya tidak dimintakan pengakuan dosa lainnya; hal ini mengindikasikan pandangan tidak alkitabiah kondisi manusiawi si penulis.


Teknik penyembuhan pikiran dan ingatan Rita Bennett tentu saja bukan orisinil miliknya. Para pendukung gagasan tersebut masa kini sangat bersandar kepada almarhum Agnes Sanford, seorang penyembuh terkenal yang buku-bukunya terjual dengan jumlah luar biasa sejak tahun 1940-an. Theologi Mrs. Sanford, istri seorang hamba Tuhan Episkopal Amerika, sama sekali tidak injili. Buku-bukunya penuh dengan perasaan yang kadang-kadang berbau mistik, kadang-kadang Katolik, kadang-kadang animistis, kadang-kadang Freudian (berbau pandangan Sigmund Freud), dan hanya kadang-kadang samar-samar berbau injili.


Mrs. Sanford memiliki keahlian menulis yang hebat dan metode yang sangat menarik dalam menceritakan anekdot-anekdot kesembuhan. Dengan gampang kita bisa melihat betapa banyaknya orang yang menyimpulkan bahwa buku-bukunya adalah bacaan yang memikat. Namun pemikiran yang dikembangkan di dalam buku-buku tersebut sama
sekali bukan berasal dari Alkitab, tetapi mengalir langsung dari imajinasi Mrs. Sanford yang subur. Berikut adalah salah satu contoh yang ditiru oleh Bennett, Seamands dan banyak lagi yang lain dari pentolan penyembuh modern ini. Agnes Sanford menceritakan sebuah kisah tentang seseorang yang kakak-kakak lelakinya meninggalkan rumah untuk menjadi sukarelawan perang ketika ia masih kanak-kanak. Ia yakin kakak-kakaknya tidak akan kembali dan karena itu hatinya akan hancur karena kesepian. Namun ternyata kakak-kakaknya sungguh-sungguh kembali dan kebahagiaan keluarga didapatkan kembali, tetapi pertumbuhan anak muda tersebut tetap tertekan dan tidak tentram karena ingatannya masih belum dipulihkan.


Mrs. Sanford mengajarkan anak muda yang tertekan ini untuk memvisualisasikan pengalaman masa lalu itu dan memproyeksikan Yesus ke dalam kejadian itu. Ia segera dapat melihat dirinya sebagai seorang anak, tersandar sedih di gerbang luar rumahnya, sebuah topi biru di kepalanya, dengan Yesus disampingnya. Ketika ia melihat Yesus di dalam kejadian itu, terjadilah sebuah 'mujizat'. Pancaran keputusasaan yang ada di dalam ingatannya hilang, dan ia terbebas dari kesengsaraannya.


Mrs. Sanford secara terbuka menyatakan bahwa metode kesembuhan ingatannya adalah sama seperti yang dicapai dengan 'psikologi yang mendalam', padahal teknik yang disebut terakhir ini menyebabkan pasien mengenang kembali masa lalu selama berbulan-bulan, kerapkali disertai dengan sakit dan tangis, sedangkan teknik Mrs. Sanford termasuk singkat dan sakit pasti hilang.


Agnes Sanford menyatakan bahwa pengetahuan yang mendalam terhadap orang-orang yang menderita dikaruniakan kepadanya oleh Roh Kudus beserta dengan kuasa kesembuhan dan kuasa kreatif. Ia mengatakan bahwa dengan menggunakan imajinasinya ia mendapatkan dirinya bisa 'mengendalikan dari jauh' perilaku anak-anaknya semasa mereka masih kecil, menjauhkan kemarahan, dan seterusnya. Ia menjelaskan bahwa kuasa-kuasa kesembuhannya lebih luas lagi dari semua ini.


Suatu kali ketika ia sedang menumpang kereta api, sebuah batu menghantam jendela dan menyebabkan seorang anak muda yang duduk berseberangan luka berat di keningnya dan jatuh pingsan ke lantai. Darah menyembur deras keluar sehingga membasahi lorong dan menguatirkan semua orang. Karena kegemparan itu, kereta api berhenti dan penjaga menelpon dari pinggir rel meminta bantuan ambulance.

Mrs. Sanford menceritakan bagaimana ia mulai berdoa, dan dengan keras memvisualisasikan kesembuhan kening anak muda tersebut: 'Saya memakai doa dengan kuasa imajinasi, melihat luka itu disembuhkan.' Kurang dari sepuluh menit pria itu sadar, dan dalam jam itu juga luka yang tadinya menganga telah berubah menjadi suatu garis putih seperti goresan yang berusia tiga minggu. Agnes Sanford mengangkat hal ini sebagai contoh penggunaan karunia kreatif yang dimiliki manusia, yaitu suatu karunia nyata yang menggunakan kekuatan imajinasi dengan pertolongan Roh Kudus.


Namun karunia kreatif yang memampukan kita untuk memvisualisasikan kesembuhan ini sama sekali bertentangan dengan doa yang diajarkan Alkitab, yaitu bahwa doa itu sepenuhnya tergantung kepada kuasa Allah yang akan menjawabnya, disertai dengan kesiapan untuk menerima kehendak dan maksudNya yang tertinggi di dalam masalah tersebut. Doa bukanlah seni untuk memanipulasi apa yang terjadi dengan kekuatan kehendak atau imajinasi. Doa juga bukan sejenis panggung mental dimana kita dapat memvisualisasikan Juruselamat dan menggerakkanNya di layar seperti boneka yang ada talinya.


Wawasan berikutnya tentang gagasan aneh Agnes Stanford (terutama penggunaan Kitab Sucinya) dapat dilihat di dalam aplikasinya terhadap nasehat Paulus – Hiduplah sebagai anak-anak terang. Mrs. Sanford mengatakan bahwa kita harus hidup sebagai orang yang diberikan beban energi yang hidup dan bergerak seperti terang, yang 'intensitas getarannya terlalu tinggi dan panjang-lebar gelombangnya terlalu halus untuk dilihat oleh mata manusia'.


Melalui doa kita dapat memacu energi ini menjadi sebuah kekuatan kreatif, dan inilah yang sering dirasakan seperti suatu panas atau getaran ketika seorang penyembuh menumpangkan tangan ke atas orang yang menderita. Mrs. Sanford membayangkan bahwa suatu saat ilmu pengetahuan bisa menemukan getaran yang saat ini bahkan sudah dapat digunakan orang Kristen. Menurut dia, energi tersebut adalah kekuatan kita; penggunaannya dirujuk oleh Paulus sebagai berjalan di dalam terang; dan ia tak lain dan tak bukan adalah kekuatan rohani yang Allah tiupkan kepada manusia pada saat penciptaan. Kami memasukkan informasi ini, karena hal tersebut menunjukkan adanya campur-aduk pemikiran gaya kultus yang melahirkan teknik kesembuhan pikiran (dan ingatan) yang kini dengan antusias dipegang oleh demikian banyak penulis kesembuhan kharismatik.


David A. Seamands, seorang mantan misionari Methodis, telah dikenal sebagai penulis lain pendukung teknik-teknik tersebut yang bukunya dibaca luas. Ia telah menerbitkan dua buku terlaris – Healing for Damaged Emotions ('Pemulihan/Kesembuhan Perasaan yang Hancur') dan Healing of Memories ('Pemulihan/Kesembuhan Kenangan'). Mr. Seamands mengulang gagasan yang tidak asing – kita menderita penyakit emosional yang tidak bisa disembuhkan Allah kecuali kita menemukan kenangan terkubur yang menyebabkannya. Konsultan pemulihan harus memohon tuntunan, sehingga para penderita bisa mengingat kembali kejadian-kejadian yang mengganggu, kemudian mengisi kejadian itu dengan menggunakan imajinasi mereka – yakni visualisasi.


Seperti Mrs. Bennett, Seamands membangun gagasannya berdasarkan anekdot dan kisah-kisah menarik tentang kemampuan ingatan, bukan dengan mendirikan dasar dari Kitab Suci. Tentu saja David Seamands menyatakan bahwa metodenya adalah alkitabiah. Di dalam bab berjudul – Biblical Foundations for Memory Healing ('Dasar-dasar Alkitabiah Pemulihan/Kesembuhan Ingatan') di dalam buku Healing of Memories, Seamands menyatakan adalah sangat penting untuk memahami bahwa metode-metode tersebut memiliki 'dasar-dasar yang kuat' di dalam Alkitab. Namun ia langsung mendapat kritikan pedas dari orang-orang yang menolak metodenya, karena hal-hal tersebut tidak diuraikan di dalam Alkitab. Ia mengatakan, 'Jika kita menerapkan pertimbangan itu ke dalam segala hal, kita bisa menjadi fanatik dan bahkan menjadi sangat berbahaya – (misalnya) memakai pakaian tanpa kancing; tidak mengendarai mobil; tidak menggunakan piano... menolak menggunakan penisilin untuk anak yang sakit...'


Dengan kata lain, Mr. Seamands mengatakan kita tidak boleh melarang sesuatu hanya karena hal tersebut tidak ada di dalam Alkitab, dan hal tersebut termasuk teknik-teknik kesembuhannya yang ganjil.

Tentu saja mobil, piano dan penisilin tidak dikenal pada masa Alkitab, meskipun transportasi, alat musik dan obat-obatan lainnya dikenal, dan semua itu secara umum diterima di dalam uraian alkitabiah. Namun, metode-metode kesembuhan yang didukung oleh Seamands dan yang lainnya bukan merupakan produk teknologi modern. Jika hal-hal tersebut memang absah (legitimate), tanpa ragu-ragu pasti hal-hal tersebut didukung Alkitab.


Dalam kaitan tersebut, seluruh bab mengenai 'Dasar-dasar Alkitabiah' hanya berhasil mengangkat tidak lebih dari empat perikop Alkitab, dan perikop-perikop itu tak sedikitpun menjustifikasi teknik-teknik tersebut. Salah satunya adalah 1 Kor. 13: 11, dimana Paulus berbicara tentang menyingkirkan hal-hal yang kekanak-kanakan. Ayat ini dipelintir paksa keluar dari konteksnya, sehingga Paulus dibuat seakan-akan mengatakan ingin dibebaskan dari ingatan masa kanak-kanak yang membuatnya diperbudak! Penggunaan perikop untuk menjustifikasi visualisasi dan fantasi demikian bukan saja konyol, namun harus dikecam sebagai ketidakjujuran rohani dan intelektual yang disengaja.


Ayat lain dari Seamands adalah Ibrani 13: 8, yang berbunyi – Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan selama-lamanya. Seamands berargumentasi bahwa karena Yesus Tuhan atas waktu, maka Ia akan dengan sukacita memasuki permainan visualisasi kita dan untuk memulihkan luka-luka masa lalu kita. Seharusnya jelas bagi semua pembaca yang tidak berprasangka, bahwa ayat ini sama sekali bukan menggambarkan atau menjustifikasi visualisasi atau fantasi Yesus menjadi kenyataan, dan siapa saja yang menggunakan teks demikian untuk membenarkan teknik-teknik tersebut, tidak bisa diakui sebagai orang yang sungguh-sungguh mengasihi pengajaran Alkitab.


Sesungguhnya melalui proses diagnosis itu, Seamands telah menyeret para pasiennya masuk lebih jauh ke dalam permasalahan dan mendorong mereka semakin asyik dengan phobia (rasa ketakutan) dan permasalahan melalui buku-buku petunjuk yang menenggelamkan mereka di dalam kasus sejarah manusia yang mempunyai masalah yang serupa. Ia memberikan rekomendasi bagi setiap orang yang ingin berkecimpung dengan otobiografi mengenai penyesalan yang dalam, rasa malu, rasa bersalah, problem rendah diri, depresi dan seterusnya. Jika masalah rumah-tangga yang berantakan, homoseksual atau penolakan pernikahan merupakan bacaan yang diinginkan, maka ia mempunyai nasehat alternatif yang kaya.


Melalui buku-buku petunjuk tersebut, orang-orang dibawa ke dalam keadaan bersandar pada diri-sendiri, introspektif dan mengasihani diri-sendiri. Setelah itu diharapkan mereka akan semakin mudah ditanya oleh si konsultan, ketika ia mempelajari ingatan itu untuk mengorek segala perilaku yang menyimpang atau kepahitan yang menurut imajinasinya dapat mempengaruhi mereka saat ini. Seamands menyatakan bahwa ketika ia menyelidiki kenangan yang menekan sang pasien, Roh Kudus mendorongnya, dan menempatkan ke dalam pikirannya kesulitan–kesulitan yang telah dilupakan oleh si penderita, dan membantunya memancing dan menjaring lebih banyak masalah lagi. Sebelum semua 'sakit' tersebut dibongkar dan muncul ke permukaan, maka pemulihan tidak pernah akan terjadi.


Tanpa merasa gentar, pemaksaan perasaan yang merupakan gangguan tidak tahu malu yang melibatkan ketenangan jiwa, Seamands mencoba untuk 'melubangi' perasaan-perasaan yang berada di bawah permukaan, atau 'perasaan-perasaan negatif'. Sambil bertanya, ia meneliti pasien dengan teliti demi apa yang disebutnya 'body language' ('bahasa tubuh') dari perasaan-perasaan yang penting – tangisan, keluh-kesah, kenyataan pahit, rasa malu, bintik-bintik di muka dan tertawa salah tingkah.


Begitu peristiwa dan kenangan yang menyakitkan teridentifikasi, maka orang yang berkonsultasi harus dibawa ke dalam perjalanan visualisasi masa lalu, mengenang kembali peristiwa-peristiwa menyakitkan melalui masa kanak-kanak, memfantasikan Yesus ke dalam situasi tersebut dan seterusnya. Para penderita didorong untuk berdoa seperti anak-anak kecil. Seamands membimbing pertemuan doa, dengan mengatakan, 'Sekarang, Tuhan Yesus, saya ingin membawa seorang anak kecil ke hadapanMu. Ia ingin berbicara kepadaMu mengenai sesuatu yang telah menyebabkan banyak penderitaan.' Seamands menceritakan bahwa orang-orang yang berkonsultasi kerapkali demikian dikuasai oleh pengalaman sehingga suara mereka – 'menjadi seperti anak-anak'. Orang-orang dewasa bisa menangis, 'Papa, jangan tinggalkan aku.'


Komentar paling sederhana yang dapat disampaikan mengenai gagasan tersebut adalah bahwa semua itu sama sekali tidak menunjukkan Firman Tuhan. Mereka benar-benar membuat rasul Paulus kelihatan seperti orang bodoh yang tidak ada harapan sebagai seorang yang menggembalakan jiwa-jiwa, karena ia sama sekali tidak menawarkan teknik-teknik yang begitu terperinci seperti yang digambarkan oleh Seamands dan yang lainnya. Imajiner (khayalan) bukan saja melanggar perintah yang kedua, namun melucuti kuasa Allah dengan memulihkan penderitaan emosional tanpa bantuan perawatan psikologis yang intensif yang dilaksanakan oleh seorang konsultan yang terlatih. Imajiner juga menawarkan pengampunan dan jaminan seperti kembang gula dengan mengabaikan kehendak Tuhan.


Hanya Anak Manusia yang mempunyai kuasa di bumi untuk mengampuni dosa, tetapi ciri-ciri utama dari teknik-teknik tersebut adalah kepura-puraan bahwa Yesus hadir pada saat keadaan si penderita menyakitkan, meskipun mereka tidak menyadarinya, bahwa Ia senantiasa ada di sisi mereka, dan bahwa mereka tidak perlu menguatirkan apapun, karena Ia akan memulihkan semua luka mereka dan memberi mereka kebahagiaan dan kehidupan yang sukses. Setiap orang yang mengasihi doktrin yang injil akan melihat, bahwa semua ini secara terang-terangan adalah anti-Injil.


Seamands sudah keterlaluan ketika mengatakan bahwa para konsultan dapat mengeluarkan pengampunan seperti imam. Ia mengatakan: 'Kita sebagai kaum Protestan telah bereaksi menentang penyalahgunaan pengakuan dosa dan keabsolutan pengampunan imamat Katolik Roma. Tindakan demikian memberikan kita hak istimewa keimamatan – yaitu menjadi asisten sementara dari Roh sebagai alatNya untuk memberikan pengampunan.' Seamands menyatakan bahwa Matius 18: 18-20 memberikan otoritas tentang hal ini (sebuah indikasi jelas mengenai kekurangan keyakinan evangelikalnya yang asli) dan mengatakan bahwa ia menyimpan elemen perjamuan kudus agar selalu tersedia untuk memberikan pengampunan.


Meskipun gagasan David Seamands berlapiskan gabungan kesalahan anti-Alkitab, namun sejumlah besar bukunya telah dicetak oleh badan penerbit evangelikal yang ternama, dan menyusup ke dalam gereja dimana-mana, terutama diterima dengan antusias oleh kalangan pelajar. Kita harus memperingatkan sifat tidak alkitabiah memalukan dari jenis gangguan ini kepada mereka yang memerlukan. Ia menghinakan Allah, karena menggeser kuasaNya memberkati orang-orang yang luka perasaannya, yang cukup hanya dengan bertobat dan berdoa; ia menghujat dengan visualisasi dan manipulasinya mengenai Anak Allah; caranya berbahaya karena memaksa orang untuk mementingkan diri yang kekanak-kanakan, subyektivisme dan emosionalisme; dan kelancangan jahat di dalam keimamatannya yang memberikan pengampunan dan jaminan.


Memang benar bahwa para gembala dan yang lain kadang-kadang berkewajiban untuk menjelaskan kepada orang percaya tentang dosa yang tidak mau memaafkan, dan sejumlah permasalahan serupa yang timbul dari 'luka' masa lampau. Tetapi cara penggembalaan yang alkitabiah memberikan tuntunan petunjuk, nasehat, dan jika perlu memberi peringatan kepada akal sehat para penderitanya, serta mendesak mereka untuk mencari pertolongan dan pengampunan Allah secara pribadi dan langsung


Apa yang salah dengan semua doa spontan langsung itu? Mengapa Allah tidak lagi menyembuhkan luka perasaan sebagai jawaban atas doa? Mengapa 1 Petrus 5: 7 tidak manjur lagi – Serahkanlah segala kekuatiranmu kepadaNya, sebab Ia yang memelihara kamu? Mengapa alam fiksi khayalan, sandiwara peran dan kepura-puraan harus diberi tempat lebih tinggi daripada doa yang percaya? Dan mengapa Allah harus menunggu 2.000 tahun untuk mengungkapkan sebuah metode kesembuhan yang 'lebih baik' kepada Seamands dan kawan-kawannya?


Jawaban atas semua pertanyaan ini adalah bahwa gagasan-gagasan tersebut hanyalah ingin menggantikan iman yang sejati di dalam Tuhan dan gagasan tersebut disebarkan oleh orang-orang yang merasa diri pintar bahwa mereka lebih tahu daripada Alkitab. Kadangkala orang-orang percaya memang mengalami penderitaan emosional yang membutuhkan pertolongan yang sangat khusus, namun seorang gembala penasehat sama sekali tidak boleh berperan sebagai 'imam' atau psikiatris yang mampu menganalisis lebih dalam, mengaku mendapat inspirasi khusus dari Allah, memeriksa, bersandiwara, menuntun 'pasien' ke dalam alam khayal, mengarang kata-kata dari Kristus dan sebagainya. Hal ini harus dikutuk sebagai sesuatu yang di luar Alkitab (extra biblical) dan menghujat, dan semua orang percaya yang berpikir benar harus sepenuhnya menjauhkan diri dari buku-buku yang mendukung gagasan demikian.


Para penyembuh kharismatik yang menekankan imajiner tidak mendapat halangan yang berarti dalam memvisualisasikan Tuhan Yesus. Rev. Andy Arbuthnot, seorang mantan kepala bank dagang yang kini menjadi seorang pendeta Anglikan dan penyembuh yang berpraktek di Misi Kesembuhan London (London Healing Mission) menulis: 'Saya biasanya membayangkan Yesus sebagai seorang anak muda, dan barangkali hal pertama yang mengesankan saya adalah damai yang mengalir dariNya... Sementara kita memandang kepadaNya, mata kita beranjak ke mukaNya. KulitNya gelap ... RambutNya coklat tua, hampir berwarna hitam ...'


Jelas apa yang diinginkan Mr. Arbuthnot, ia juga berusaha untuk memasukkan sifat-sifat illahi seperti kekudusan, kasih, kuasa dan belas kasihan di dalam penampakannya, tetapi tujuan utamanya adalah mencoba mempesonakan dengan sensasi perasaan bahwa ia bersama Tuhan Yesus di dalam satu ruangan, dan ia ingin 'pasien'nya juga merasakan hal tersebut. Kebalikan dari pendekatan kepada Tuhan dengan iman dan percaya, gagasan tersebut sebenarnya mereinkarnasikan Dia melalui kekuatan imajinasi dan berusaha sedekat mungkin untuk merasakan dampak kehadiran fisikNya.


Metode Mr. Arbuthnot adalah bermeditasi berdasarkan kisah Injil untuk mencapai perasaan yang hampir total atas kehadiran Tuhan, namun ia rela menggunakan cara di luar kisah tersebut. Ia mengemukakan bahwa orang harus berulang-ulang membaca sebuah perikop, menutup Alkitabnya, kemudian dilanjutkan dengan mengimajinasikan kejadian tersebut. Ia memberi nasehat – 'Melangkahlah lebih jauh, dan isilah dengan berbagai hal, warna langit, jejak pasir yang dilewati, warna hijau abu-abu daun zaitun... gambarkan dengan keras... apa yang Yesus rasakan dalam perikop itu, gambarkan ekspresi wajahNya... nada suaraNya... sehingga memungkinkan untuk membentuk gambar Yesus di dalam pikiran seseorang... yakni yang secara tidak kelihatan di dalam imajinasi menjadi sesuatu yang nyata.'


Orang yang ingin dipulihkan ingatannya didorong untuk masuk ke dalam visualisasi Yesus yang dicambuk dan berdarah secara terperinci, 'dengan darah yang membeku... dan dengan lalat-lalat hitam yang mengitari seluruh tubuh yang hidup itu.' Ini akan membantu mereka menerima penyaliban sebagai kemenangan Allah atas segala kejahatan, kegelapan dan penderitaan. Kemudian para penderita harus mengimajinasi Yesus turun dari salib, bercahaya gilang-gemilang di dalam kemuliaan kebangkitan dan kuasa, dan pada saat itu Mr. Arbuthnot akan berkata kepada mereka, 'Sekarang letakkan tangan kananmu ke dalam hatimu; tujukan persis ke dalam hatimu dan keluarkan semua penderitaan, semua rasa sakit dan semua kesedihan yang ada disitu. Keluarkan dan lihatlah, seonggok kotoran hitam menjijikkan di tangan kanan anda, dan serahkanlah itu kepada Yesus.' Disebutkan bahwa para penderita mengatakan ketika mereka melakukan hal tersebut di dalam imajinasi mereka, semua dukacita dan kesedihan ingatan yang luka meleleh sampai akhirnya mencair ke tanah seperti tetesan air murni. Mereka mengatakan, 'Saya benar-benar merasa sakit dan kesedihan meninggalkan diri saya!'


Jika seseorang dianggap menderita karena terjadi sesuatu yang menyakitkan pada masa kecilnya, maka orang tersebut akan mengingat kembali kejadian masa kanak-kanak itu, dan (dalam keadaan melayang bersama di dalam imajinasi), Mr. Arbuthnot akan membimbing mereka kepada salib untuk membuka lebar kejadian itu, dan untuk merasakan Yesus turun dan memulihkan mereka.


Mr. Arbuthnot menceritakan betapa seringnya ia membimbing orang ke alam khayal rohani yang penuh kejadian ajaib. Ia akan berbicara kepada pasien sebagai berikut: 'Saya melihat engkau seperti seorang anak berusia tujuh tahun, sedang bangun dan berjalan mengelilingi meja menuju ke arah Yesus. Tidak, engkau bukan berjalan, engkau berlari. Engkau sedang berlari ke arah Yesus, dan saya bisa melihat engkau melompat, melompat ke pangkuanNya, dan saya melihat engkau terkekeh-kekeh kesenangan di

dalam rangkulan Yesus. Engkau kelihatan sangat sukacita... engkau merasa aman dalam rangkulan tangan kiriNya yang kuat di bahumu, dan ketika engkau bersandar di dadaNya, engkau merasakan kehangatan tubuhNya, engkau bisa merasakan detak jantungNya, engkau memandang ke wajahNya yang tersenyum... dan engkau benar-benar penuh dengan sukacita.'


Imajiner seperti ini telah menjadi sebuah teknik standar bagi banyak pengerja kharismatik, dan jika perlu, kita harus menanyakan sederetan pertanyaan biasa. Dimanakah ada tercatat bahwa Paulus atau rasul mana saja yang bekerja seperti itu? Bagaimana semua ini dicocokkan dengan perintah yang kedua?


Apakah teknik-teknik kesembuhan demikian dapat mempertahankan nilai-nilai yang sepenuhnya berdasarkan hubungan kita dengan Tuhan – ORANG BENAR AKAN HIDUP OLEH IMAN? Apakah jujur mengkhayalkan pertemuan fiktif yang terperinci dengan Juruselamat secara jasmaniah, lengkap dengan percakapan dan berangkulan? Bukankah ini suatu penghujatan menaruh perkataan di dalam mulut Tuhan, membuatNya mengatakan apa saja yang kita ingin Dia katakan? Tidakkah hal itu terlalu bahaya, berdosa dan kedagingan memaksa orang (khususnya mereka yang mungkin kesepian dan kehilangan kasih sayang fisik) untuk mengkhayalkan kontak fisik dengan Allah yang agung, yang dibayangkan memiliki sifat yang gagah, dengan kekuatan yang melindungi, wajah yang menarik, kehangatan tubuh dan seterusnya?


Tak diragukan lagi teknik-teknik ini selain tidak alkitabiah, juga menghujat dan kedagingan. Dengan keji mereka mengeksploitasi perasaan orang-orang yang rentan, dengan kejam menambahkan khayalan religius kepada orang-orang yang mengalami penderitaan neurotis, dan kemudian mengacaukan pikiran mereka tentang cara yang benar dan rohani sebagai pendekatan terhadap Kristus untuk mendapat berkatNya. Pada saat seseorang yang disebut pengerja Kristen menolak Alkitab sebagai satu-satunya penuntun, otoritas dan teladan bagi semua metode penggembalaan, dan lebih menyukai teknik-teknik imajiner kedagingan, orang demikian menjadi seorang penyebar fiksi dan khayalan kedagingan, dan merupakan seorang musuh dari Allah Yang Maha Kuasa.>

1 comment:

  1. First of all, many thanks for the info, and your
    perception. I can value this weblog and most importantly this post.
    At this stage, Personally i think I misuse much too much time over
    the internet, perusing junk, mainly. This is a refreshing change from what I've known. Yet, I feel that
    perusing other people's ideas is a valuable investment
    of at least some of my weekly allotment of time in my routine.
    It's like rummaging into the chaff to obtain the treasure.
    Or perhaps, whatever example will work for you. Still, sitting in front of the desktop is most
    likely as harmful to you as cigarette smoking and deep-fried potato chips.

    ReplyDelete